Sabtu, 30 Mei 2009

Bersahabat dalam Doa

Hari kamis kemarin, saya ikut pengajian rutin di masjid Al Azhar, Pamulang, atas undangan teman. Ada satu cerita yang sangat menggilitik saya. Sang Ustad menceritakan pengalaman uniknya waktu pulang ke kampung, pada saat Lebaran Idul Fitri tahun lalu.

Bapak Ustad juga mengikuti keluarganya untuk ziarah kubur, seperti tradisi yang biasa dilakukan di daerahnya. Di pemakaman umum itu, ada seorang pria yang menarik perhatian Ustad (sebut saja Si AB). Pria ini sepertinya sudah lama tidak pulang kampung dan juga berarti sudah lama pula tidak menziarahi makam orang tuanya. Dengan gaya versi orang kota masuk desa, perlente dan sok buru-buru, Si Pria AB menuju sebuah makam dengan yakin. Masih dengan gaya orang kotanya yang sok jaim (jaga image), dia langsung bersimpuh dengan rapi dan manis di makam tersebut.

Ritual dimulai. Dikeluarkannya buku yasin kecil yang baru dibelinya di pintu pemakaman. Dibacanya surat yasin dengan khusuk walaupun terbata-bata. Hampir 30 menit, waktu yang diperlukan untuk mengkhatamkan buku kecil itu. Masih dengan khusuk, diciumnya buku kecil itu dan diteruskan dengan ritual selanjutnya. Berdoa dengan versi bahasa ibunya. Entah apa yang diucapkannya dalam doanya. Yang jelas pria itu tidak dapat mempertahankan kejaimannya, karena tanpa terasa, ada bulir air mata yang mengenang di kelopak matanya. Habis sudah sosok kepura-puraan yang dibawanya dari kota digerus bayangan wajah polos dan ikhlas kedua orang tuanya.

Bulir-bulir air matanya semakin tidak terbendung. Dikeluarkannya sapu tangannya yang masih terlipat rapi dari dalam sakunya. Ingus pun tidak mau kalah berlomba dengan air mata untuk menunjukkan perannya mendramatisir momentum langka ini. Bagaimana tidak dibilang langka, Pria AB adalah sosok pria tegar dan super macco, yang selama ini terkenal anti air mata.

Tapi tiba-tiba ada laki-laki desa paruh baya yang menggamit punggungnya. Dengan rasa hormat, pria itu ikut berjongkok dengan manis dan berkata pelan sambil pengusap punggung di pria AB, “ Mas, terimakasih banyak ya sudah mendoakan orang tua saya. Saya tidak menyangka mas, ternyata ada orang lain yang punya hubungan dekat dengan bapak saya yang cuma petani desa ini”.

Dummm.. perkataan laki-laki desa tadi seperti hantaman martil, yang diarahkan tepat ke kepala Pria AB. Ditariknya semua air mata dan ingus yang terlanjur keluar. Wajahnya kembali gersang dan lebih sangar dibanding ketika baru masuk pemakaman. Dia panik bukan kepalang, seolah apa yang dilakukannya tadi sudah sia-sia karena ..........berdoa di makam yang salah. ” Jadi dimana makam orang tua saya, dulu sepertinya disini. Waduh, bagaimana ini......saya kehilangan makam orang tua saya”, wajah paniknya semakin menjadi-jadi.

”Ha..ha..ha”, tawa saya menghiasi sahdunya suasana mesjid Al Azhar pagi itu. Saya benar-benar melepas ketawa saya dan lupa bahwa saya sedang menghadiri acara pengajian bukan acara reunian. Saya tidak sempet berfikir apa yang dipikirkan ibu-ibu yang lain, dengan ketawa saya. Karena saya sudah terlanjur tergelitik dengan pikiran saya sendiri sehubungan dengan cerita Ustad tadi.

Yang langsung muncul dalam kepala saya adalah pertanyaan, ” Apakah Tuhan di Pria AB sama dengan Tuhan saya. Apa yang dipikirkan Pria AB dengan kecerdasan Tuhannya?”.
Mungkin si Pria AB berfikir, kalau dia berdoa di makam yang salah, maka doa untuk kedua orang tuanya tidak akan sampai. Mungkin Tuhannya hanya punya alat yang sangat konvensional sehingga tidak dapat mendeteksi keselarasan antara pengirim dan penerima doa. Lagi-lagi saya tersenyum geli....membayangkan begitu banyak doa-doa yang tidak sampai dan betapa banyak doa yang salah alamat.

Dan terbayang juga oleh saya, kemana doa-doa saya akan diarahkan. Kerena selama ini saya lebih banyak berdoa untuk teman dan kerabat dengan menggunakan kata ganti ”nya” atau ”dia”. Kadang saya sebutkan juga beberapa nama. Tapi nama-nama yang sama atau hampir sama dengan nama yang saya sebutkan, kan ada beribu-ribu jumlahnya. Namun dalam setiap doa yang saya lantunkan, saya yakin seyakinnya bahwa Tuhan saya tahu sasaran yang saya tuju.

Sang Ustad juga mengingatkan bahwa dalam berdoa jangan egois dan jangan hanya berdoa untuk urusan dunia saja. ”Doa itu gratis kok bu, kenapa harus pelit dalam mendoakan orang lain. Kalau saudara atau teman ibu-ibu ada yang dalam kesempitan, atau kesusahan, maka jangan pakai pikir panjang-panjang....langsun
g saja didoakan. Buka hubungan online dengan Tuhan untuk mendoakan teman atau kerabat tercinta atau yang tidak tercinta. Doa teman/kerabat yang dipanjatkan dengan ikhlas, dijamin oleh Allah untuk mendapat prioritas untuk diijabah. Dan Doa itu, karena kedahsyatannya membuat pantulan yang serupa kepada orang yang mendoakan. Artinya doa yang dipanjatkan untuk orang lain seperti pedang bermata dua....... satu sasaran sampai tepat kepada orang yang didoakan dan satu sisi mengenai dirinya sendiri”.

Dan yang lebih hebat..... siapa yang saling mendoakan maka, kelak di alam baqa akan dipertemukan untuk saling mengucap salam dan terimakasih. Jadi siapa yang berkenan menjadi sahabat dalam doa. Sahabat yang saling mendoakan di dunia dan dipertemukan di alam baqa karena undangan doanya.

Jangan bersedih dengan sahabat yang hilang tak tahu rimbanya. Jangan sesali perpisahan dengan sanak saudara yang dengan berbagai keterbatasan akhirnya tidak tahu kabar beritanya. Yang hilang masih ada harapan untuk bisa ditemui,,,,dengan mendoakannya.

Walau kita kadang tidak tahu persis apa yang sedang dialami teman/kerabat........ jangan segan untuk mendoakannya. Biarlah Allah yang menerjemahkan doa kita, yang hanya bisa bilang ”Berilah segala kebaikan kepada teman/kerabatku, ya Allah!!” . Atau bisa dengan sedikit lebih detail ”Berilah kelapangan rizki, kelapangan hati, kelapangan ampunanMu dan kebahagiaan dunia akherat”.

Kita juga bisa mengirimkan doa sebagai hadiah pada orang yang telah berbuat baik pada kita, tapi tidak dapat kita balas dengan sepatutnya. Doa kepada bapak ibu guru kita dari mulai TK sampai SMA, atau mungkin juga dosen S1, S2 atau S3. Dan juga guru-guru apapun yang hakekatnya adalah orang yang telah menyumbangkan ilmunya pada kita. Bisa saja mereka adalah teman, tetangga, ustad, tukang sayur, tukang sampah atau siapapun yang telah mengajarkan kita tentang nilai-nilai kehidupan, Orang-orang yang telah membukakan mata hati kita. Orang-orang yang telah membesarkan jiwa kita.

Mari kita sisihkan sebagian dari sisi doa kita untuk mendoakan orang lain. Tidak ada yang terambil dari kita dengan mendoakan orang lain. Yang ada adalah kita menjadi semakin kaya dengan doa kita untuk orang lain, kaya hati dan kaya kebahagiaan. Mari kita mulai dari sekarang, kita galakkan persahabatan dalam doa. Persahabatan yang tidak perlu diawali dengan menjabat tanggan dan saling menggenal. Semua bisa menjadi sahabat dalam doa dengan mendoakannya dengan tulus.

Ujian Cinta

Setiap orang akan diuji dengan cintanya mungkin lebih tepat ketika dinasehatkan kepada dua sejoli yang kasmaran. Tapi mari kita coba tenggok dari sudut pandang yang lain.

Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita menemui orang yang ditimpa berbagai musibah yang notabene adalah menimpa orang atau hal-hal yang dicintainya. Ada orang tua yang bekerja keras untuk masa depan anaknya, ketika besar, anaknya selalu menjadi ujian baginya karena berbagai kenakalan dan ketidakpatuhannya. Ada orang yang giat bekerja, jujur dan sangat semangat diuji dengan kehilangan hartanya. Ada yang bangga dan mencoba bekerja sebaik mungkin untuk jabatannya, tapi malah kehilangan jabatannya karena fitnah yang dilakukan teman baiknya sendiri. Ada orang yang cinta sekali dengan keluarganya diuji dengan keretakan rumah tangganya. Ada istri yang diuji dengan perilaku suaminya atau sebaliknya suami yang diuji dengan karakter dan tabiat istrinya…..yang sebenernya adalah orang2 yang paling mereka cintai.

Banyak sekali cerita-cerita yang kadang kita dengar sendiri dari orang-orang terdekat kita, yang sebenarnya berkenaan dengan ujian cinta. Ujian tidak hanya berupa musibah dan bencana. Rasa gundah adalah bentuk ujian terkecil yang ditimpakan pada manusia. Terkadang masalah yang datang tidak dapat dipahami…Kenapa Allah memilih saya atau dia untuk mendapatkan masalah ini. Dalam kebuntuan kita mungkin lebih baik mengatakan bahwa masalah datang pada manusia seperti undian…siapa yang dapat undian , dia akan dapatkan masalahnya ......senang atau tidak.

Saya sempat berpikir….tidak mungkin Allah menimpakan sesuatu pada umatnya tanpa tujuan dan tidak pada sasaran yang tepat. Saya sempat mengulasnya beberapa kali dengan orang2 yang insyaallah paham masalah agama. Dan saya dapat kesimpulan yang disederhanakan menjadi seperti ini :

Allah menimpakan ujian pada sisi terlemah dari diri kita agar kita menjadi kuat. Kita menjadi lemah karena mancintai sesuatu terlalu berlebihan. Sedangkan Allah adalah pencemburu Dia tidak ingin kita mencintai yang lain melebihi cinta kita kepadaNya.
Ketika anak/istri/suami terlalu dicintai ,anak/istri/suami akan manjadi ujian. Jika harta/jabatan terlalu dicintai, maka harta/jabatan akan menjadi ujian.

Mungkin kita bisa lihat apa yang dikatakan Allah dalam At-Taubah 24:
Katakalah, ” Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rosulnya serta berjihad di jalanNya..........maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusanNya ” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.

Dengan peringatan itu....mari sejenak kita tenggok ke dalam hati kita adakah yang kita terlalu cintai, sehingga kita menyimpannya di sudut terbaik dalam hati kita dan menggenggamnya terlalu erat. Sehingga seolah-olah tidak akan ada yang bisa menggambilnya dari kita. Seolah-olah dengan cinta dan kekuatan yang kita miliki kita akan tetap bersamanya sampai kapanpun. Kita lupakan pemiliknya sebenarnya, yang seandainya Dia berkenan mengambilnya maka itu bukanlah hal yang sulit.

Karena cinta kita menjadi lemah. Coba kita perhatikan contoh sederhana ini : Jika anak tercinta meminta kepada kita sepatu baru. Sedangkan dia masih punya 5 pasang sepatu lain yang masih sangat layak pakai.....Apa kira2 yang akan kita lakukan?. Mungkin sebagian besar akan berfikir ” apa salahnya dibelikan, kan harganya tidak seberapa. Dan toh saya kerja juga supaya anak bahagia”. Maka sepatu baru akan menjadi koleksi sang anak yang ke-6. Dengan sepatu baru yang tidak seberapa harganya itu apa sebenarnya yang sedang kita abaikan. Kita mengabaikan nilai pokok pendidikan yang jauh lebih esensial untuk mempersiapkan anak kita menjadi generasi ungulan. Kita abaikan nilai kebersahajaan, kepedulian, tegang rasa. Dan mengedepankan egoisme, hedonis dan konsumtif. Yang kita abaikan adalah nilai2 besar yang kita kecilkan atas nama cinta. Jadi tidak salah jika berpuluh2 tahun kemudian baru kita sadari bahwa sebenarnya cinta kitalah yang telah membuat anak tercinta menjadi ujian.

Karena itu Allah tidak ijinkan ada cinta lain di dalam hati kita kecuali cinta kita kepadaNya. Cinta lainnya adalah bentuk dari pancaran cinta kita kepadaNya. Cinta kepada anak, istri/suami adalah sunatullah dan tempat kita menanam amal. Cinta kepada masyarakat, pada harta, pada perniagaan yang kita punya adalah sarana yang bisa kita pakai untuk lebih banyak berbuat agar kita layak mendapat cintaNya. Mudah2an kita selalu mendapat petunjuk untuk dapat mencintaiNya dengan sebenar-benarnya dan dapat saling mencintai karenaNya. Amin
.

God, Guide me to love You and........make me falling in love with You

Rabu, 27 Mei 2009

Imposible Request

Andai suatu hari, di hari ulang tahun kita yang ke 40 th, di perayaan ultah massal, Tuhan datang pada kita, melalui malaikatnya dan memberi hadiah kejutan. Dan bilang “ Apa yang kamu inginkan sayang?” (ini ke GR an, selalu merasa disayang sama Tuhannya). Apa ya kira-kira yang akan kita minta pada kesempatan yang mungkin tidak akan pernah datang lagi ini. Kalau seandainya boleh buat 10 permintaan, maka mungkin jauh lebih gampang untuk menentukan pilihan. Kalau seandainya cuma satu permintaan, pasti kita akan berfikir super keras untuk dapat mengutarakan permintaan terbaik.

Ada yang tanpa pikir panjang, langsung bilang supaya digoalkan jadi caleg. Karena hitung punya hitung bisa rugi bandar jika gagal terpilih. Ada yang setelah berpikir singkat langsung menjawab ”ingin rumah mewah lengkap dengan mobil dan perabot mewahnya”. Yang berfikir agak panjang bilang ” ingin punya usaha, yang nggak diurusin pun uangnya udah ngalir”.

Dari onggokan sofa ada seorang ibu yang dipaksakan cantiknya, lantang berteriak ” ingin awet muda dan cantik selamanya”. Yang lain agak menahan geli karena permintaannya terasa paling imposible.

Ada lagi seorang laki2 setengah baya dengan percaya diri dan pemikiran yang matang dia bilang ” aku ingin istri temanku”. Yang lain sempat tertegun....tapi tidak lama....... karena ternyata dibelakangnya banyak yang punya ide yang sama. Hanya saja mereka tidak segera mengutarakannya karena masih malu dan mengganggapnya tabu. Malah sebagian ibu-ibu suwit-suwit fourty ini juga punya ide yang sama ” ingin suami temannya, suami tetangganya, malah suami tukang sayur depan rumah yang kelihatan macco setiap kali menggangkat dagangannya

”Ha..ha..ha.. berhentilah berkhayal teriak pria yang duduk disudut yang belum juga mengutarakan permintaannya. ” Mungkin saja malaikat itu palsu, kan sekarang jin dan setan sudah lebih pintar untuk nyamar jadi malaikat”, katanya. Yang lain jadi berfikir ”Wah benar juga....harus diintrogasi juga nih malaikat”.

”Hai, jangan buang waktu....ini kesempatan tidak datang dua kali. Mau dia bener-bener malaikat atau jin atau setan sekalipun tidak pengaruh kan. Yang penting dia bisa buktikan bahwa dia mampu mengabulkan permintaan kita, ” teriak pria yang secara penampilan sih kayak ustad. Tapi siapa saja bisa kan bikin penampilan seperti itu. ”Apalagi kalau memang bener si beliau itu malaikat, maka tidak ada yang tidak mungkin di mata Tuhan”, lanjutnya.

Semua pandangan beralih ke sosok yang menamakan dirinya malaikat itu, untuk sekedar dapat petunjuk. Karena merasa diberi kesempatan untuk bicara maka, sang malaikat meneruskan kata-katanya yang terpotong oleh permintaan-permintaan para makhluk ini. ” Semua permintaan akan dikabulkan, termasuk permintaan paling mustahil sekalipun. Hanya dengan satu syarat, satu permintaan ditukar dengan hilangnya fungsi salah satu indra atau organ tubuh”, seru sang malaikat.

Kontan semua yang hadir kabur meninggalkan ruangan, karena tidak ingin permintaannya terkabul bersamaan dengan hilangnya salah satu fungsi indra mereka.

Ha..ha....ini hanya cerita khayalan saya. Mudah-mudahan yang tidak berkenan bisa memaafkan saya, yang banyak kekurangan ini. Saya hanya ingin memberikan sedikit gambaran betapa kita selama ini tidak banyak mensyukuri yang sudah Allah beri untuk kita. Terutama alat indra, kesehatan dan organ tubuh.

Kita tidak pernah berfikir dan berandai andai tentang fungsi organ yang kita miliki. Contoh paling gampang, coba kita tenggok alat cuci darah yang dipergunakan untuk menggantikan fungsi ginjal yang besarnya tidak lebih besar dari buah kiwi. Dan kita tidak pernah sadari bagaimana dia bekerja. Atau alat pengganti fungi jantung yang dipakai pada saat operasi bypass pembuluh jantung. Belum lagi mata kita. Yang dalam kelap kelipnya yang menggoda sebenarnya sedang menjalankan fungsinya untuk membersihkan dan melembabkan mata. Hidung, kulit, telinga, mulut, limpa, usus, sampai yang terkecil bulu mata......hampir semuanya luput dari perhatiannya kita untuk disyukuri setiap saat.

Sudahkah kita berandai-andai, seandainya fungsi salah satu organ tersebut menjadi tidak sempurna dan tidak seotomatis sekarang. Mungkin yang sudah beranjak menua, sudah bisa manggut-manggut. Karena bagi yang manula kenikmatan-kenikmatan itu sebagian sudah ada yang mulai dikurangi fungsinya.

Tapi bagi yang muda, apalagi yang rajin olahraga dan makan makanan sehat setiap saat. Maka yang terpikir adalah : " kesehatan hanyalah efek dari apa yang kita lakukan, kita fikirkan dan kita makan".

Andai Allah bilang, ” Ok, Aku kabulkan apa yang menjadi keinginanmu sekarang tapi digantikan dengan berkurangnya fungsi dari tubuhmu. Bagaimana kalau diganti dengan hilangnya fungsi penglihatan atau pendengaran?. Atau digantikan dengan kedua tanggan dan kakimu yang selama ini toh hampir terlupakan untuk disyukuri. Atau bagaimana kalau yang lebih kecil....Cuma hilangnya otomatisasi kedipan matamu, sayangku”. Dapat dipastikan anda dan saya akan kabur tunggang langgang atau mungkin sibuk mencari kata-kata yang tepat untuk meralat permintaan yang terlanjur terucap.

Allah telah memberikan nikmatnya terlalu banyak pada kita. Allah pernah bilang, ” Jika air laut itu adalah tinta dan kau pakai untuk menuliskan nikmat yang telah kukaruniakan kepadamu, maka itu tidaklah akan cukup”. Tapi dari yang begitu banyak, berapakah yang masih kita ingat untuk kita syukuri keberadaannya. Dalam setiap doa yang kita sebut adalah begitu banyaknya keinginan yang tidak terpenuhi, tujuan yang tidak tercapai, perdagangan yang rugi dan berbagai maksud hati yang ingin dicapai.

Tentu itu bukan hal yang salah, malah Allah bilang,” mintalah padaku, maka aku akan kabulkan”. Saking baiknya Allah, kita tidak diminta untuk memecahkan masalah kita sendiri. Jika kita minta, Allah akan turun tanggan untuk menolong kita dari sisi yang tidak kita duga-duga.

Betapa cintanya Allah kepada kita......tapi kenapa kita cuma mencintaiNya sekedarnya. Kita mengganggap apa yang kita miliki memang seharusnya begitu karena semua datang dari apa yang kita usahakan. Lantas bagaimana dengan udara yang kita hirup setiap hari. Apakah dia ada juga karena kita usahakan?. Lantas bagaimana dengan kerja jantung, paru-paru, hati, usus, limpa, kulit, mata, hidung, telinga, mulut.......apakah semua juga bekerja dibawah kendali dan kekuatan kita.

Kenapa dengan cinta Allah yang sudah teramat besar itu, kita masih sempat berfikir bahwa Allah tidak mencintai kita karena ada doa yang tak kunjung terjawab. Sebabnya adalah karena Allah tidak selalu memberi yang kita inginkan, tapi memberikan yang kita butuhkan. Karena Allah tahu hal yang terbaik untuk diri kita, lebih baik dari diri kita sendiri. Mudah-mudahan Allah mengampuni kita yang baru bisa bersyukur dengan cara yang paling sederhana ini.

Dipeluk Manusia Terkasih

Rindu kami padamu Ya Rosul
Rindu tiada terperi
Berabad jarak darimu Ya Rosul
Seakan Dikau disini.

Cinta ikhlasmu pada manusia
Bagai cahaya suarga
Dapatkah kami membalas cintamu
Secara bersahaja. (Bimbo)

Bulan ini mengingatkan kita, pada manusia terkasih, yang kasihnya pada umatnya hampir terlupakan. Manusia terkasih yang sampai detik-detik syakaratul mautnya, hanya umatnya yang selalu ditanyakannya. Manusia terkasih yang dengan kasihnya akan menunggu kita di telaganya, yang airnya lebih putih dari susu, harumnya lebih wangi dari misk, bijananya laksana bintang-bintang di langit. Manusia terkasih, yang namanya selalu kita sebut, tapi kita lupakan kasihnya.

Mengingatnya,,, selalu mengingatkan saya pada kecemburuan saya. Satu-satunya kecemburuan saya yang positif. Fatimah Az Zahra, putri Nabi yang terkasih adalah sosok yang paling saya cemburui. Nabi sangat sayang pada Fatimah. Nabi selalu menyambutnya dan mencium keningnya setiap kali melihat kedatangannya. Nabi ridho dengan ridhonya dan marah dengan kemarahannya. Nabi pernah berkata, ” Aku memusuhi siapapun yang memusuhinya dan berdamai dengan siapapun yang berdamai dengannya”.

Dalam didikan langsung Nabi Muhammad Saw, Fatimah adalah teladan terbaik bagi wanita muslim. Fatimah yang senantiasa dermawan dalam segala kekurangan materinya. Fatimah yang selalu sabar dalam menjalankan kehidupan dan agamanya. Fatimah yang merawat ayahandanya ketika nabi dilukai olah musuh-musuhnya. Fatimah pula yang membersihkan badan ayahdanya yang dilempari kotoran ternak oleh kaum kafir. Pastaslah jika Nabi Muhammad Saw menyebutnya sebagai ” Pemuka kaum perempuan penghuni surga”.

Kecemburuan saya, adalah cemburu buta. Karena saya belum banyak melalukan apa-apa untuk dapat meneladani Fatimah, putri Nabi tercinta. Tapi kecemburuan saya menyemangati saya untuk selalu berusaha melakukan apa yang diteladankan olehnya. Kecemburuan saya setidak-tidaknya dapat menjadi acuan tentang tujuan hidup saya.

Ketika saya kelelahan dan terengah-engah, yang saya ingat adalah kisah Fatimah ketika datang kepada Nabi untuk mengadukan kelelahannya hidup tanpa khodim (pembantu). Maka Nabi berkata, ” Maukah kalian aku beritahu yang lebih baik dari apa yang engkau minta?. Bacalah tasbih (subhanallah) 33 kali, tahmid (alhamdulillah) 33 kali, dan takbir (Allahu akbar) 34 kali”. Maka wasiat ini, saya adaptasikan menjadi wasiat bagi diri saya dari Nabi yang terkasih. Mengamalkannya seakan mendekat dalam pelukan manusia terkasih. Mengamalkannya membuat semangat hidup yang memudar dapat bersinar dengan terang benderang.

Sebagai bentuk kasih sayangnya, Nabi Muhammad Saw mengajarkan salah satu do’a kepada Fatimah Az Zahra. Nabi meminta Fatimah mengamalkannya di pagi dan petang.

Ya khoyu ya qoyum birohmatika astaqhitsu aslihli syanikullahu wala takilluni ilanafsi tarfatan aini ( Ya Allah yang Maha Hidup, dan Maha mengurus makhluknya. Dengan rahmatmu aku memohon. Perbaikilah setiap urusanku. Dan janganlah Engkau menyerahkan aku kepada diriku sendiri walaupun hanya sekejap mata).

Nabi terkasih yang doanya dijamin diijabah. Nabi Muhammad, manusia mulia yang paling dikasihi Allah, mewasiatkan doa pengharapan kepada anak tercintanya.

” Maka janganlah Engkau menyerahkan aku kepada diriku sendiri walaupun sekejap mata”. memperhatikan penggalan dari doa itu, membuat saya merasa sangat sangat kecil.. Betapa Nabi mewalikan dirinya dan anak tercintanya kepada Zat yang Maha Besar dan Maha Kuasa. Betapa kecilnya Nabi menempatkan dirinya di hadapan sang Khaliq. Sehingga dia tak ingin hidupnya tergantung pada kekuatannya sendiri walau hanya sekejap mata.

Sekejap mata yang dapat melumpuhkan. Sekejap mata yang dapat menghancurkan. Sekejap mata yang dapat memalingkan....... Karena kita manusia. Apalah daya kita ketika hanya kekuatan diri sendiri yang dipakai untuk menghadapi hidup ini. Apalah daya kita ketika dihadapkan pada kekuatan-kekuatan lain yang jauh lebih besar dari kekuatan yang kita punya. Mungkin saat ini Allah masih berbaik hati, yang kita hadapi masih dapat diatasi dengan kekuatan kita sendiri dengan baik. Apakah benar hanya kekuatan kita. Apakah benar hanya karena kita punya kemampuan, maka semua dapat terselesaikan. La haula walakhuwatailabillah. Ya Rob.... janganlah Engkau menyerahkan aku kepada diriku sendiri walaupun sekejap mata”.

Melantunkan doa wasiat Nabi ini seakan menghadirkannya dalam khayal yang nyata. Melantunkan doa wasiatnya seakan menghadirkan cintanya. Melantunkan doa wasiatnya menjadikan hidup terasa lebih damai dipeluk manusia terkasih.

Allahumasholli ala Muhammad.

Pray in Silent

Sabtu kemarin, with my close friend, saya menyempatkan diri untuk menghadiri workshop “Paling Inspiratif -Tuhan Inilah Proposal Hidupku”. Cukup menarik, walaupun terlalu singkat. Dan cukup menggugah kita untuk merencanakan dan menetapkan tujuan hidup menjadi lebih jelas arahnya.

Kalau untuk sebuah acara tingkat RT atau kelurahan saja yang digelar satu dua hari saja butuh proposal, mengapa untuk hidup kita yang berjalan puluhan tahun kita tidak membuat proposal. Mengapa kita membiarkan hidup kita mengalir tanpa arah, tanpa tujuan, tanpa cita-cita?.*


Menurut hasil penelitian yang diadakan terhadap lulusan MBA di havard, tahun 1979 tentang rencana hidup mereka, didapatkan data bahwa
Kelompok A : 3% memiliki rencana hidup yang jelas , spesifik dan tertulis
Kelompok B :13 % memiliki rencana hidup yang jelas, spesifik tetapi tidak tertulis
Kelompok C : 84% belum memiliki rencana hidup yang jelas.
Sepuluh tahun kemudian, tahun 1989, periset yang dipimpin Mark McCormack melakukan wawancara dengan responden yang sama, maka hasilnya adalah ;
Kelompok B memiliki penghasilan rata-rata dua kali lipat dibandingkan kelompok C. Dan kelompok A rata-rata memiliki penghasilan rata-rata dibandingkan dengan Kelompok B dan Kelompok C.*

Saya jadi teringat angan-angan saya ketika masih kecil. Walaupun tidak pernah menuliskannya sebagai cita-cita, tetapi saya sering menjadikannya sebagai tema dari karangan saya pada pelajaran Bahasa Indonesia. Entah karena sudah bosan dengan kehidupan di lingkungan padat penduduk atau terobsesi oleh indahnya alam pedesaaan. Di dalam kepala saya selalu tergambar dengan jelas bahwa suatu saat nanti saya akan punya rumah dengan halaman yang luas, dengan pohon-pohon yang besar yang daunnya setiap saat berguguran mengotori halaman. Gambaran itu terasa damai, dimata saya. Dan satu lagi selain rumah dengan halaman yang luas saya juga ingin rumah saya, pagarnya akan saya biarkan terbuka, karena banyak tamu yang datang.

Ternyata angan-angan saya yang sederhana itu, sekarang seperti sebuah mimpi yang terwujud. Halaman rumah saya, hampir setiap saat dihiasi dengan daun-daun yang berguguran dari beberapa pohon besar yang ada di halaman rumah. Dan pagar rumah saya juga tidak perlu saya tutup, karena rumah saya sekarang merangkap menjadi kantor, gudang, laboratorium dan mess karyawan. Saya tidak mungkin menutup pagar rumah saya, sebelum yakin bahwa tidak ada lagi orang yang berkepentingan yang mau masuk.

Saya baru tersadar ketika bang Jamil (sebagai motivator), menceritakan pengalaman dia untuk mencapai cita-citanya menjadi insiyur pertanian. Berbagai perjuangan dan pengorbanan dilaluinya untuk sampai pada proposal hidup yang telah diajukan kepada Tuhannya. Saya seperti tersadarkan bahwa ternyata benar……angan-angan kita, khayalan kita terhadap hidup, seperti sebuah doa yang tidak sempat terucap… saya ulang dengan huruf kapital,,,, SEPERTI DOA YANG TIDAK SEMPAT TERUCAP.

Angan-angan kadang lebih kuat daripada do’a yang kita panjatkan secara formalitas. Tetapi tentu akan menjadi lebih kuat lagi jika angan-angan tadi kita terjemahkan dan kita bawa dalam do’a-doa kita. Sehingga angan-angan atau lebih inteleknya disebut sebagai cita-cita dapat mempengaruhi seluruh aktifitas sel tubuh kita. Sel-sel tubuh kita akan menyokong secara penuh apa yang menyenangkan dan yang kita harapkan kejadiannya. Bisa kita bayangkan betapa berbedanya suasana hati dan kebugaran tubuh kita, ketika kita sedang melakukan perjalanan jauh untuk bertemu kekasih hati dan melakukan perjalanan yang sama untuk bertemu dengan debt colector.

Jadi motivasinya adalah marilah kita mulai menuliskan proposal hidup kita secara spesifik. Prestasi apa yang akan kita sumbangkan untuk masyarakat, untuk bangsa, untuk orang-orang yang kita sayangi dan juga untuk diri kita sendiri. Sehingga jika sudah waktunya kelak kita melakukan pertanggung jawaban di hadapan Allah, kita tidak malu karena belum ada yang kita lakukan, atau yang kita lakukan tidak berarti di mata ALLAH…Audzubillahimindzali
k.

Tetapi angan-angan yang ada dalam diri kita sifatnya tidak selalu positif. Ada juga angan-angan yang sifatnya negatif. Malah saya pernah bertemu seseorang yang kepalanya penuh dengan angan-angan negatif. Sehingga, jangankan mukanya, badannya pun mendukung penuh apa yang diangan-angankannya…..berat melangkah, lusuh dan kusam. Angan-angan negatif mungkin bisa kita sebut sebagai kekhawatiran atau negatif thinking.

Saya pernah membaca cerita nyata tentang kehidupan seorang wanita karir yang harus meninggalkan keluarganya dalam waktu yang cukup lama. Pada saat itu, dia masih mempunyai seorang bayi dan seorang anak balita. Dan karena beberapa faktor, kedua anaknya pun tidak dapat ikut serta bersamanya. Maka akhirnya diambillah keputusan untuk mendahulukan karirnya dengan meninggalkan anak dan suaminya.

Sejak awal keberangkatan wanita ini, merenda karirnya di negeri orang, sudah terselip berbagai kekhawatiran yang teramat sangat. Kekhawatiran tentang kesehatan anak-anaknya. Kekhawatiran tentang kesetiaan suaminya. Dan juga kekhawatiran tentang keselamatan dan kehormatan dirinya di negeri orang.

Dan hanya dibutuhkan waktu enam bulan untuk menjawab semua kekhawatirannya yang semakin hari semakin memuncak. Anak bungsunya sakit dan harus dirawat intensif di Rumah Sakit. Karena kerepotan yang tidak tertahankan, sang suami memutuskan untuk mencari pendamping tambahan. Dia sendiri mengalami peristiwa tragis, rumah kostnya dirampok. Semua uangnya ludes dan kehormatannya hampir saja terenggut jika tidak ada pertolongan dari tetangga yang baik hati. Di akhir tulisannya dia menulis dengan huruf kapital “KEKHAWATIRAN SAYA, ADALAH DOA YANG TIDAK PERNAH TERUCAP,,,TAPI TELAH TERJAWAB”. La haulawalaquata illa billah.

Jadi oleh-oleh dari workshop sabtu kemarin…..tidak hanya bagaimana dari sekarang kita mulai menyusun proposal hidup kita. Tetapi juga mulai melihat dan membiasakan hati untuk selalu berbaik sangka terutama kepada ALLAH.




* Azzaini, Jamil, Tuhan, Inilah Proposal Hidupku, 2009

Sepasang Teko

Bulan ini tepat 17 tahun usia pernikahan saya, yang berarti tanpa terasa 17 tahun juga saya menjadi bagian dari masyarakat tradisional betawi ini. Andai tidak ada yang memberitahu saya, maka saya tidak akan pernah tahu tentang kekurangan masyarakat tradisional ini. Saya begitu positif thinking terhadap mereka seperti mereka juga selalu berpositif thinking terhadap saya.

Salah satu hal yang turut mengikat saya di sini adalah sepasang kakek nenek tetangga saya. Mereka adalah gambaran ketulusan dan kebersahajaan hidup. Profesinya sebagai petani dengan keluarga besar, memaksa mereka untuk hidup dengan sangat sederhana. Tetapi keterbatasan mereka secara ekonomi tidak pernah menghalanginya untuk melakukan kebaikan untuk orang lain.

Ada satu kebiasaan yang tetap dilakukannya sampai sekarang. Setiap pagi si nenek selalu menyediakan air putih segar dan air teh tawar hangat, di dua teko yang berbeda. Terkadang jika mereka sedang panen singkong, ubi jalar, pisang atau apa saja, maka yang disuguhkan akan ditambah dengan hasil panen itu. Suguhan ini akan mereka letakkan di teras rumahnya yang tidak berpagar. Siapa saja orang yang ingin....boleh menikmati suguhan ini. Tidak terkecuali saya dan suami, biasanya sepulang dari jogging, ikut juga mencicipi suguhan sederhana ini.

Yang paling sering menikmati adalah para pedagang-pedagang yang lewat di siang hari. Mereka tidak perlu minta ijin untuk menikmati suguhan ini. Dan setiap suguhan habis, maka salah satu anggota keluarga akan segera menambahkannya kembali. Kebiasaan ini selalu mereka lakukan, tanpa pernah kenal musim dan tanpa kenal mood. Kelihatannya yang mereka lakukan adalah hal kecil. Tapi saya yakin bagi para pedagang yang lapar dan haus setelah setengah hari berkeling-keliling, maka suguhan ini sungguh besar artinya.

Setiap pagi ketika saya keluar rumah maka saya akan melihat sepasang teko di teras rumah mereka. Sepasang teko itu selalu membuat pertanyaan yang sama ketika saya pandang ” Kebaikan apa yang sudah kamu lakukan kemarin dan kebaikan apa yang kamu rencanakan hari ini??”. Pertanyaan itu selalu berulang tiap hari.....yang menyebabkan hidup saya selalu termotifasi untuk memberi manfaat. Insyaallah....amiin.

Yang saya kagumi dari mereka adalah ketulusannya berbuat. Dalam kebuta-hurufannya, seolah-olah mereka tahu apa yang dikatakan Tuhannya dalam Al Isro 7, ”Jika kamu berbuat baik berarti kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri”.

Subhanaallah.... Penghayatan mereka terhadap ayat ini, sungguh membuat saya malu. Malu dan iri hati karena hati saya belum bisa setulus mereka dalam berbuat baik. Perbuatan baik yang mereka lakukan....independent, tidak bergantung pada reaksi orang lain. Mereka melakukanya (*maaf) seperti melakukan BAB (buang air besar). Setelah melakukannya ...sudah,, saat itu juga mereka melupakannya. Malah mungkin kebaikan yang mereka lakukan sudah menjadi kebutuhan. Sehingga ada yang menganjal dan tidak tersalurkan, jika kebaikan ini tidak dilakukan.

Mungkin ini contoh tepat sebagai definisi dari ”Keikhlasan” seperti yang ditulis Asfa Davy Bya dlm bukunya ”Sebening Mata Hati”. Keikhlasan adalah rahasia antara Allah dan si hamba. Bahkan malaikat pencatat tidak mengetahui sedikitkun mengenainya untuk bisa menuliskannya. Setan tidak mengetahuinya hingga ia tidak bisa merusaknya, nafsu tidak menyadarinya sehingga dia tidak bisa mempengaruhinya.

Saya bertanya pada diri saya sendiri,,bisakah saya seperti mereka. Ikhlas berbuat baik......, indenpendent, tidak tergantung pada reaksi makhluk. Menyakini benar bahwa kebaikan yang saya lakukan adalah untuk diri saya sendiri. Hanya mengharap Allah Ridho.....just all, tidak ada motifasi yang lain.

Sampai saat ini, ketika saya berbuat baik....masih saja terbersit harapan, ada reaksi positif dari orang lain. Entah itu berbentuk kata terimakasih, timbal balik berupa kebaikan atau sekedar ada sambutan hangat tanpa penolakan. Atau kadang melemah menjadi sekedar tidak dicuekin ya.....atau mungkin tidak ketawain atau semakin melemah....tidak dicaci maki.....hehe. Membayangkanya saja ....uchhh,,,sedihnya!!!. Dan membayangkannya saja kadang melemahkan semangat untuk berbuat baik. Wah, ini yang harus segera diberantas. Ayoo...tetap berbuat baik karena perbuatan baik kita adalah untuk diri kita sendiri. Dan itu adalah janji Tuhan kita, yang pasti akan ditepati.

Yang menjadi pertanyaan untuk kita...apakah kita sudah berbuat baik sesuai dengan kapasitas yang kita miliki. Jika mereka bisa ikhlas menyediakan minuman dan suguhan sederhana setiap hari, dalam keterbatasan ekonomi mereka. Kalau kita bisa meniru apa yang telah mereka lakukan, itu juga baik. Tapi kayaknya tentu belumlah layak jika dibandingkan dengan apa yang telah kita peroleh. Jika diibaratkan lagi seperti orang yang BAB, maka orang yang makan banyak tentu arus membuang dalam jumlah yang banyak. Kecuali dia mau menahan diri untuk dipenuhi dengan kotoran dan ampas-ampas yang selayaknya dikeluarkan. Yang akibat akhirnya adalah timbulnya penyakit.

Jadi mari kita buat hati kita tersenyum dengan perbuatan baik yang kita lakukan. Ikhlas berbuat, termasuk dalam melakukan yang telah menjadi kewajiban kita. Kewajiban sebagai Ibu, kewajiban sebagai pandamping, kewajiban sebagai karyawan, kewajiban sebagai anggota masyarakat dan apapun peran yang kita ambil dalam semua sisi kehidupan. Sehingga Allah punya alasan untuk tersenyum pada kita. Selamat datang niat baik, selamat jalan pamrih.


Salam, Feb Amni

BAYANGAN ITU

Aku berbisik pada alam,....
”Bayangan itu menyakitiku”.
Alam menggeleng,.....
“Tidak mungkin , dia cuma bayang-bayang,,,tidak berbentuk”.

Aku teriakkan dengan lebih lantang,......
”TAPI BAYANGAN ITU MENYAKITIKU”.
Alam tertawa terbahak,......
"Bayangan itu tidak dapat menyentuhmu, bagaimana dia bisa menyakitimu”.

Aku tertunduk pilu dan menggumam,......
”Tapi terasa sungguh,,,bayangan itu menyakitiku”.
Alam tersenyum mencibir,......
”Dia,,, tidak punya kekuatan untuk menyakitimu”.



Aku berlari menyakinkan diri....

Kuhampiri sebuah cermin

Kuamati seluruh diri,,,,,seluruh hati

Tidak ada luka mengganga.......tidak ada darah mengucur.

Tapi kenapa perihnya sampai ke dalam dada ???

Kutatap nanar bola mataku,,,,, tidak ada genagan air mata

Tapi kenapa...... harunya menyelimuti jiwa ???



Kulihat bayangan itu membelakangiku.

Bergerak menjauh.....

Kucoba teriakkan sebuah nama.

Tidak bergeming.....

Karena.... bayangan itu ,,,,TIDAK BERNAMA

Kucoba tuliskan pesan......

Tidak merubah apapun......
Karena bayangan itu tidak bisa membaca.

Aku tersimpuh menghadap Kholikku.

Kulantunkan doa untuk menyentuh hatinya.

Sia-sia,,,,,karena bayangan itu tidak pernah punya hati.



Kubuka mataku,,,,,

Bangun dari mimpi.

Kudapati.....

Hanya ada aku dan alam

TANPA BAYANGAN ITU.....

Dan aku hanya bisa berkata pada alam,...

"BERSAHABATLAH DENGANKU... KARENA DALAM DIRIMU ADA HARAPAN ITU”.

Hidup Terlalu Singkat untuk Dibuat Kecil

Kalimat dalam judul itu adalah kalibat bijak dari Dale Carnegei, yang dulu bagi saya walapun cukup indah tapi tidak mengena. Tapi sejak 3 tahun lalu, kalimat itu menjadi seolah-olah menjadi kata kunci dalam menyelesaikan masalah-masalah hidup yang datang silih berganti.

Empat tahun yang lalu, teman baik saya, positif terkena kanker faring. Pada saat itu, kondisinya masih segar bugar, tidak ada tanda2 bahwa sang kanker sudah mulai menggerogoti tubuhnya. Hanya butuh waktu 3 bulan, rahang kanan sudah tidak dapat dipertahankan. Dan di bulan ke 6,kedua rahangnya sudah diganti dengan rahang palsu. Dan enam bulan sisanya, dihabiskan teman saya untuk mondar-mandir ke RS. Darmais. Dan setiap pekan, saya harus melihat sendiri bahwa kondisinya semakin memburuk. Dan tepat 1 tahun setelah vonis kanker itu, teman terkasih itu mangkat, di usianya yang ke 38 th....innalilahiwainailaih
irojiun...

Sampai saat ini, saya masih merasakan kehadirannya dalam kehidupan saya. Dalam setiap keputusan yang saya ambil, dalam bekerja, beramal dan juga dalam mengendalikan emosi saya. Bagi saya, dia tidak pernah mati.

Sejak saat itu saya merasa bahwa hidup ini sangat singkat, jadi untuk apa dibuat kecil, atau dikecilkan. Jika hidup itu singkat, untuk apa dibuat susah dan menyusahkan yang lain. Kita cuma diberi kesempatan yang sangat singkat untuk menjadikan hidup ini punya makna. Tidak ada yang tahu berapa lama kita diberi kesempatan untuk hidup. Yang bisa kita lakukan hanya berbuat terbaik untuk hari ini, karena kita juga tidak tahu apakah kita masih diberi kesempatan untuk esok hari.

Kita semua berharap punya umur panjang yang bermanfaat. Tapi jangan cemaskan hidup. Kalau kita sudah lakukan yang terbaik untuk hari ini, maka hidup akan mengatur dirinya sendiri.

Makasih Bunda

Hari ini keharuan saya meluap-luap. Tadi pagi dapat sms dari seorang teman yang isinya ” Kartini hebat, Kartini tabah, Kartini pintar.....Selamat ya”. Saya tulis ini juga masih dengan hati yang penuh dengan rasa haru. Rasa yang tidak terungkapkan. Rasa yang penuh dengan rasa terimakasih yang tak terhingga pada ibu yang telah mendidik saya dengan penuh kasih. Ingatan saya langsung melayang ke Malang membayangkan ibu yang sudah mulai melemah, dengan sisa gurat ketegarannya.

Masih terbayang jelas di dalam benak saya, ibu saya adalah sosok yang super tegar, super tabah dan super ulet. Apapun yang berada di tangannya akan menjadi sesuatu yang mempunyai arti dan mempunyai nilai. Dan siapapun yang berada di dekatnya juga akan merasa menjadi orang yang sangat penting dan sangat disayangi. Oh...ibu..... Tidak kuasa saya membendung air mata saya. Tidak banyak yang bisa saya lakukan sekarang untuk membahagiakannya, memberikan yang terbaik seperti yang dia diberikan pada saya. Saya hanya bisa mendoakannya setiap hari agar, Allah memelihara kesehatan dan menyanyanginya di dunia dan di akherat.....amiin.

Jadi teringat juga pada teman-teman Kartini yang mengambil peran ganda. Malah tidak layak disebut peran ganda, tapi peran berganda-ganda. Mulai dari peran sebagai ibu, sebagai istri, sebagai pendidik, sebagai motivator, sebagai sahabat, sebagai anggota masyarakat, sebagai tukang masak, dan sebagai penasehat spiritual. Dan sebagian ada yang juga mengambil peran untuk turut menopang ekonomi keluarga. Salut...salut. Andai saya punya jempol sepuluh, tentu sepuluh-sepuluhnya akan saya acungkan untuk anda.

Minggu lalu saya juga sempat bertemu dengan teman yang karena takdir dan keadaan mengharuskannya menjadi ”single parent”. Tulus saya berdoa agar Allah senantiasa mendampinginya mengarungi hidup, memudahkan jalannya dan menguatkan langkahnya mengiring anak-anak tercinta menjadi generasi rabani. Amiin.

Ohhh...para ibu, para bunda....terimalah hormat saya. Saya kagumi ketegaran anda. Saya kagumi kesabaran anda. Saya kagumi keikhlasan anda. Saya kagumi semangat, motivasi dan kreatifitas anda. Semoga apa yang telah dilakukan para bunda di seluruh dunia dapat dicatat Allah sebagai amal baik. Semoga karya para bunda menjadikan Allah punya alasan untuk memberikan senyum terindahnya.

Untuk para ayah....lihatlah bunda. Bayangkan tanpa hadirnya. Apakah anda bisa seperti sekarang ?. Setiap ada laki-laki hebat.....maka lihatlah siapa wanita hebat yang berada dibelakangnya. Setiap laki-laki punya dua bunda,, bunda yang melahirkannya dan bunda yang mendampinginya dan melahirkan anak-anaknya.

Saya kehabisan kata-kata. Mudah2an keharuan dan air mata saya dapat menarik perhatian Allah untuk mengabulkan doa terbaik kita. Tetap tegar Bunda, tetap semangat, tetap bahagia, tetap penuh kasih........Allah selalu bersama anda. Allah sayang sekali sama Bunda...... I love you, too para Bunda


Salam,,, Feb Amni

The Root of Love

Note ini khusus saya tulis untuk memberi sedikit ukiran di hari ini. Hari ini adalah hari jadi pernikahan kami yang ke 17. Bukan waktu yang singkat untuk dilalui bersama. Bukan juga waktu yang lama jika bisa dinikmati bersama. Doa saya dihari ini “ Mudah-mudahan Allah melanggengkan cinta kami seperti kami melanggengkan cinta kami kepadaNya. Mudah2an Allah mengijinkan kami membentuk keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah…..dan menghantarkan anak-anak kami menjadi Generasi Rabani “….Amiin

Sampai saat ini saya tidak pernah bisa menyebut suami saya dengan sebutan “mantan pacar”. Karena saya sudah menikah dengan suami saya, tanpa melalui fase ini. Sejak belia saya menyakini bahwa perkawinan harus dilandasi oleh sesuatu yang sangat kokoh. Saya menyadari sungguh, akan kelemahan-kelemahan saya sebagai seorang wanita dan seorang manusia. Karena itu sejak belia saya bertekat untuk melandaskan perkawinan saya bukan karena cinta kepada makhluk. Karena saya juga menyadari bahwa semua makhluk adalah lemah seperti saya.

Jika bisa diibaratkan maka perkawinan adalah ibarat pohon yang kita tanam. Yang setiap hari harus kita rawat, kita sirami dan kita pupuk. Dan pada saatnya kita bisa menikmati indah bunganya, segar oksigen yang dihasilkannya, dan juga memetik buahnya pada waktunya.

Pohon dengan akar yang kokoh tidak mudah tumbang oleh angin yang berhembus kencang. Tidak akan mati karena beberapa dahannya patah. Dan tidak akan layu hanya karena perubahan cuaca..... terlalu panas atau terlalu dingin. Pohon dengan akar yang kokoh akan lebih mudah beradaptasi dengan perubahan-perubahan lingkungan di sekitarnya.

Inilah pohon perkawinan yang mempunyai akar berupa cinta kepada Allah. Karena akarnya kokoh, maka pohon ini akan tumbuh sesuai kodratnya. Pada masanya akan menumbuhkan daun-daun baru, ranting baru, bunga-bunga yang indah dan juga buah-buah yang manfaat. Bunga-bunga inilah yang saya ibaratkan sebagai cinta pada makhluk,,,, cinta pada suami. Buahnya adalah anak-anak yang menyejukkan mata dan menyejukkan hati.

Ada kalanya pohon ini tampak begitu subur dengan daun-daun dan bunga yang lebat. Seperti dalam perkawinan, tidak selamanya bunga-bunga tampak sama kesegaran dan keindahannya. Ada kalanya, beberapa bunga layu, dan beberapa daun berguguran. Tapi bukan berarti pohon itu kehilangan fungsinya. Gugurnya kelopak bunga, yang menyebabkan bunga kehilangan keindahanya adalah simbul dari harapan baru. Harapan bahwa bunga akan mematangkan dirinya menjadi buah yang manfaat.

Seperti itulah bayangan saya tentang perkawinan. Jika kita ingin pohon ini tetap hidup maka hidupkanlah selalu cinta kita kepada Allah. Dengan tidak melupakan kewajiban untuk merawat pohon ini......maka pohon akan tumbuh dengan baik dan menghasilkan bunga-bunga cinta yang indah, dan buah-buah yang manfaat. Insyaallah.....Amiiin



Salam,,,, Feb Amni

Menghamba

Aku hanya hamba..
yang tiada punya kekuatan...kecuali Dia beri kekuatan.

Aku hanya hamba...
yang tiada punya kemampuan,,,kecuali Dia beri kemampuan.

Aku hanya hamba...
yang tiada punya jalan ,,,kecuali Dia bukakan jalan.

Jadi mungkinkah,,
aku hidup dengan mengkhianati cintaNya

Jadi mungkinkan,,
aku hidup dengan mengabaikan hadirNya.

Jadi mungkinkah ,,
aku hidup dengan sesuatu yang membuatNya murka.

Aku hidup....
dalam dekap kasihNya

Aku hidup ....
dalam lingkup pengawasanNya.

Aku hidup....
karena DIA INGIN AKU HIDUP




Salam....Feb Amni

Jumat, 22 Mei 2009

Tempayan Retak

Dari Milist Perikanan IPB 21-26

Seorang ibu cina yang sudah tua memiliki 2 buah tempayan, yang dipikul di pundaknya dengan menggunakan bambu.
Salah 1 dari tempayan itu retak, sedangkan yang 1nya tidak bercela dan selalu memuat air hingga penuh. Setibanya di rumah setelah menempuh perjalanan panjang dari sungai, air di tempayan yang retak tinggal separuh.

Selama 2 tahun hal ini berlangsung setiap hari, dimana sang ibu tua membawa pulang air hanya 1 1/2 tempayan.
Tentunya si tempayan yang utuh sangat bangga akan pencapaiannya. Namun tempayan yang retak merasa malu akan kekurangannya & sedih, sebab dia hanya bisa memenuhi 1/2 dari kewajibannya.

Setelah 2 tahun yang dianggapnya sebagai kegagalan, akhirnya dia berbicara kepada ibu tua di dekat sungai..."Aku malu, sebab air bocor melalui bagian tubuhku yang retak di sepanjang jalan menuju ke rumah mu..."
Ibu itu tersenyum dan menjawab, ..."Tidakkah kau lihat bunga yang beraneka ragam di jalur yang kau lalui, namun tidak ada di jalur yang lainnya? Aku sudah tau kekuranganmu, jadi aku menabur benih bunga di jalurmu dan setiap hari dalam perjalanan pulang kau menyirami benih2 itu, selama 2 tahun ini pula aku bisa memetik bunga2 yang cantik untuk menghias meja.Kalau kau tidak seperti itu, maka rumah ini tidak bisa seasri seperti ini sebab tidak ada bunga...."

»Kita semua punya kekurangan masing2... Namun kekurangan itulah yang menjadikan hidup kita bersama menjadi menyenangkan dan memuaskan dengan saling melengkapi 1 dengan yg lain.
»Kita harus bisa menerima setiap orang apa adanya dan mencari yang terbaik dalam diri mereka.

Saudaraku sesama tempayan yang retak, semoga harimu menyenangkan. Jangan lupa mencium wanginya bunga di jalurmu.



Salam....Feb Amni

Kamis, 21 Mei 2009

Sahabat

Untuk sahabat-sahabatku……..

Sengaja aku salin puisi Kahlil Gibran ini untuk mengiingatkan kita betapa berartinya persahabatan kita ini.
Dulu kita pernah bersama-sama menghafalnya walaupun tidak pernah hafal.
Dulu kita senang membacanya bersahut-sahutan setiap ada waktu luang atau waktu yang diluangkan.

Aku tulis lagi puisi ini untuk mengingatkan kita ;
Walau kita sudah couple....sahabat tetap paling setia *
Walaupun kita hidup bergelimang harta…..sahabat tetap tak ternilai*
Dengan sahabat, ada damai di hati...... karena sahabat sudah memaafkan sebelum kita meminta maaf.
Dengan sahabat, hidup terasa lebih nikmat......karena sahabat memberi sesuai ukurannya (not too much).
Bersama sahabat, hidup menjadi penuh dengan syukur....karena kenangannya saja sudah membuat hati menjadi hangat, apalagi jika ada. **
Berbahagialah yang masih bisa menghargai sahabatnya .......karena sahabat tidak pernah melakukan apapun kecuali untuk kebaikan sahabatnya.

Dari buku Kahlil Gibran :
Sahabat adalah kebutuhan jiwa yang mendapat imbangan
Dialah ladang hati, yang dengan kasih kau taburi,
Dan kau pungut buahnya dengan rasa terima kasih,
Dia pulalah naungan sejuk keteduhanmu,
Sebuah pendiangan demi kehangatan sukmamu,

Karena kau menghampirinya di kala hati gersang kelaparan
Dan mencarinya di kala jiwa membutuhkan kedamaian.

Bila dia bicara, menyatakan fikirannya,
Kau tiada menakuti bisikan tidak” di dalam kalbumu sendiri,
Pun tiada kau takut melahirkan kata ”ya”
Dan bilamana dia diam, terbungkam tanpa bicara,
Hatimu tiada kan henti, mencoba menangkap, bahasa hatinya.

Karena dalam rangkuman persahabatan, tanpa kata,
Segala pikiran, harapan dan keinginan,
Dicetuskan bersama dan didukung bersama,
Dengan sukacita yang utuh, pun tiada kan berduka cita:
Sebab apa yang paling kaukasihi darinya,
Amatlah mungkin lebih cemerlang dari kejauhan.
Sebagaimana sebuah gunung, nampak lebih agung
Dari tanah ngarai daratan.

Janganlah ada tujuan lain dalam persahabatan,
Kecuali saling memperkaya jiwa,

Sebab kasih yang mengandung pamrih,
Diluar misterinya sendiri,
Bukanlah kasih, namun jaring yang kau tebarkan,
Hanya akan menangkap yang tiada diharapkan.

Persembahkanlah yang terindah demi persahabatan,
Jika dia harus tahu musim surutmu,
Biarlah dia mengenal pula musin pasangmu
Sebab, siapakan sahabat itu, hingga kau hanya mendekatinya,
Untuk bersama sekedar akan membunuh waktu?
Carilah ia, untuk bersama : menghidupkan sang waktu!

Sebab dialah orangnya untuk mengisi kekuranganmu
Bukan untuk mengisi keisenganmu.

Dan dalam kemanisan persahabatan,
Biarkalah ada tawa ria kegirangan
Berbagi duka dan kesenangan
Sebab dari titik-titik kecil embun kehidupan
Hati manusia menghirup fajar pagi,
Dan menemukan gairah segar kehidupan...

Note:
* diambil dari kata2 Lely di milist SMP 1 82
** diambil dari Supernova (Dewi Lestari)

Rabu, 20 Mei 2009

Hidup adalah Ibadah

Dari bukunya Lara Fridani

Ketika kumohon pada Allah kekuatan
Allah memberiku kesulitan agar aku menjadi kuat

Ketika kumohon pada Allah kebijaksanaan
Allah memberiku masalah untuk kupecahkan

Ketika kumohon pada Allah kesejahteraan
Allah memberiku kepapaan untuk dihadapi

Ketika kumohon pada Allah keberanian
Allah memberiku kondisi bahaya untuk kuatasi

Ketika kumohon pada Allah sebuah cinta
Allah memberiku orang-orang bermasalah untuk kutolong

Ketika kumohon pada Allah bantuan
Allah memberiku kesempatan

Aku tak pernah menerima apa yang kupinta
tapi aku mendapat segala yang kubutuhkan

Doaku, terjawab sudah........

Analog

Anak sulung saya adalah anak yang super aktif. Masih terbayang jelas di benak saya, tiada hari yang terlewat, tanpa kejutan-kejutan menghebohkan yang terjadi karena kelakuan-kelakuannya. Protes dari tetangga dan orang tua murid adalah hal biasa buat saya. Masih melekat erat dalam benak saya, bagaimana saya harus tetap memeluknya erat ketika dia mulai marah. Kemarahan pada anak hiperaktif, bukan seperti kemarahan pada anak2 normal. Kemarahannya tidak hanya membahayakan dirinya, tapi juga membahayakan orang lain.

Saya agak khawatir sebenarnya waktu melepaskannya untuk sekolah di salah satu SMP IT Boarding School. Saya membayangkan, bagaiman jika suatu saat ustad-ustad dan gurunya tidak sabar dengan kelakuan dan segala keisengan yang dilakukan.

Waktu kelas satu banyak sekali masalah-masalah yang timbul terkait dengan keisengan dan keaktifannya. Setiap saat saya harus menguatkan diri saya sendiri dan menyakinkan diri bahwa anakku akan baik-baik saja dan selalu dalam lindungan Allah.

Pada tahun 2006-2007, di TV sedang seru-serunya ditayangkan acara smackdown. Hampir setiap saat saya selalu mengontrol tontonan dan juga mengingatkan mereka untuk tidak ikut mencoba smackdown dan aksi –aksi yang dilakukan bintangnya di TV

Tapi sungguh di luar dugaan saya, setelah liburan semester 1. Hanya 5 hari setelah kembali ke sekolahnya, saya mendapat kabar bahwa anak saya patah tulang. Tulang betis dan tulang keringnya patah. Dengan berbagai macam rasa, cemas dan gemas saya langsung menuju ke sekolahnya di Anyer. Cemas karena takut terjadi sesuatu yang fatal. Dan gemas karena nasehat saya, 5 hari yang lalu sudah dilanggar oleh anak saya.

Tetapi pada saat saya sampai di kamarnya dengan air mata yang sudah tidak tertahankan, anak saya Ridho dengan senyum yang dipaksakan bilang, " Mama, ndak usah sedih,, aku harus ngalamin ini untuk tahu kalau omongan mama benar". Terbayang apa rasa yang ada dalam hati saya....rasa cemas dan gemas yang semula begitu menggumpal, tiba-tiba hilang lebur. Saya peluk Ridho dan yang timbul hanya rasa sayang sekali. Dan berharap Allah berkenan memberikan kesembuhan paripurna kepadanya.

Empat bulan merawatnya dan menyusun “home schooling” untuknya saya lalui dengan ringan dan ikhlas. Terkadang saya melihatnya meneteskan air matanya karena menahan sakit. Setiap saya lihat dalam kondisi seperti itu dia selalu berkata, “Bersyukurlah Ma, bahwa yang mengalami ini adalah aku, bukan adik. Kalau mama sedih, aku jangan sering ditenggokin. Biarkan aja, semuanya akan baik-baik aja. Walaupun aku akui bahwa inilah sakit yang paling sakit”. Saya tidak punya kata-kata untuk membalas caranya menghibur saya. Tapi memang sejak kejadian itu anak sulungku berubah lebih santun dan hati-hati.

Ini baru cerita kasih sayangnya ibu. Sedang kasih Allah jauh melebihi segala kasih. Andai kita bilang juga kepada Allah, seperti apa yang dikatakan anak saya, " Ya Allah,, aku rela menerima semua ujian ini, cobaan, rasa gundah ini, dan apapun yang menyesakkan dalam hidupku......karena aku yakin aku harus mengalami ini agar aku tahu bahwa yang Engkau katakan adalah BENAR". Terbayang juga kan apa yang akan dilakukan Allah. Dia kan peluk kita erat-erat dan Dia akan mendampingi kita dengan kasih sayangnya. Dan dalam dekap kasihnya,, hidup hanyalah anugrah.


Salam,, Feb Amni