Ada berapa
rasa yang menghiasai kehidupan anda hari ini ? Dua, tiga, empat, sepuluh atau
mungkin lebih. Setiap hari kita bisa
merasakan berbagai macam rasa dalam berbagai macam peristiwa. Setiap peristiwa meninggalkan kesan dan rasa
yang berbeda. Malah terkadang satu peristiwa dapat
meninggalkan berbagai rasa sekaligus.
Mungkin kita
bisa belajar tentang rasa dari cerita pendek berikut ini.
Beberapa saat
yang lalu. Ketika saya menghadiri acara
pemakaman ibunda sabahat saya. Guyuran
hujan yang datang tiba-tiba seakan-akan memberikan kesan bahwa alam ikut larut
dalam kedukaan. Semua pelayat diliputi
kesedihan yang sama. Setidaknya seperti
itulah yang tergambar dari raut wajahnya.
Apalagi ketika jenazah sudah dimasukkan ke liang lahat dan kami
bergiliran memberikan ucapan bela sungkawa.
Walaupun tidak ada tangisan histeris, tetapi isakan terdengar di antara
pelukan. Ketika giliran saya, tidak ada
yang bisa saya ucapkan kecuali, “Aku ada buat kamu ketika kamu butuh aku”. Dilanjutkan sejenak berpelukan dan sesegukan
bersama.
Saya segera
berlalu. Keharuan ini membuat dada saya
terasa sesak dan air mata yang menetes tak terbendung lagi. Belum sempat saya
mengusap mata yang berair, tiba-tiba tidak jauh dari tempat saya berdiri, ada seraut
wajah yang begitu saya kenal. Dengan
seringai lucu dan tas kresek putih yang menutupi kepalanya, dia melambaikan
tangannya ke arah saya.
“Sini….”,
katanya dengan wajah yang tampak konyol, efek dari tas kresek yang bergumpal
diatas kepalanya.
Sambil
berlali lari kecil saya menghampirinya, masih dengan mata yang basah tapi sudah
dengan senyum yang mengembang
“Hai
Mas. Kok ada disini”
“Pakai ini
dulu”, katanya sambil mengulurkan tas kresek warna merah di tangannya
“Haahh,, dari
dulu sampai sekarang masih pakai tas kresek.
Gak cukup buat melindungiku”, protes saya.
“Minimal
masih bisa melindungi isi kepalamu”
“Hahahahaha”…….
Kami tertawa bersamaan walau dengan suara yang tertahan. Karena kalimat itulah yang selalu dia pakai
ketika kami berlindung di balik tas kresek setiap kali berangkat ke kampus
berpuluh-puluh tahun yang lalu. Aaah….kenangan
baik selalu saja berhasil membangkitkan rasa bahagia walaupun di tengah suasana
sendu pemakaman.
Ketika proses
pemakaman selesai dan kembali ke
mobil. Saya terdiam sejenak. Rasa apa yang akan saya bawa pulang setelah
pemakaman ini ? Mengapa ada beberapa rasa dalam satu peristiwa ? Bagaimana rasa
bekerja dalam tubuh kita ? Betapa ajaibnya kita sebagai manusia yang bisa
mengubah-ubah rasa dalam hitungan detik ?
Apakah rasa dapat dikendalikan atau berjalan secara otomatis ? Dan apa
peran rasa dalam kehidupan manusia ?
Saya masih
terdiam. Sepertinya masih ada senyum
simpul yang terbawa pulang. Tapi juga
ada rasa haru yang bertahan. Saya
sempatkan merenung sebentar. Betapa
selama ini, kita ternyata tidak pernah peduli
dari mana rasa itu berasal. Kita menggangap rasa hanyalah hiasan dari
sebuah peristiwa. Padahal Allah telah menciptakan sistim otak yang
begitu canggih dan terkordinasi dengan sempurna hanya untuk menghasilkan rasa.
Rasa
dikendalikan oleh otak yang disebut sebagai sistem limbik yang merupakan bagian lain di tengah otak. Wilayah otak ini
juga bertanggung jawab terhadap fungsi luhur yang sangat erat terkait dengan
emosi seseorang. Sikap jujur, adil, pemaaf, mencintai, membenci, sedih, gembira,
dan menderita diatur mekanismenya di wilayah bagian tengah otak ini. Wilayah
otak ini memiliki beberapa komponen otak, yang termasuk didalamnya adalah amygdala sebagai pusat ingatan emosi.
Ternyata wilayah otak ini, tiga di antaranya berada di kulit
otak yang berperan dalam aktivitas rasional dan selebihnya berada di bagian
bawah kulit otak yang berkait dengan emosi. Jadi mekanisme sistem limbik yang mengatur rasa dalam diri kita itu, melibatkan
dua fungsi otak sekaligus yaitu fungsi rasional di kulit otak dan fungsi emosi
di bagian lebih dalam otak. (*)
Munculnya rasa kasih sayang, keadilan, pemaaf, mendendam, rasa bersalah, sedih
dan gembira itu bukan hanya bersifat emosional belaka, tetapi juga melibatkan
pikiran-pikiran rasional kita. Ingatan emosi
yang mendalam akan tersimpan rapi di dalam lapisan otak yang lebih dalam. Seperti kesenangan-kesenangan masa kecil terhadap
pelukan ibu, hadiah istimewa dari ayah, kesenangan bermain bersama, senyum
ramah dari sahabat dam lain-lain.
Seperti juga kesenangan, kenangan buruk yang mendalam pun akan tersimpan
sebagai ingatan emosi. Karena itulah
maka tidak jarang pada sebagian orang ada yang bisa mengalami reaksi berlebihan
ketika melihat binatang atau benda tertentu.
Sebagian malah bisa tiba-tiba meneteskan air mata hanya karena mendengar
lagu memori atau malah terangsang oleh suatu aroma yang khas. Setiap peristiwa yang terhubung dengan pusat
emosi di dalam amygdala ini akan direspon secara spontan dan emosional.
Dalam lapisan otak ini, selain tersimpan ingatan emosi yang
terbentuk karena pengalaman, juga tersimpan memori universal tentang kebaikan,
keburukan, keadilan, kejujuran, dan segala sifat-sifat yang dianggap baik atau
buruk oleh manusia.Tanpa belajar pun semua
rasa universal itu telah tersimpan memorinya di dalam sistem limbik.
Kenapa orang tertawa, ketika mendengar atau melihat sesuatu
yang lucu? Atau, kenapa kita menjadi berduka, ketika mendengar atau melihat
sesuatu yang menyedihkan? Semua itu, karena sudah ada memori tentang perasaan
universal di dalam memori sistem limbik. Manusia secara
kolektif telah memilikinya di bagian tengah otaknya, yang terkait dengan fungsi
luhur sebagai manusia.
Jadi ke dalam sistem limbik itu Allah telah mengilhamkan
rasa sedih dan gembira, rasa berani dan takut, rasa puas dan kecewa, rasa
tentram dan gelisah, kasih sayang dan kebencian dan
beragam nilai-nilai kebaikan dan keburukan.
Sistem nilai itulah yang menjadi acuan dan tolak ukur bagi otak untuk
mengatakan apakah sesuatu itu tergolong baik ataukah buruk. Dan kemudian,
menjadi acuan apakah sesuatu itu membahagiakan ataukah menyengsarakan.
Dan selanjutnya berdasarkan ‘memori rasa’ di dalam sistem
limbik itu, muncul perintah lewat sistem endokrin (kelenjar hormon, enzim, dsb)
yang berpengaruh kepada seluruh organ tubuh seperti jantung berdenyut lebih
kencang atau melembut, berkeringat dingin atau tidak, tangan gemetaran, dan
seterusnya.
Jadi..... bagaimana rasa dapat dikendalikan ?
Walaupun tidak semudah teorinya, tetapi para ahli percaya
bahwa kita bisa mengandalikan rasa yang terjadi pada diri kita sendiri. Sistim limbik sebagai pusat pengaturan rasa dikendalikan
oleh dua lapisan otak dengan fungsi rasional dan fungsi emosi. Amygdala akan segera merespon secara spontan
semua peristiwa yang tertangkap oleh indra dan terhubung dengan ingatan emosi. Sedangkan lapisan cortex akan
memprosesnya secara rasional. Kita dapat memberikan jeda sebentar, sebelum
bereaksi secara emosional. Dengan memberi
otak pertanyaan kecil. Seperti “apa
untungnya kalau saya marah ?”. Atau
pernyataan-pernyataan sederhana yang memberikan sugesti, seperti “Saya bahagia dan
bebas”. Tetapi yang sering terjadi adalah ketika Amygdala sudah merespon suatu
peristiwa maka cortex tidak diberi kesempatan untuk
menjalankan fungsinya. Sehingga
peristiwa yang sepele direspon dengan rasa yang berlebihan secara emosional.
Amygdala yang bereaksi secara reaktif dan emosiomal hanya dapat ditenangkan juga kenangan-kenangan yang emosional. Karena itu setiap orang punya cara masing-masing untuk menenangkan emosinya. Ada yang sampai dewasa masih menyimpan bantal bayinya, minum susu ketika cemas atau sekedar mendengarkan lagu dari box perhiasan ketika sedang gelisah. Walaupun tampak kekanak-kanakan, tetapi ingatan emosial seperti itu sangat efektif untuk menenangkan Amygdala yang sedang bergejolak. Atau kita juga dapat memanfaatkan pengalihan perhatian dengan cara yang lain, misalnya menghubungi seseorang yang sangat erat dengan memory indah di masa lalu, sekedar untuk mengalihkan perhatian Amygdala. Berbagai cara dapat dilakukan. Maka jangan buang semua kenangan masa lalu yang indah, karena suatu saat mungkin kita akan memerlukannya untuk memenangkan Amygdala yang bergejolak.
Para ahli menyarankan "Buat Amydala selalu tenang". Target positif yang ditetapkan secara frontal juga akan mendapat perlawanan dari Amygdala. Sebuah target besar hanya akan bisa direspon tubuh sebagai suatu yang positif jika kita sampaikan dengan pertanyaan-pertanyaan kecil dan sederhana. Karena itu, untuk membangun sebuah kesuksesan besar yang didukung oleh respon otak dan tubuh secara positif, harus diawali dengan sebuah langkah kecil yang sederhana.
Pertanyaan lain, apa yang terjadi jika sistim limbik kita
rusak? ……Datar. Kita akan minim respon. Tidak
sedih ketika mendengar berita duka.
Tidak pula bahagia ketika mendapat hadiah atau kabar gembira. Karena
otak yang rusak, gagal menerjemahkan sebuah momen kesedihan dan kebahagian. Atau malah di lain sisi, kerusakan sistim limbik akan menimbulkan respon yang yang ekstrim seperti pada penderita phobia.
Pada penderita
Phobia, ketakutan pada hal-hal tertentu akan direaksi secara
berlebihan. Seperti jantung berdebar-debar, berkeringat, menangis atau
berteriak-teriak kesakitan
atau bisa sesak napas dan lain-lainnya. Semua itu terjadi akibat memori
masa
lalu yang dihadirkan kembali oleh otak penderita.
Lhoo kenapa otak yang demikian canggih bisa rusak atau
menurun fungsinya ? Bagaimana menjaga agar otak tetap sehat dan
berfungsi optimal ? Hhmmm…… Masih banyak pertanyaan. Artinya kita masih harus banyak belajar.
Otak sebagai organ yang pertama yang terbentuk pada penciptaan
manusia adalah bukti kemahabesaran Allah.
Pada perkembangan janin, sel otak berkembang dengan kecepatan
25.000/menit. Hingga mencapai 100 milyar
sel pada saat dilahirkan. Dapatkan anda
bayangkan bagaimana memanage perkembangan sel yang berasal dari satu sel zygot
dan kemudian membelah menjadi bertrilyun-trilyun sel dengan fungsi dan
kepekaan yang berbeda-beda. Jadi “Nikmat Tuhan yang mana yang akan kamu
dustakan ?”
“Yang pertama kali diciptakan oleh allah
adalah akal . Lalu allah berkata kepadanya “datanglah kemari” , maka akalpun
datang kepadaNya. Allah berkata :” demi kemuliaan serta keagunganKu, tidaklah
Aku ciptakan makhluk yang lebih muia bagiKu daripada kamu . Dengan engkaulah
Aku mengambil dan dengan engkaulah Aku memberi . Dengan engkau Aku memberikan pahala dan
dengan engkaulah Aku memberi hukuman “ (Al Hadist)