Jumat, 16 Juli 2010

Wahai Jiwa yang Tenang ......

“Jadilah seperti laut, biarlah semua singgah dalam hidupmu... berdenting,, dan kemudian ditelan oleh kedalaman samudera dan ombaknya”...... nukilan kalimat ini, saya dapat ketika saya mengikuti relaksasi yang dilakukan dengan panduan seorang teman. Latihan sederhana itu adalah bagian dari acara silaturahmi yang diadakan bersama dengan teman-teman lama saya. Ternyata di dalam keceriaan acara hari itu, begitu banyak pelajaran yang sudah saya petik. Betul kata seorang teman saya, “Pelajaran, kita dapatkan seperti rejeki. Tidak terduga-duga dari mana datangnya”. Asal kita mau membuka hati, maka hati kita akan bertindak sebagai magnet yang akan menyerap pelajaran-pelajaran berharga dari sekeliling kita.

Kalimat sederhana itu seolah-olah merubah pola pikir saya. Bukan karena kalimatnya tentu. Karena saya sudah berkali-kali mendapatkan kalimat serupa di beberapa artikel. Malah saya pernah membagikannya pada beberapa teman dan beberapa milist. Tapi tidak seperti hari ini. Saya menerima kalimat tersebut seperti sebuah mukjizat. Mukjizat tentang sebuah kesadaran baru dan kemampuan baru bahwa “Kitalah kontrol atas segala pikiran, mood dan perasaan dalam diri kita sendiri”. Sebuah slogan klasik yang hampir semua orang sudah menghafalnya. Tapi saya yakin, melaksanakannya tidaklah semudah mengatakannya. Inilah mukjizat yang hadir, ketika kita sedikit saja melepas keangkuhan, merasa tak berilmu, dan membuka qolbu untuk menerima pelajaran.

Perasaan sebenarnya adalah refleksi dari apa yang kita fikirkan. Sehingga mengontrol apa yang boleh dan tidak boleh kita fikirkan adalah kunci dari pengendalian perasaan atau pengendalian “mood”.
Apa yang dipikir berulang-ulang dan fokus, akan membesar dalam gambaran otak. Masalah kecil yang selalu kita fikirkan, bagi otak itu adalah masalah besar. Oleh karena itulah tidak mengherankan jika banyak orang berselisih faham dan bersitegang hanya bermula dari hal-hal kecil. Hal-hal kecil yang dipersepsikan dan diperbesar oleh otak mereka masing-masing.

Maka sudah selayaknya kita tidak membebani otak dengan hal-hal yang sesungguhnya tidak perlu kita pikirkan. Seperti : cemooh orang lain, urusan orang lain, hal-hal yang tidak dapat kita rubah, kejadian-kejadian yang sudah ber lalu, keluhan-keluhan, makian-makian, kebohongan-kebohongan.
Tidakkah kita ingin disapa Allah seperti tertulis dalam firmannya : Wahai jiwa-jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam surga-Ku” (QS Al-Fajr [89]:27-30)

Ketenangan jiwa bukanlah sebuah hadiah yang bisa kita minta. Jiwa yang tenang adalah hasil dari sistem kerja otak yang tenang dan terkendali. Otak yang terpola bekerja tanpa kendali, akan menyebabkan kelelahan tanpa hasil. Sedangkan orang yang mampu memberikan perhatian penuh kepada satu hal dalam satu kesempatan, akan mendapatkan hasil optimal dalam setiap hal yang dikerjakannya.
Jadi jangan biarkan otak kita menjadi liar. Bergerak kesana kemari tanpa kendali. Di suatu saat ada di masa lalu dengan kesedihannya dan dalam hitungan detik beralih ke masa depan dengan ketakutannya. Kita bukannya tidak memikirkan masa lalu, kita hanya tidak mengingat-ingatnya. Dan kita bukannya tidak membuat rencana untuk masa depan, kita hanya tidak terperangkap pada apa yang akan terjadi masa depan. Kita hidup seratus persen di hari ini, maka kerahkankan semua kemampuan, daya dan pikiran kita hanya untuk hari ini. Hanya dengan seperti itulah kita bisa disebut benar-benar hidup.

Memori bagi otak adalah kenyataan. Memori yang kuat tentang suatu kejadian, menyebabkan tubuh merespon dengan respon yang sama dengan pada saat kejadian itu terjadi.

Yang lebih mengherankan, ada orang yang memonumenkan kenangan pahit masa lalunya. Ada seorang suami yang tetap menyimpan bangkai mobil yang telah menewaskan anak dan istrinya. Sepanjang tahun, dia mencoba untuk memperbaiki mobil itu. Upayanya sepanjang tahun itu, memberikan sedikit harapan. Dan dia menyukai itu.
Dan pada tanggal yang sama setiap tahunnya, dia akan menghancurkan kembali mobil itu, seperti gambarannya tentang kecelakaan yang merenggut nyawa orang-orang yang dia cintai. Setelah itu dia akan menangis sejadi-jadinya.....seolah-olah kecelakaan itu baru saja terjadi. Kesedihan, keputusasaan, rasa sakit, termasuk ritme denyut jantung yang terpacu kencang, keringat yang mengalir deras dan air mata yang tidak terbendung. Semuanya seperti nyata terjadi kembali. NYATA. Otak benar-benar tidak dapat membedakan apakah ini nyata atau hanya kenangan yang diulang-ulang.

Dan banyak dari kita juga mengalami hal yang sama. Otak kita begitu senang mengembara. Kita seperti sedang berada di belakang kemudi sebuah mobil, tapi kita tidak punya kemampuan untuk mengendarainya. Mobil itu tetap harus melaju kencang. Dia berbelok ke kanan kekiri sesuai keinginannya sendiri. Mengerikan.....sangat mengerikan,,ketika sebagai pemegang kendali, kita tidak punya kemampuan untuk mengendalikan.

Banyak masalah sebenarnya adalah tidak nyata. Yang sebenarnya bisa diselesaikan hanya dengan sejenak melepaskan pikiran kita. Sejenak meletakkannya di luar diri kita, sehingga kita bisa memandangnya dan membedakan mana masalah yang nyata dan masalah yang tidak nyata. Masalah yang tidak nyata tidak membutuhkan penyelesaian, hanya diperlukan sedikit kemampuan untuk memilahnya dan melepaskannya.
Pikiran yang liar, akan menyebabkan tubuh bereaksi tanpa kendali. Denyut jantung akan terpacu dengan cepat secara tiba-tiba. Berbagai macam hormon diproduksi secara acak, untuk merespon permintaan otak untuk suatu kondisi yang tidak nyata. Ketegangan otot, kelelahan, meningkatnya tekanan darah, jantung berdebar-debar, berkeringat, sesak nafas sampai gatal-gatal akan menjadi reaksi lanjutan dari pikiran-pikiran yang dibiarkan liar tanpa kendali.

Karena itulah demi kesehatan tubuh dan jiwa kita, sejak sekarang mulailah belajar mengendalikan pikiran. Bersyukurlah untuk semua hal indah yang terjadi dalam hidup. Biarkan dia hidup abadi dalam diri kita, untuk selalu memberikan reka ulang untuk semua semangat, keceriaan, kebahagiaan dan rasa damai. Dan buang segera segala sesuatu yang menyedihkan,memalukan,mengerdilkan dan semua hal buruk.....segera setelah kejadian itu berlalu dari hidup kita. Kita cukup mengambil pelajaran dan hikmah darinya. Setelah itu, kunci dia rapat-rapat dalam peti memori.

Banyak manusia menangis
Karena mereka mengira akan kelaparan di hari esok
Mereka merasa akan tertimpa penyakit tahun depan
Mereka berpendapat dunia akan berakhir seratus tahun lagi
Sesungguhnya orang yang umurnya bukan di tangannya
Tidak boleh menggadaikan sesuatu
Dengan sesuatu yang tidak dipunyainya
Orang yang tidak tahu kapan dia akan meninggal
Tidak boleh menyibukkan diri
dengan memikirkan sesuatu yang belum datang !
Tinggalkan urusan besok sampai datang waktunya
Jangan anda tanya kabarnya
Dan jangan anda tunggu-tunggu kehadirannya
Karena anda sedang sibuk dengan hari ini
Jadikan hari-harimu bahagia selalu.
(Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah)


Salam, Feb Amni

I Lΐƙέ Ɣ☺ur Ş̅hΐϞέ

Jangan pernah lelah
Jangan pernah menyerah
Walau jauh...
Walau lemah...
Walau terengah-engah...
Aku akan tetap menghampiriMu.

Jangan bosan dengan cintaku yang timbul tenggelam
Jangan putus asa dengan hasratku yang terombang-ambing.

Hatiku masih lurus menatapMu
Mengharap kilauMu, menyelimutiku.

Suatu saat..... Entah kapan ??
Aku akan rela....
Diri ini melebur dalam sinarMu
Sinar KeagungganMu.


Feb Amni

Rayakan Hidup,, Abadikan Cinta.....

Andai aku tak bisa lagi melihatmu,
Tak apa......
Aku masih bisa menangkap bayanganmu dalam terpaan sinar mentari.

Andai kita tak lagi bicara,
Tak apa......
Kita masih punya hati yang bisa terhubung.

Andai tak ada lagi senyummu untukku,
Aku bisa melihatmu di senyum setiap orang.

Andai tangan ini tak bisa lagi meraihmu,
Akan kuraih mereka yang membutuhkanku, atas namamu.

Dimanapun kamu......
Tenanglah !! ......
Bahagialah !! .....
Tak ada yang bisa merenggutmu dariku
Karena aku mengabadikanmu,
Dalam ada dan tiadamu.....


Feb Amni

Setan,, Mengelabuiku....

Kapan setan berhenti bekerja ??
Untuk apa dia bersemangat
Bukankah cuman neraka imbalannya...

Apakah dia tak lelah merayuku ?
Sudah kupasang muka termasamku
Dengan wajah tanpa riasan
Dan tanpa keramahan
Tetap saja dia memujiku....

Andai aku cantik ....
Aku akan percaya rayuannya
Menukar imanku dengan dunia.

Akhirnya aku bisa bersyukur
Dengan muka pas-pasanku
Karenanya kuyakin, Setan hanya mengelabuiku....


Salam, Feb Amni

Jumat, 02 Juli 2010

MengAwetkan Uang

Beberapa teman yang ingin memulai untuk membuka usaha sendiri, kerap kali bertanya pada saya “ Bagaimana sih memulai wiraswasta? “. Saya kerap kali juga merasa tidak cukup kompeten untuk memberikan jawaban akurat. Tapi terkadang terpaksa juga saya jawab sesuai dengan apa yang saya tahu dan yang sudah saya alami dan saya rasakan dalam menjalankan bisnis sendiri.

Mungkin tidak dapat dipungkiri, bahwa feeling bisnis terkadang terlahir karena kita berada di lingkungan dengan pola pikir yang sama. Atau kita dilahirkan dari keluarga yang juga pedagang atau pembisnis. Tapi bukan berarti, mereka yang dilahirkan atau di besarkan dari keluarga bukan pedagang tidak dapat memulai bisnis sendiri.

Menurut pemikiran saya, jika disederhanakan sebenarnya berniaga atau berwiraswasta adalah mengambil peluang untuk menolong orang lain. Atau dengan kata lain kita menggambil kesempatan untuk membantu orang lain keluar dari kesulitannya.

Jadi untuk melihat peluang bisnis apa yang bisa kita ambil, bisa dimulai dari seberapa banyak orang yang dapat anda tolong. Semakin sering orang lain mengandalkan kita untuk bidang-bidang tertentu, maka hampir dapat dipastikan pada bidang tersebut ada peluang bisnis yang dapat diusahakan. Jika kita sukses menolong orang lain pada salah satu bidang, maka insyaallah akan kita peroleh kesuksesan untuk bisnis pada bidang yang sama.

Saya teringat dengan kisah pertama kali saya dikenalkan dengan dunia wirausaha. Di awal tahun 1992, ketika saya baru memasuki mahligai pernikahan dengan berbagai keterbatasan ekonomi. Gaji suami yang tidak bisa dibilang besar, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok rumah tangga kami. Pada akhir bulan sekitar tanggal 25, uang belanja tinggal tersisa rp 20.000 saja. Padahal kebutuhan saya, untuk makan waktu itu sekitar rp10.000 per hari. Satu lembar uang dua puluh ribuan itu sempat saya pandangi beberapa lama. Di dalam hati saya berdoa agar Allah menberi jalan keluar untuk masalah saya ini. Sempat juga terlintas dalam benak saya, batapa bahagianya \saya jika saat itu ada orang yang berbaik hati memberi saya uang rp 40.000 saja.

Otak saya berfikir keras untuk mencari jalan keluar dari masalah ini. Hingga akhirnya saya putuskan untuk memutar uang untuk belanja besok, sebagai modal usaha. Sembari belanja saya akhirnya memutuskan untuk membeli semua kelengkapan untuk membuat es mambo. Tapi dengan cita rasa yang agak berbeda. Karena teringat dengan berapa segarnya asinan khas Bogor, maka malam itu saya membuat es mambo rasa asinan. Lengkap dengan buah dengan cita rasa asam, pedas dan manisnya yang menyegarnya. Tidak disangka ternyata, dagangan saya sangat diminati. Sampai akhirnya saya harus membeli beberapa termos lagi untuk menitipkan es mambo asinan bogor tersebut ke beberapa warung. Akhirnya tidak saja kebutuhan belanja bulan itu yang tertutupi, tapi saya juga bisa menabung sedikit-sedikit untuk tambahan modal.

Itulah cerita, pertama kali saya dikenalkan dengan dunia usaha. Sejak saat itu otak saya terbiasa berputar-putar untuk mencari berbagai macam bentuk usaha yang bisa saya lakukan dari dalam rumah. Saya merasa nyaman dengan pola usaha semacam ini, karena saya tidak perlu meninggalkan anak-anak saya.

Dan sejak saat itu pula, kami sangat jatuh cinta dengan wiraswasta. Kami menyebutnya “cara mengawetkan uang”. Uang yang ditanam sebagai modal usaha tidak saja memberi manfaat tapi juga menjadi lebih awet, karena kami hanya mengambil keuntungan yang didapat, bukan modalnya.

Dan pelajaran yang paling berharga yang saya dapat dari berwiraswasta adalah “kita menjadi semakin dekat dan sangat membutuhkan Allah”. Coba anda bayangkan, bagaimana tingkat ketergantungan kita sebagai pengusaha jika dibandingkan dengan mereka yang menerima gaji tetap tiap bulan. Jika digambarkan dengan joke ringan, “tanpa berdoa kepada allah pun, mereka akan tetap menerima gaji tetapnya tiap bulan”. Walaupun gambaran ini tidak dapat digeneralisir, tapi dapat dijadikan contoh kecil.

Kami sebagai pengusaha, hidup dalam ketidakpastian. Walau semua langkah yang kami lakukan penuh dengan perhitungan dan pertimbangan, tetapi tetap sebanding dengan tingkat spekulasinya. Yang paling mungkin kita lakukan di setiap ikhtiar dan langkah yang kami lakukan adalah memohon agar Allah senantiasa melindungi dan merahmati usaha kami.

Ada kata-kata yang sangat berkesan dari teman abah saya seorang pengusaha kayu di balikpapan. Beliau mempunyai kebiasaan berdoa sangat lama dengan menggangkat tangannya tinggi-tinggi setiap sholat berjamaah di masjid. Ketika ditanya mengapa beliau selalu melakukan hal itu, katanya, “Saya seorang pengusaha, maka keberhasilan saya sangat tergantung dengan belas kasih Allah. Saya tidak akan menurunkan tangan saya dan berhenti berdoa sampai seolah-olah saya mendengar Allah berkata YA”.

Di awal-awal menjalankan bisnis ini, saya sempat berfikir untuk kembali ke dunia kerja yang penuh dengan kepastian. Gaji tetap dengan prestasi meningkat yang selalu berbanding lurus dengan peningkatan penghasilan. Hampir semua pengusaha mengalami masa-masa awal sebagai masa-masa tersulit. Pada masa-masa ini, saya mendapati bahwa niat baik tidak selalu berbuah baik. Perbuatan baik kita, tidak selalu mendapatkan balasan serupa dari patner kita. Saya juga belajar banyak dari kecurangan, permainan tipu muslihat, jegal menjegal, sabotase, kebohongan yang selama ini sangat saya hindari dalam pergaulan saya. Karena itulah saya selalu bilang kepada teman yang akan memulai usaha sendiri, “modal bukanlah hal utama untuk memulai usaha. Tapi untuk menjadi pengusaha kita butuh mental sekuat baja, tapi selentur karet”. Dibutuhkan kekuatan yang sangat besar tidak saja untuk mempertahankan usahanya tapi juga untuk bertahan dalam kebenaran di tengah kerasnya persaingan usaha.

Senin, 28 Juni 2010

Hati sebagai CerMin....

Sungguh unik kejadian kita sebagai manusia. Kita bukan seperti malaikat, yang hanya dikaruniai ketaatan. Dan bukan pula seperti setan, yang sepanjang usianya adalah bentuk dari kelaknatan. Manusia dikarunia akal dan ruh, yang selalu disuguhkan padanya untuk memilih antara jalan ketaatan dan jalan kefasik’an. Jadi di sepanjang usia yang dilalui oleh manusia adalah penuh dengan pilihan-pilihan untuk tetap pada ketaatan atau berpaling darinya. Dan setan seperti janjinya pada Robnya, dia akan melakukan segala daya upaya untuk menggoda manusia agar keluar dari ketaatannya.

Peristiwa ini seperti digambarkan oleh Abu Dzar Al Ghifari, “Hidupku, aku lalui dalam tiga fase. Fase pertama adalah fase dimana aku bergelimang dengan dosa dan segala kemungkaran. Dan aku tak ingin kembali ke dalam masa itu. Kedua, adalah fase yang paling membahagiakanku. Yaitu ketika aku menghadap yang mulia Nabiullah, untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Dan aku selalu merindukan masa ini, dimana diriku begitu bersemangat untuk meninggalkan segala kemungkaran menuju pada kemulyaan. Fase ketiga yang aku lalui sampe sekarang, adalah fase dimana aku selalu dihadapkan pada pilihan antara ketaatan dan kefasi’an.

Karena itulah mungkin kemudian orang membuat slogan bahwa “Hidup adalah pilihan”. Sebagai manusia kita mempunyai hak penuh atas pilihan-pilihan dalam hidup dengan berbagai resiko dan konsekuensi di dalamnya. Kita bebas memilih untuk menjadi sangat baik, sedikit baik, atau sangat jahat sekalipun.
Tapi sebelum menentukan pilihan, baiklah jika sejenak kita simak firman Allah berikut,“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa yang pada diri mereka ” QS 13:11. Allah tidak pernah menakdirkan sesuatu pada hambanya, kecuali kebaikan. Seperti nukilan dari puisi Emha Ainun Najib berikut :

Maha Agung Tuhan yaang menciptakan hanya kebaikan
Maha Agung Ia, yang mustahil menganugrahkan keburukan
Apakah yang menyelubungi kehidupan ini selain cahaya
Kegelapan hanyalah ketika taburan cahaya tidak diterima
Kecuali kesucian tidaklah Tuhan berikan kepada kita
Kotoran adalah kesucian yang hakikatnya tidak dipelihara.

Jadi tidak ada yang ditakdirkan Allah pada manusia,kecuali kebaikan. Tidak ada yang digariskan kecuali kemudahan. Kitalah yang menjadikan semua masalah dan kehidupan menjadi rumit, dengan melakukan hal-hal yang seharusnya tidak kita lakukan dan tidak melakukan hal-hal yang seharusnya kita lakukan. Kita dengan sengaja, mengurangi kepekaan hati dalam menyeleksi perbuatan-perbuatan salah dan dosa. Seperti penggambaran yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw., beliau bersabda, “Kebaikan adalah akhlak yang baik, sedangkan dosa adalah segala hal yang mengusik jiwamu dan engkau tidak suka jika orang lain melihatnya.” (Muslim). Dan dari Wabishah bin Ma’bad ra berkata, ′Aku datang kepada Rasulullah saw., maka beliau bersabda, “Apakah engkau datang untuk bertanya tentang kebaikan?” Aku menjawab, “Benar, wahai Rasulullah.” Lalu beliau bersabda, “Mintalah fatwa kepada hatimu sendiri. Kebaikan adalah apa yang karenanya jiwa dan hati menjadi tentram. Dan dosa adalah apa yang mengusik jiwa dan meragukan hati, meskipun orang-orang memberikan fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya.”

Tidak selalu dorongan untuk melakukan kebaikan, mendominasi hati. Mungkin adakalanya suatu ketika kita merasa dorongan hati mengarah pada hal-hal yang salah. Itulah tantangan kita sebagai manusia. Sebagai hamba yang senantiasa terikat pada perjanjian dengan penciptanya. Mengikuti dorongan untuk melakukan sesuatu yang menjauhkan hati dari Illahnya adalah tindakan yang sangat bertantangan dengan kodrat penciptaan kita sebagai manusia. Dari sinilah asal muasal dari seluruh persoalan dan kerumitan hidup. Ketika Illah dan aturannya kita tinggalkan atau kita kesampingkan. Pada awalnya, mungkin pelanggaran kecil atau kelalaian yang tampak tidak berarti, tetapi semakin lama semakin besar dan menyesakkan hati. Seperti contohnya, ketika kita memutuskan untuk berbohong, maka runtutan di belakangnya adalah sederet upaya kebohongan-kebohongan yang lain. Yang tidak saja melelahkan jiwa tapi juga menguras tenaga dan pikiran.

Maka hati adalah rumah Allah. Rumah ini tidak akan baik, tidak akan kokoh dan tidak akan jujur, kecuali bila kita memperhatikan dan menyadari bahwa Allah selalu melihat kita. Maka apa yang akan kita lakukan jika Allah berkata,

Silahkan kalian bermaksiat, tapi jangan di bumi Allah
Silahkan kalian bermaksiat, tapi jangan lagi memakakan karunia Allah.
Dan silahkan kalian bermaksiat, asal jangan di dalam pengawasan Allah.....
Maka dimanakah,, kalian bisa melakukan maksiat ???

Dan ingatlah pula cerita, ketika Khidir meninggalkan Nabi Musa AS setelah Musa menentangnya sebanyak tiga kali. Khidir berkata, “Inilah perpisahanku dengan dirimu” (Al Kahfi: 78). Apakah kita masih bisa merasa aman dengan menentang Allah, jika membayangkan Allah akan berkata, “Inilah perpisahanku antara Aku denganmu”.

Maka tidak ada yang patut kita lalukan ketika hati berombang-ombing, kecuali kembali pada semua aturan Allah dan berpegang teguh pada Sang Penguasa Hati. Dengan menguatkan harapan melalui doa ,”Yaa muqollibal quluub tsabbit qolbiy ‘alaa diinika wa’ala thoo’atika”..wahai yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku untuk tetap konsisten dalam dien-Mu dan dalam menta’ati-Mu.”

Minggu, 20 Juni 2010

Jadilah seluas Laut.....

“Jadilah seperti laut, biarlah semua singgah dalam hidupmu... berdenting,, dan kemudian ditelan oleh kedalaman samudera dan ombaknya”...... nukilan kalimat ini, saya dapat ketika saya mengikuti relaksasi yang dilakukan dengan panduan seorang teman. Latihan sederhana itu adalah bagian dari acara silaturahmi yang diadakan bersama dengan teman-teman lama saya. Ternyata di dalam keceriaan acara hari itu, begitu banyak pelajaran yang sudah saya petik. Betul kata seorang teman saya, “Pelajaran, kita dapatkan seperti rejeki. Tidak terduga-duga dari mana datangnya”. Asal kita mau membuka hati, maka hati kita akan bertindak sebagai magnet yang akan menyerap pelajaran-pelajaran berharga dari sekeliling kita.

Kalimat sederhana itu seolah-olah merubah pola pikir saya. Bukan karena kalimatnya tentu. Karena saya sudah berkali-kali mendapatkan kalimat serupa di beberapa artikel. Malah saya pernah membagikannya pada beberapa teman dan beberapa milist. Tapi tidak seperti hari ini. Saya menerima kalimat tersebut seperti sebuah mukjizat. Mukjizat tentang sebuah kesadaran baru dan kemampuan baru bahwa “Kitalah kontrol atas segala pikiran, mood dan perasaan dalam diri kita sendiri”. Sebuah slogan klasik yang hampir semua orang sudah menghafalnya. Tapi saya yakin, melaksanakannya tidaklah semudah mengatakannya. Inilah mukjizat yang hadir, ketika kita sedikit saja melepas keangkuhan, merasa tak berilmu, dan membuka qolbu untuk menerima pelajaran.

Perasaan sebenarnya adalah refleksi dari apa yang kita fikirkan. Sehingga mengontrol apa yang boleh dan tidak boleh kita fikirkan adalah kunci dari pengendalian perasaan atau pengendalian “mood”. Karena otak kita dalam ketidakterbatasannya dalam menyerap informasi mempunyai sifat-sifat dasar sebagai berikut : (disarikan dari metode UniCom)

1. Seperti kaca pembesar

2. Seperti parabola

3. Memiliki pola

4. Tidak bisa membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak nyata.

Otak bertindak sebagai kaca pembesar.

Apa yang dipikir berulang-ulang dan fokus, akan membesar dalam gambaran otak. Masalah kecil yang selalu kita fikirkan, bagi otak itu adalah masalah besar. Dan itu pula yang akan menjadi pengendali bagi perasaan dan mood kita saat itu. Oleh karena itulah tidak mengherankan jika banyak orang berselisih faham dan bersitegang hanya bermula dari hal-hal kecil. Hal-hal kecil yang dipersepsikan dan diperbesar oleh otak mereka masing-masing.

Seperti sebuah kenangan di masa lalu. Bukan kejadian-kejadian itu yang membuat kita menjadi gelisah, tetapi perhatian yang kita curahkan secara berlebihan terhadap kejadian itu yang membuat kejadian tersebut menjadi besar dan menguras pikir kita. Tanpa mendapat perhatian, kejadian-kejadian itu hanyalah bayangan masa lalu.

Otak bekerja seperti parabola

Otak juga bisa diarahkan untuk memfokuskan perhatian pada hal-hal tertentu. Pada hal-hal yang kita anggap penting untuk dipikirkan. Dan segera alihkan otak jika dia mengarahkan radarnya pada hal-hal yang tidak memberi pengaruh apapun pada kehidupan kita. Cemooh orang lain, urusan orang lain, hal-hal yang tidak dapat kita rubah, kejadian-kejadian yang sudah ber lalu, keluhan-keluhan, makian-makian, kebohongan-kebohongan......adalah contoh hal yang tidak selayaknya membebani otak. Jika radar otak mengarah pada hal-hal tersebut,maka kitalahlah satu-satunya penguasa dan pengendali yang dapat mengarahkan parabola otak kita.

Sebagai contoh jika pagi ini, pada saat sarapan bersama, putri kecil anda menumpahkan susunya persis di kemeja kerja anda. Ohhh... pasti bukan suasana yang menyenangkan. Tapi anda dapat memilih mana yang menjadi fokus dari fikiran anda. Susu yang tumpah atau anak anda yang menumpahkan susu. Atau ketika anda berangkat ke tempat meeting, tiba-tiba mobil anda diserempet motor dari sebelah kiri. Bukannya minta maaf, si pengemudi motor malah memamerkan seringainya. Menunjukkan arogansinya dan penindasannya terhadap anda yang tidak mungkin melakukan apa-apa di tengah kemacetan itu. Kemana fokus pikiran akan anda arahkan, pada mobil yang sedikit lecet atau pada mood dan konsentrasi anda untuk menghadiri meeting.

Susu yang tumpah, tentu akan dapat segera dibuat lagi. Baju yang kotor, juga segera dapat dicuci. Mobil yang lecet, juga bukan pekara yang sulit untuk di selesaikan di bengkel. Jadi saatnyalah untuk mengatakan “IT’S SMALL THING GUYS” untuk hal-hal sepele yang tidak perlu anda pikirkan. Jadikan kata-kata itu sebagai tombol “switch off” untuk hal-hal sepele untuk tidak mengganggu pikiran anda. Untuk mempermudah maka dapat kita buat tolok ukur. Setiap masalah adalah masalah kecil jika hal tersebut tidak akan mempengaruhi kehidupan anda satu tahun yang akan datang.

Seperti juga halnya parabola, otak juga hanya dapat menfokuskan diri pada satu hal pada satu kesempatan. Karena itu jadikanlah apa yang kita lakukan pada saat ini, selalu memberikan manfaat, memberi arti dan memberi kesan yang baik dengan selalu menerapkan konsep “Satu waktu untuk satu kesempatan”. Tidak ada gunanya kita melakukan perjalanan jauh untuk berekreasi bersama keluarga, ketika pikiran kita tetap tidak bisa melepaskan diri dari pekerjaan kantor dan segala permasalahannya. Kehadiran raga tanpa jiwa......bagi keluarga kita atau siapa saja yg sedang bersama dengan kita,, sama saja artinya dengan membawa boneka berkarakter seperti kita.

Otak memiliki pola

Setiap otak mempunyai pola pikir yang unik. Pola pikir adalah adalah proses yang aktif yang dilakukan oleh otak untuk memilah, mengartikan, serta memberikan makna pada informasi yang diterimanya. Benda berwarna kuning akan terlihat sebagai warna kuning pada penangkapan indra. Tetapi akan memberikan efek psikologis yang berbeda pada masing-masing individu. Pada sebagian orang tertentu akan merasa bersemangat ketika melihat warna kuning itu. Tapi pada sebagian orang dengan pengalaman masa lalu yang kurang menyenangkan dengan warna tersebut akan merespon warna tersebut dengan pola yang lain.

Kitalah pengendali mutlak terhadap pola kerja otak. Kita bisa ibaratkan otak kita sebagai televisi. Untuk dapat menikmati sajiannya, maka harusnya kitalah pemegang remote controlnya. Bisa anda bayangkan jika kita sedang menonton televisi dan remote controlnya dikendalikan oleh orang lain yang dengan seenaknya memindah-mindah salurannya secara tidak beraturan. Seperti itulah kira-kira otak yang dibiarkan tidak terkendali dan tidak memiliki pola, dia akan secara liar mengalihkan pikiran berganti dari topik satu ke topik yang lain secara acak. Sesaat tertambat pada satu perhatian tapi dalam sekejap berpindah ke perhatian yang lain. Malah di suatu saat, melaju kencang tidak terkendali, sehingga tidak jelas apa yang sedang dipikirkan.

Otak yang terpola bekerja tanpa kendali, akan menyebabkan kelelahan tanpa hasil. Sedangkan orang yang mampu memberikan perhatian penuh kepada satu hal dalam satu kesempatan, akan mendapatkan hasil optimal dalam setiap hal yang dikerjakannya.

Jadi jangan biarkan otak kita menjadi liar. Bergerak kesana kemari tanpa kendali. Di suatu saat ada di masa lalu dengan kesedihannya dan dalam hitungan detik beralih ke masa depan dengan ketakutannya. Kita bukannya tidak memikirkan masa lalu, kita hanya tidak mengingat-ingatnya. Dan kita bukannya tidak membuat rencana untuk masa depan, kita hanya tidak terperangkap pada apa yang akan terjadi masa depan. Kita hidup seratus persen di hari ini, maka kerahkankan semua kemampuan, daya dan pikiran kita hanya untuk hari ini. Hanya dengan seperti itulah kita bisa disebut benar-benar hidup.

Otak tidak dapat membedakan yang nyata dan yang tidak nyata.

Banyak orang yang tidak dapat melepaskan dirinya dari bayang-bayang kelam masa lalunya. Beberapa bayangan terasa sangat mencekam. Pada saat bayangan itu terlintas tanpa kendali di dalam otak,maka tubuh akan merespon seolah-olah kejadian itu benar-benar terulang kembali.

Yang lebih mengherankan, ada orang yang memonumenkan kenangan pahit masa lalunya. Ada seorang suami yang tetap menyimpan bangkai mobil yang telah menewaskan anak dan istrinya. Sepanjang tahun, dia mencoba untuk memperbaiki mobil itu. Upayanya sepanjang tahun itu, memberikan sedikit harapan. Dan dia menyukai itu.

Dan pada tanggal yang sama setiap tahunnya, dia akan menghancurkan kembali mobil itu, seperti gambarannya tentang kecelakaan yang merenggut nyawa orang-orang yang dia cintai. Setelah itu dia akan menangis sejadi-jadinya.....seolah-olah kecelakaan itu baru saja terjadi. Memory yang kuat tentang masa itu, menyebabkan tubuh merespon dengan respon yang sama dengan pada saat kejadian itu terjadi. Kesedihan, keputusasaan, sakitnya, termasuk ritme denyut jantung yang terpacu kencang, keringat yang mengalir deras dan air mata yang tidak terbendung. Semuanya seperti nyata terjadi kembali. NYATA. Otak benar-benar tidak dapat membedakan apakah ini nyata atau hanya kenangan yang diulang-ulang.

Dan banyak dari kita juga mengalami hal yang sama. Otak kita begitu senang mengembara. Kita seperti sedang berada di belakang kemudi sebuah mobil, tapi kita tidak punya kemampuan untuk mengendarainya. Mobil itu tetap harus melaju kencang. Dia berbelok ke kanan kekiri sesuai keinginannya sendiri. Mengerikan.....sangat mengerikan,,ketika sebagai pemegang kendali, kita tidak punya kemampuan untuk mengendalikan.

Banyak masalah sebenarnya adalah tidak nyata. Yang sebenarnya bisa diselesaikan hanya dengan sejenak melepaskan pikiran kita. Sejenak meletakkannya di luar diri kita, sehingga kita bisa memandangnya dan membedakan mana masalah yang nyata dan masalah yang tidak nyata. Masalah yang tidak nyata tidak membutuhkan penyelesaian, hanya diperlukan sedikit kemampuan untuk memilahnya dan melepaskannya.

Pikiran yang liar, akan menyebabkan tubuh bereaksi tanpa kendali. Denyut jantung akan terpacu dengan cepat secara tiba-tiba. Berbagai macam hormon diproduksi secara acak, untuk merespon permintaan otak untuk suatu kondisi yang tidak nyata. Ketegangan otot, kelelahan, meningkatnya tekanan darah, jantung berdebar-debar, berkeringat, sesak nafas sampai gatal-gatal akan menjadi reaksi lanjutan dari pikiran-pikiran yang dibiarkan liar tanpa kendali.

Karena itulah demi kesehatan tubuh dan jiwa kita, sejak sekarang mulailah belajar mengendalikan pikiran. Bersyukurlah untuk semua hal indah yang terjadi dalam hidup.biarkan dia hidup abadi dalam diri kita, untuk selalu memberikan reka ulang untuk semua semangat, keceriaan, kebahagiaan dan rasa damai. Dan buang segera segala sesuatu yang menyedihkan,memalukan,mengerdilkan dan sebua hal buruk.....segera setelah kejadian itu berlalu dari hidup anda. Anda cukup mengambil pelajaran dan hikmah darinya. Setelah itu, kunci dia rapat-rapat dalam peti memory anda.

Banyak manusia menangis

Karena mereka mengira akan kelaparan di hari esok

Mereka merasa akan tertimpa penyakit tahun depan

Mereka berpendapat dunia akan berakhir seratus tahun lagi

Sesungguhnya orang yang umurnya bukan di tangannya

Tidak boleh menggadaikan sesuatu

Dengan sesuatu yang tidak dipunyainya

Orang yang tidak tahu kapan dia akan meninggal

Tidak boleh menyibukkan diri

dengan memikirkan sesuatu yang belum datang !

Tinggalkan urusan besok sampai datang waktunya

Jangan anda tanya kabarnya

Dan jangan anda tunggu-tunggu kehadirannya

Karena anda sedang sibuk dengan hari ini

Jadikan hari-harimu bahagia selalu.

(Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah)

Selasa, 01 Juni 2010

TaWakal sebagai KeKuatan...

Nabi Muhammad SAW, dalam suatu kesempatan pernah menanyakan kepada para sahabat, “Maukah kalian aku beritahu kekuatan terbesar manusia”. “Mau ya Rosul”, sahut para sahabat. “Ketahuilah bahwa kekuatan tersebar manusia adalah ketika dia berserah diri kepada Allah”.

Saya mendapat banyak pelajaran ketika ada kerabat yang telah didiagnosa terkena kanker servik stadium 3. Segala upaya telah dilakukan. Dan setelah pengobatan selama hampir 6 bulan, pihak RS menyerahkan perawatan pasien kepada keluarga. Kami semua sudah paham dengan isyarat dari pemulangan tersebut. Upaya berobat jalan, masih tetap diupayakan. Tetapi disamping itu, kami lebih banyak menitik beratkan pada penyerahan masalah penyembuhan ini kepada Allah. Dalam sisa harapan kesembuhan maka dilantunkanlah doa, “Ya, Allah jika mati adalah lebih baik bagiku, maka matikanlah aku dalam ridhoMu. Tapi jika hidup adalah lebih baik bagiku menurutMu,maka hidupkanlah hamba dalam kesehatan dan manfaat”. Dan dia akhir doanya beliau bernazar akan menyelesaikan hafalan Al Qur’an yang sempat terbengkalai, dan akan mengamalkan ilmunya tersebut di sebuah lembaga pendidikan di kampung halamannya.

Waktu demi waktu berlalu, kerabat saya memusatkan pikiran dan upayanya untuk menyesaikan hafalan Al-Qur’annya. Tidak lupa dengan senantiasa berdoa dan mengharapkan kasih dan mukzijat Allah atas kesembuhannya. Setelah 6 bulan berlalu, sungguh di luar dugaan.....rasa sakit yang dideritanya berkurang. Dan setelah dilakukan pemeriksaan ternyata sel-sel kanker telah menggalami penyusutan. Dan sampai hari, hampir 15 tahun setelah setelah itu, beliau masih bisa mengabdiakan ilmunya dalam konsidi sehat walafiat. Subhanallah.

Inilah inti dari kekuatan manusia. Tawakal atau berserah diri kepada Allah bukanlah akhir dari sebuah ikhtiar. Atau penutup dari semua upaya yang dilakukan. Walaupun yang sering kita saksikan adalah penggambaran dari kondisi tersebut. Ketika seseorang menderita sakit, maka segala upaya akan dilakukan mulai dari berobat ke dokter, berobat ke alternatif, pengobatan herbal dan lain-lain. Malah tidak jarang yang akhirnya pergi ke orang-orang pintar, paranormal atau juga dukun. Setelah melewati upaya yang panjang dan melelahkan dan belum juga menbuahkan hasil atau kesembuhan, maka tawakal menjadi pilihan terakhir.

Tentu bukan itu yang Nabiullah maksudkan. Tawakal bukanlah upaya terakhir. Tawakal adalah menyertai upaya dari awal hingga akhir. Sebenarnya tawakal adalah kekuatan dari sebuah upaya. Karena itulah mungkin kita bisa melihat bagaimana orang di kampung – kampung dengan fasilitas yang minimalis banyak melahirkan anak-anak berkualitas. Apa yang salah dengan pendidikan di perkotaan dengan fasilitas yang serba “wah” dan super lengkap. Dengan metoda pengajaran yang terencana dan biaya pendidikan setahun setara dengan biaya pembangunan satu lokal kelas di desa. Pastilah tidak ada yang salah dari seluruh benda mati yang disebut sebagai fasilitas. Tapi cobalah tenggok, kesombongan beberapa orang kota yang merasa bahwa fasilitaslah yang akan mendidik dan membangun anak-anak mereka. Ketika mereka mendapati anaknya bermasalah, maka memprotes lembaga pendidikan adalah upaya wajib yang pertama kali ditempuh. Dan tawakal sebagai upaya terakhir. Menggadu pada Allah, kenapa anak2 mereka menjadi demikian membebani.

Sedangkan bagi sebagian besar warga desa, yang karena keterbatasan ekonomi .....maka sekolah adalah kesempatan mewah. Satu-satunya pertimbangan dalam memilih sekolah buat memilih sekolah buat anak-anaknya, adalah kesesuaian dengan biaya yang dimiliki. Dan sejak awal proses pendidikan anaknya, orang tua mengiring mereka dengan doa sebagai kekuatan.

Saya teringat nasehat bapak mertua saya yang tinggal di sebuah desa di Cilegon. Beliau selalu tersenyum, jika kita mendiskusikan kriteria sekolah-sekolah yang layak untuk cucu-cucunya. Beliau selalu bilang, “Dulu Abah memilih sekolah untuk anak-anak, hanya dengan berdiri di depan rumah. Sekolah yang paling dekat jaraknya itulah sekolah yang dipilih. Setelah itu Abah serahkan semua kepada Allah”. S E D E R H A N A...... tapi itulah kekuatan. Kini kita bisa melihat betapa layak dibanggakannya ,, kesembilan anak-anak beliau.

MenCintai BaDai ......

Cintailah segala sesuatu yang menyebalkanmu. Cintailah apa saja yang dapat membuatmu menangis tersedu-sedu. Cintailah apa saja yang dapat membuat dadamu sesak terhimpit oleh perasaan marah dan kejengkelan yang meledak-ledak. Cintailah semua musibah, kehilangan dan berbagai macam bentuk tidakan yang tidak menyenangkanmu. Segala sesuatu yang mengeluarkanmu dari perasaan nyaman dan aman. Seperti kata Gandhi, “Saya suka pada badai. Karena dengan badai kita tahu kemampuan kita yang sebenarnya”.

Jadi mulailah mencintai badai. Mulailah belajar mencintai orang-orang yang menyebalkan. Mulailah belajar mencintai orang-orang yang paling tidak peduli dengan keberadaan kita. Mulailah mencintai mereka yang selalu meremehkan dan memandang rendah kita. Karena sesungguhnya melalui orang-orang dengan apriori tinggi terhadap kita itulah sebenarnya hati kita dikuatkan.

Perasaan nyaman, aman dan selalu diterima oleh lingkungan terkadang membuat kita lenggah bahwa banyak hal dalam diri kita yang masih jauh dari kesempurnaan. Masih banyak yang harus diperbaiki. Masih banyak cacat dan kekurangan yang sebenarnya bisa diperbaiki, tapi kita lupakan dan kita abaikan karena kita semua telah menerima kita apa adanya.

Penghormatan dapat mengelabuhi kita. Apa yang salah akan tampak benar demi penghormatan. Terkadang status dan kedudukan dapat membenarkan apa yang salah. Tidak jarang kita lihat, banyak dari para pemimpin menjadi begitu arogan dan kurang bijaksana karena tidak ada yang berani mengkritiknya. Lingkungan memfasilitasinya untuk menjadi semakin arogan dan semakin merasa benar walaupun dalam kondisi yang salah sekalipun.

Bersyukurlah jika kita sekarang dipercaya untuk menjadi pemimpin dan masih ada orang-orang yang berani dan mau menjengkelkan kita. Berani melakukan hal-hal yang dapat mengeluarkan kita dari perasaan nyaman dan terlindungi. Karena kondisi seperti ini akan semakin langka kita dapatkan, seiring dengan meningkatkan tingkat perekonomian, naiknya jabatan dan semakin tingginya kedudukan.

Pernah ada cerita hikmah yang terjadi pada masa Nabi Musa AS. Pada masa itu hiduplah seorang pencuri dan perusuh dalam masyarakat. Masyarakat sangat geram dengan perusuh ini. Sehingga suatu saat, sang perusuh dijebak. Dan akhirnya dia tertanggap basah sedang mencuri di salah satu rumah warga. Tak elak lagi, dia pun dihakimi massa. Dalam kondisi yang hampir tidak tertolong, datanglah orang bijak yang berkata,” Jangan bunuh pencuri itu, dia adalah wali Allah”. Semua tertegun, bagaimana bisa orang sebejat itu adalah wali Allah. Dan orang bijak itu menerangkan bahwa melalui kebejatan pencuri itulah warga diajari tentang pentingnya nilai-nilai kebajikan, kerjasama dan rasa syukur.

Karena itulah patutlah jika kita sebut bahwa apapun yang tidak menyenangkan dalam hidup kita adalah guru terbaik kita. Peristiwa-peristiwa yang menyebalkan, orang-orang yang arogan, orang-orang sombong, orang –orang yang mengintimidasi.....semua itu adakah guru bagi hati dan kehidupan kita. Termasuk apa-apa yang luput dari diri kita. Angan-angan yang tak pernah sampai. Apa yang luput dari kita mengajarkan kita betapa bernilainya sesuatu yang ada di dalam genggaman. Angan-angan mengajarkan kita tentang semangat dan keteguhan.

Karena sesungguhnya apapun yang menghiasi kehidupan kita hanyalah sekedar pernik-pernik. Kita kreator bagi pernak-pernik itu. Akan kita bawa kemana ?. kita simpan dimana ? kita bentuk menjadi apa ?. Sekumpulan pernik-pernik yang dibiarkan terserak dilantai dapat mencelakakan diri kita dan orang-orang yang kita kasihi.....karena dapat membuat orang tergelincir dalam ketidakwaspadaan. Tapi sekumpulan pernik-pernik akan menjadi kalung atau asesoris yang indah, jika kita luangkan waktu sedikit untuk berfikir kreatif menjadikannya sebuah karya. Maka dengan rangkaian manik-manik itu, kita akan tampil lebih cantik dan mempesona.

Jadi sebenarnya semua peristiwa adalah kebaikan. Hanya diperlukan jeda sejenak untuk berfikir, dari sudut mana kita memandangnya. Seperti kekaguman yang diungkapkan Nabi dalam hadistnya,”Sungguh unik peristiwa yang terjadi bagi orang mukmin. Semua adalah kebaikan baginya. Jika dia diberi anugrah, maka dia bersyukur....itu baik baginya. Dan jika ditimpakan baginya musibah dan dia bersabar.....itupun baik baginya”.

Maka tidak ada alasan untuk memulai hari dalam kondisi apapun kecuali dengan senyuman, rasa syukur dan tekad kuat bahwa hari ini adalah pengabdian dalam ketaatan dan pemberiaan manfaat sebesar-besarnya.

Kamis, 22 April 2010

Kado dari Allah...

Saya selalu tersenyum, setiap kali teringat betapa dramatisnya kisah kasih saya sampai ke pelaminan. Tidak ada yang menduga bahwa saya akan memutuskan menikah dengan begitu spontanitas dengan orang yang hampir bisa dibilang tidak saya kenal dengan baik.

Tidak ada informasi penting yang saya dapatkan tentang jati diri suami saya waktu itu, selain perkenalan singkat di lorong jalan kampus. Dan satu-satunya info yang saya punya adalah bahwa dia seorang aktifis kampus karena saya sering melihatnya mengisi materi di berbagai kesempatan.

Saya tidak begitu pasti apa yang mendasari tekad suami saya untuk melamar saya beberapa hari setelah perkenalan singkat itu. Dalam ketidakpahaman saya, saya hanya mampu mengungkapkan satu kata,” Wah kalau urusanan nikah-nikahan, itu bukan urusan saya. Itu urusan bapak saya”. Saya tidak menyangka bahwa jawaban entheng saya direalisasikan oleh suami saya. Dia pergi ke Malang dan melamar ke orang tua saya.

Keterkejutan saya atas lamaran tersebut, membuat proses perkenalan selanjutnya tidak dapat kami lalui dengan mulus dan penuh kasih. Yang ada adalah perdebatan dan berbagai kejengkelan yang datang silih berganti. Saya menyebutnya “proses pendekatan tanpa kedekatan”.

Setelah enam bulan dari proses itu, saya memutuskan menerima lamarannya. Saya tidak tahu, apakah ini yang disebut hidayah. Selain mulai tersentuh dengan keteguhan hatinya, saya juga tiba-tiba tertohok oleh sebuah hadist “Jika datang padamu lamaran seorang laki-laki beriman. Maka terimalah. Karena dibelakangya adalah fitnah”. Saya seolah tidak dapat bergerak, dan kelu tanpa kata-kata. Saya tidak punya alasan untuk menyebut suami saya bukan orang beriman. Maka saya hubungi orang tua saya, bahwa saya menerima lamaran.

Tidak ada rumusan pacaran bagi saya. Menerima lamaran artinya siap untuk menikah. Padahal saat itu saya masih menginjak semester 6 dan suami saya masih dalam proses penyelesaian skripsinya.

Tidak ada kata perpaling, menerima artinya siap. Tidak sampai satu bulan kemudian maka kami menikah dengan walimatul ursy yang sangat sederhana.

Ketika saya memutuskan untuk menerima lamaran tersebut, saya menggadu pada Ar Rahman. Saya berada dalam tingkat kepasrahan tertinggi. Karena bagi saya menikah adalah menyerahkan hidup. Saya tidak dapat membayangkan bagaimana jika kita menyerahkan kendali kehidupan kita pada orang yang tidak amanah. Dalam doa saya berkata,” Ya Allah saya gadaikan padamu masa mudaku, untuk menggikuti salah satu sunah nabimu.... dengan harapan tulus agar Kau ganti dengan kebahagianku di dunia dan akherat”.

Derai air mata seakan tidak mau berhenti. Hampir semalaman saya menangis. Dan hanya satu yang menguatkan hati saya, “Saya akan mempercepat perjalanan jihad saya dengan menikah muda”. Saya selalu teringat pesan Nabi, bahwa jihad seorang wanita adalah di dalam rumah tangganya. Hadist itu membuat sejak hari itu saya selalu tersenyum laksana seorang pejuang yang siap menghadapi medan pertempurannya.

Tahun-tahun pertama, masih saya lalui dengan penuh tanda tanya. Kami adalah dua manusia yang tidak saling mengenal dengan baik, yang harus melebur dengan cepat. Kami adalah dua karakter, dua adat istiadat, dua pola pikir yang harus disatukan dengan segera. Tapi tidak disangka, tidak ada riak-riak yang berarti. Alhamdulillah kehidupan kami penuh dengan kelimpahan barokah. Walaupun masih sama-sama kuliah......tapi saya dan suami telah bisa menopang kebutuhan rumah tangga kami.

Dan sampai saat ini saya menganggap perkawinan saya adalah KADO DARI ALLAH. Kami mengibarat ikatan kami seperti buffer... dua unsur dengan kararteristik yang berbeda tetapi saling menguatkan.

Semua Langkah adalah Ibadah

Kehidupan rumah tangga saya lalui dengan ringan dan sederhana. Saya selalu menyambut hari dengan kecerian pejuang. Saya merasa beruntung, karena saya tidak perlu keluar rumah untuk disebut pejuang. Karena rumah saya adalah medan jihad saya. Semua yang saya lakukan untuk keluarga saya, adalah bernilai ibadah.

Baiti janati.....rumahku, surgaku. Dan dari rumahku pula aku perjuangkan surgaku.

Selalu Mengiring Suami dengan Doa

Bagi saya, suami bukan hanya sebagai imam. Tapi dia adalah raja yang memiliki hak atas ketaatan saya atas nama Allah. Saya selalu memegang teguh ungkapan “Ridho Allah beserta ridho suami”. Yang diperkuat oleh sebuah hadist, “jika seorang wanita telah melakukan sholat lima waktu dan puasa di bulan ramadhan dan dia taat kepada suaminya, maka dia boleh masuk surga dari pintu manapun”.

Dan saya selalu mengiring semua aktifitas suami dengan doa. Doalah kekuatan bagi seorang hamba, kekuatan bagi seorang istri yang menghamba bagi suaminya. “Ya Allah, Ya Rob......seperti Engkau mencegah Yusuf melakukan kemungkaran,seperti Engkau mencegah tentara gajah menyerang Ka’bah,, maka cegahlah suamiku dari semua hal yang Engkau haramkan. Dan bantulah dia untuk menjaga amanahnya dan menjalankan agamanya”.

Kamis, 01 April 2010

Ikatan Ilahi...

Bingung….hanya itu yang ada di pikiran saya, jika secara kebetulan menyaksikan berita-berita infotement tentang artis-artis yang bercerai. Ada yang didasari dengan alasan yang sangat kuat, yaitu tidakan kekerasan dalam rumah tangga atau alasan-alasan yang kabur, hanya sebagai komitmen bersama, tanpa perbedaan dan masalah yang prinsipal Begitu mudahnya hal itu dilakukan. Seolah-olah ikatan perkawinan, hanyalah sebatas ikatan dua orang manusia yang sama-sama lemah.



Huuuuuh…tetap bingung. Atau hanya saya yang bingung. Bukannya perkawinan mereka seharusnya jauh lebih mudah untuk dijalani karena mereka memilih sendiri calon pasangannya. Bahkan mereka sudah tahu semua kebiasaan dan kepribadiannya jauh-jauh hari, sebelum memutuskan untuk menikah. Malah ada yang sudah mencoba bersilaturahmi dengan sangat akrab, dengan bermalam di rumah calon pasangannya. Apa lagi yang kurang dari proses perkenalan, sebagai tahapan untuk mengenal calonnya luar dan dalam. Andai dibukukan, apa saja yang telah mereka ketahui tentang calonnya, mungkin sudah menjadi dua atau tiga jilid buku.



Saya membandingkan dengan proses perkawinan saya yang begitu simple. Saya merasa tidak pernah ikut memilih calon pasangan saya,, tapi saya hanya menerima hadiah yang Allah berikan pada saya. Mungkin suami saya juga berfikiran sama….mudah-mudahan. Karena merasa menerima hadiah, maka yang kami lakukan adalah selalu berterima kasih pada Allah, atas apa yang telah dianugrahkan pada kami. Karena yang memberi kami hadiah adalah, Tuhan kami yang Maha Agung, maka kami tidak berani untuk semena-mena, dan mengabaikan hadiah yang sangat kami mulyakan itu. Yang kami lakukan adalah senantiasa berlomba-lomba untuk melakukan hal-hal terbaik, untuk menjaga hadiah itu dan selalu membuat Sang Pemberi hadiah tersenyum bahagia. Dalam pandangan kami membahagiakan pasangan adalah membahagiakan Sang Pemberi hadiah. Tidak ada yang rumit,, kami hanya sama-sama bertekad untuk saling menjaga hadiah itu, agar Allah tidak pernah kecewa telah menetapkan kami sebagai penerimanya.





Ketika saya memutuskan untuk menikah di usia muda tanpa melalui proses pacaran atau perkenalan yang intens. Yang terasa sangat mengebu dalam diri saya adalah “Inilah kesempatan saya, membuktikan pada Allah, bahwa saya mencintaiNya lebih dari apapun. Termasuk lebih dari mencintai diri saya sendiri”. Gelora saya, adalah gelora Sang Pecinta. Saya tidak lagi berpikir, akan dibawa kemana saya oleh suami saya kelak. Apakah dia, lelaki yang bisa mengerti saya. Apakah dia cukup kuat untuk menopang kehidupan saya. Apakah dia benar-benar mencintai saya dan ingin membahagiakan saya....... Tidak ada pertanyaan..... saya hanya ingin Allah mencintai saya dengan apa yang akan saya lakukan untukNya. Saya akan menikah dengan laki-laki yang mencintaiNya lebih dari apapun, melebihi cintanya pada diri sendiri dan juga mungkin cintanya pada saya. Tetap dengan balutan kokohnya lantunan doa yang kamipanjatkan dari sejak malam pertama kami, “Ya Allah, kami mengikatkan diri atas namaMu. Maka kami memohon kebaikan atas karakter, tabiat dan prilakunya yang berasal dariMu. Dan kami berlindung padaMu dari segala keburukan karakter, tabiat dan prilaku yang sesungguhnya datang dariMu”.



Maka kami adalah pejuang. Dan jadilah pernikahan ini adalah medan perjuangan bagi kami. Segala kebaikan dan kebahagian yang ada di dalamnya adalah anugrah yang selalu kami syukuri. Dan segala kejadian dan peristiwa yang kurang menyenangkan,, kami anggap sebagai salah satu cara untuk membuktikan cinta kami kepadaNya. Dan kami berkata Ar Rahman, “Ya Rob, kami mencintaiMu, bukan karena yang Kau berikan pada kami......tapi karena Engkaulah makna dari hidup ini sesungguhnya’. Dan untuk apapun yang terasa berat dalam perkawinan, kami katakanlah “Aku ada untukMu, Kekasihku. Dan aku akan menjalani apapun yang Kau mau”. Karena kami yakin, tidak ada yang direncanakan Sang Maha Pencinta selain kebaikan bagi kami di masa sekarang atau masa yang akan datang.



Kerena itu bagi kami, pernikahan bukanlah ikatan dua manusia. Tapi pernikahan adalah IKATAN ILAHIAH atas dua orang manusia.

Selasa, 02 Maret 2010

Jadikan seluas Danau

Saya jadi teringat dengan cerita tentang guru sufi dan muridnya. Sang murid kelihatan selalu gelisah, dan murung. Dan ketika ditanya oleh gurunya, dia menjawab bahwa masalah dalam hidupnya datang seperti tak ada habisnya. Sang Guru terkekeh. "Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam. Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu." Si murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.
"Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu," kata Sang Guru. "Setelah itu coba kau minum airnya sedikit."
Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini meringis karena meminum air asin.
"Bagaimana rasanya?" tanya Sang Guru.
"Asin, dan perutku jadi mual," jawab si murid dengan wajah yang masih meringis.
Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya yang meringis keasinan.
"Sekarang kau ikut aku." Sang Guru membawa muridnya ke danau di dekat tempat mereka. "Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau." Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa bicara.
"Sekarang, coba kau minum air danau itu," kata Sang Guru. Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, dan membawanya ke mulutnya lalu meneguknya. Seketika air danau yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya.
Sang Guru bertanya kepadanya, "Bagaimana rasanya?"
"Segar, segar sekali," kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan punggung tangannya. "Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?".
"Tidak sama sekali," kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi.
Sang Guru hanya tersenyum memperhatikannya, membiarkan muridnya itu meminum air danau sampai puas.
"Nak," kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum. "Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang dan tidak bertambah.
Si murid terdiam, mendengarkan. " Tapi Nak, rasa `asin' dari penderitaan yang dialami itu sangat tergantung dari besarnya 'qalbu'(hati) yang menampungnya. ... Jadi Nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. ... Jadikan qalbu dalam dadamu itu jadi sebesar danau."

Senin, 01 Maret 2010

Sejatinya Cinta...

Masih tentang jalan cinta, dengan nuansa cinta yang berbeda. Mabuk cintanya Zulaiha kepada budak suaminya, Yusuf. Cerita cinta yang sangat mengemparkan dan mengetarkan dunia. Sehingga Allah khusus menuliskan cerita cinta ini dalam Al Karim yang mulia. Cerita cinta yang penuh dilematik dan mengharu biru. Tanpa menuliskan detail ceritanya, saya yakin cerita ini telah melekat dalam hampir semua benak insan. Terutama pada benak-benak insan yang pernah merasakan bahwa cinta tak selamanya dapat diarahkan ke tempat yang benar dan tepat.

Tapi mungkin banyak yang belum menyimak betul ending dari kisah cinta ini. Pada saat Yusuf sudah menjadi orang yang berkuasa, ia mendatangi janda Zulaiha. Dengan hormat dan lemah lembut Yusuf berkata. " Aku tidak dapat mencintaimu saat kau masih menikah, dan aku adalah budak suamimu. Namun kini aku bebas untuk menikahimu, dan aku akan melakukannya dengan suka hati karena cintamu kepadaku." Dengan mata berkaca-kaca, Zulaika menjawab, "Tidak Yusuf, cintaku kepadamu adalah tabir. Aku telah lama mencintai Sang Kekasih secara langsung. Aku tidak lagi membutuhkan apa pun dan siapapun di dunia ini, kecuali Allah"

Cintanya pada Yusuf hanyanya tabir, yang harus disingkapnya sendiri untuk menemukan cinta sejatinya, yaitu Cinta pada Illahnya. Begitulah cinta menemukan jalannya. Tak ada yang tahu kemana dia akan mengarahkan mata panahnya. Setiap hati dipenuhi cinta. Dan setiap cinta mempunyai pancaran. Cinta sejati memberikan kehangatan tidak hanya pada tempat bersemayamnya cinta, tapi juga pada siapa saja yang dilaluinya.



Kedahsyatan rasa yang ditimbulkan oleh cinta dapat mengelabuhi sang pencinta. Rasa tergila-gila yang muncul pada awal jatuh cinta disebabkan oleh aktivasi dan pengeluaran komponen kimia spesifik di otak, berupa hormon dopamin, endorfin, feromon, oxytocin, neuropinephrine yang membuat seseorang merasa bahagia, berbunga-bunga dan berseri-seri. Tetapi menurut riset, rasa menggebu-gebu itu tidak akan bertahan lebih dari 4 tahun. Seiring berjalannya waktu, terpaan badai tanggung jawab dan dinamika kehidupan efek hormon-hormon itu akan berkurang dan menghilang.

Bayangkan betapa malangnya, cinta yang hanya didasari oleh sifat-sifat manusiawi. Sepasang sejoli yang saling menggagumi karena kerupawanan fisik masing-masing, akankah tetap dapat mempertahankan kekaguman fisik itu sampai 15 – 20 tahun usia pernikahan mereka. Apalagi yang mencintai seseorang hanya karena harta, jabatan dan kemasyhuran akan sangat melelahkan dalam perjalanan cintanya.



Cinta manusiawi mendasari cintanya pada tuntutan, harapan dan keinginan. Karena itulah dalam belenggu cinta manusiawi kita selalu perlu merasa untuk menanyakan pada pasangan kita “apakah kamu masih mencintaiku?”. Pertanyaan itu harus terus diulang-ulang. Karena bisa saja, saat ini dia ada dalam pelukan, tapi satu jam yang akan datang, satu bulan atau satu tahun lagi masihkah dia seperti itu. Siapa yang bisa menjamin perasaan cintanya akan bertahan untuk jangka waktu tertentu. Dia hanya manusia yang lemah. Dia bahkan bukanlah bukan penguasa atas hatinya sendiri. Tak ada yang bisa menjamin kesucian hati dan perasaannya kecuali penciptanya.



Jadi menggantungkan cinta dan harapan kepada sesama manusia adalah sama dengan menggantungkan diri pada dahan yang lapuk. Tak ada perasaan aman. Setiap saat kita dilanda kekhawatiran, bahwa hatinya akan berpaling, cintanya akan memudar, perhatiannya teralihkan, ada orang lain yang lebih dicintainya dan lain-lain. Andai itu yang kita rasakan saat ini. Maka inilah saatnya untuk merubah rasa. Cinta manusiawi bukanlah cinta sejati. Cinta manusiawi adalah kebutuhan. Kita tetap membutuhkannya untuk menghiasi hidup, tapi bukan sebagai tempat bergantung. Cinta sejati adalah cinta yang mengarahkan pandangannya lurus kepada Illahnya.



Untuk menggambarkan kedahsayatan cinta ini, ada sebuah kisah cinta yang mengharu biru. Kisah cinta antara Abdurrahman bin Abi Bakar dengan Laila bintu Al Judi. Sejak pertemuan dengan Laila dalam perjalannya menuju ke Syam, abdurrahman tidak dapat lagi melepaskan bayangan Lalila dari pikirannya. Dia merangkai banyak syair untuk menggambarkan kerinduannya.



Aku senantiasa teringat Laila yang berada di seberang negeri Samawah
Duhai, apa urusan Laila bintu Al Judi dengan diriku?
Hatiku senantiasa diselimuti oleh bayang-bayang sang wanita
Paras wajahnya slalu membayangi mataku dan menghuni batinku.
Duhai, kapankah aku dapat berjumpa dengannya,
Semoga bersama kafilah haji, ia datang dan akupun bertemu.

Khalifah Umar bin Al Khattab sampai iba melihat kondisi abdurrahman. Maka ketika terjadi penyerangan ke wilayah Syam, beliau berpesan agar membawa Lalila sebagai tawanan dan menyerahkannya kepada Abdurrahman.


Anda bisa bayangkan, betapa girangnya Abdurrahman, pucuk cinta ulam tiba, impiannya benar-benar kesampaian. Begitu cintanya Abdurrahman radhiallahu 'anhu kepada Laila, sampai-sampai ia melupakan istri-istrinya yang lain. Merasa tidak mendapatkan perlakuan yang sewajarnya, maka istri-istrinya yang lainpun mengadukan perilaku Abdurrahman kepada 'Aisyah istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang merupakan saudari kandungnya.

Menyikapi teguran saudarinya, Abdurrahman berkata: "Tidakkah engkau saksikan betapa indah giginya, yang bagaikan biji delima?"

Akan tetapi tidak begitu lama Laila mengobati asmara Abdurrahman, ia ditimpa penyakit yang menyebabkan bibirnya "memble" (jatuh, sehingga giginya selalu nampak). Sejak itulah, cinta Abdurrahman luntur dan bahkan sirna. Bila dahulu ia sampai melupakan istri-istrinya yang lain, maka sekarang iapun bersikap ekstrim. Abdurrahman tidak lagi sudi memandang Laila dan selalu bersikap kasar kepadanya. Tak kuasa menerima perlakuan ini, Lailapun mengadukan sikap suaminya ini kepada 'Aisyah radhiallahu 'anha. Mendapat pengaduan Laila ini, maka 'Aisyahpun segera menegur saudaranya dengan berkata:

"Wahai Abdurrahman, dahulu engkau mencintai Laila dan berlebihan dalam mencintainya. Sekarang engkau membencinya dan berlebihan dalam membencinya. Sekarang, hendaknya engkau pilih: Engkau berlaku adil kepadanya atau engkau mengembalikannya kepada keluarganya. Karena didesak oleh saudarinya demikian, maka akhirnya Abdurrahmanpun memulangkan Laila kepada keluarganya.



Betapa pahitnya nasib yang dialami oleh Laila bintu Al Judi. Kemana perginya cinta yang menggebu-gebu dari Abdurrahman bin Abi Bakar. Hanya Allah yang tahu. Kita hanya bisa memetik hikmah dari kisah ini. Ternyata sebesar apapun cinta manusia kepada manusia..... jika Allah menghendaki, maka cinta itu akan pupus dalam waktu dan cara yang hanya Allah yang tahu.

Semoga kita juga akan menemukan jalan cinta untuk menuju muaranya, Cinta Ilahiyah.

Kamis, 18 Februari 2010

Ketika Allah Minta Tolong

Dalam sebuah hadist Qudsi, Allah berkata kepada para hambanya, “Aku datang kepadamu dalam keadaan haus dan lapar. Mengapa engkau tak memberiku makan dan minum ?”. Dan para hamba menjawab, “Bagaimana aku memberimu makan dan minum, Engkau Tuhanku, aku hanya hambaMu”. Dan Allah berkata, “Aku datang dalam bentuk orang yang sedang kehausan dan kelaparan, dan meminta sedekah kepadamu, tapi engkau mengabaikanku”.


“Aku datang kepadamu untuk meminta pertolonganmu Mengapa engkau mengabaikanku ?”, kata Allah melanjutkan.

“Bagaimana aku memberimu pertolongan, aku hanya seorang hamba, sedang Engkau adalah yang Maha Perkasa”.

“Aku datang dalam bentuk seorang yang mengadukan permasalahan dan memohon pertolonganmu, dan engkau mengabaikanku”.


Andai Allah datang kepada kita dan meminta minuman yang sedang kita nikmati kesegarannya. Apa yang akan kita lakukan?.

Jika Allah berbisik, dan meminta apa yang sedang kita makan, padahal kita sedang dalam keadaan sangat lapar. Apa yang akan kita lakukan?


“Demi Allah yang hidupku ada dalam genggamannya, saya akan dengan sukarela memberikan minuman dan makanan yang sedang saya nikmati”. Mungkin begitulah yang akan kita katakan. Karena bagi kita melayani yang mulia adalah kemulian.


Tapi pada kenyataannya, tidak semua yang meminta minum, meminta makan dan meminta pertolongan, kita layani dengan setulus hati. Karena apa? Karena mereka tidak mulia?.

Bagaimana jika ternyata mereka adalah orang-orang yang dimaksud Allah dalam hadist tersebut. Betapa menyesalnya hati, melepas kesempatan memuliakan diri dengan menolong Allah.


Itulah Allah. Ternyata Ia, tidak hanya tinggal berdiam diatas sana. Tapi Dia ada disini, di depan kita, di belakang kita, di samping kita. Dia bisa datang menyerupai orang tua yang kelaparan, pemuda yang kehausan, wanita yang tersesat, anak yang perlu dibimbing, orang-orang yang terancam dan lain-lain. Akankah kita mengabaikannya, jika Allah berbisik “Ini.... AKU, kekasihku”. Dalam bentuk apapun Allah hadir, tentu karena kerinduan ini, kita akan memeluknya dan melayaninya dengan takjim.....


Wallahualam bissawab ..


Salam,, Feb Amni

Selasa, 02 Februari 2010

Ada apa dengan 40th.

Sebagian orang menyambutnya sebagai “live begin fourty”. Ada pula yang menyebutnya “puber kedua”. Yang lebih bijak menyebutnya sebagai “usia kearifan”.

Jika ditinjau dari fungsi biologis tubuh, maka pada usia ini terjadi penurunan kerja metabolisme tubuh dan fluktuasi hormonal. Penurunan kerja metabolisme tubuh, mengharuskan kita di usia ini sangat berhati-hati dalam menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh. Beberapa makanan yang dulu pada masa muda dapat dikonsumsi dalam jumlah besar, maka saat ini harus mulai ditimbang-timbang jumlahnya. Karena pada usia ini, tubuh tidak dapat lagi secara penuh menjalankan fungsi pembuangan zat-zat yang tidak lagi diperlukan oleh tubuh.

Sedangkan produksi hormonal tubuh mengalami fluktuasi. Kondisi ini hampir serupa, walaupun tak sama dengan kondisi fluktuasi kadar hormon yang terjadi pada masa pubertas. Mungkin karena itulah maka orang mengistilahkannya sebagai puber kedua. Kondisi hormonal selain mempengaruhi fungsi tubuh secara sistemik, juga secara tidak langsung mempengaruhi kondisi emosional. Kalau pada masa pubertas, remaja biasanya lebih mudah meledak-ledak dan suka melawan. Mungkin pada usia ini, ada beberapa yang masih mengalami hal serupa. Tetapi kebanyakan karena kematangan kepribadian dan pengalaman, maka gejolak emosional ini dapat dilalui dengan lebih cool. Tapi jika mau jujur, maka lain di dalam lain di luar…..itulah kondisi yang sebenarnya. Walaupun di luar tampak tenang dan damai, tapi di dalam jiwa terjadi gejolak yang sangat variatif antar individu. Karena itulah banyak orang yang mengalami banyak perubahan besar dalam hidupnya. Baik secara spiritual, emosional, kejiwaan, pola pikir dan banyak pula perubahan dalam pandangan-pandangan prinsip.

Selain fluktuatif, juga terjadi perubahan jenis hormon yang diproduksi. Pada laki-laki, terjadi penurunan hormon testoteron, yang diimbangi dengan kenaikan hormon estrogen secara simultan. Hormon testosteron ini seperti yang kita tahu, adalah hormon yang menyebabkan munculnya ciri sekunder pada laki-laki. Termasuk ciri-ciri kejantanan secara phsikis. Sedangkan pada wanita , terjadi penurunan hormon estrogen. Penurunan inipun diimbangi dengan kenaikan hormon testosteron secara simultan. Hormon estrogen adalah hormon pembawa ciri-ciri sekunder dan sifat-sifat kewanitaan..

Karena itulah pada usia ini, kita sering menemui perubahan prilaku-prilaku. Pada laki-laki, yang pada usia-usia sebelumnya, sangat cuek dan tidak memperhatikan penampilan, maka pada usia ini mulai terjadi pergeseran. Para bapak pada saat memasuki usia ini mulai suka berhias dan memperhatikan penampilannya.

Sedangkan di sisi wanita, ciri sekunder kewanitaan secara otomatis menurun fungsinya. Tetapi secara phsikis, wanita pada usia ini mulai mengadaptasi beberapa sifat kelaki-lakian. Kemandirian dan percaya diri adalah salah satu yang mengalami penguatan pada wanita di masa ini.

Dari sisi keagamaan, usia ini adalah usia pematangan. Dimana seeorang seharusnya sudah memasuki ambang kearifannya. Karena itulah Allah memberikan goncangan-goncangan dalam jiwa. Goncangan-goncangan ini sebenarnya adalah upaya Allah untuk membuat umatnya lebih kuat dalam menggenggam Robnya. Karena dengan terguncang kita akan secara otomatis mencari penggangan atau menguatkan genggaman.

Untuk hal ini Nabi mengisyaratkan dengan sebuah hadist : ”Sesungguhnya jiwa manusia itu berada diatara dua jari jemari Ar Rahman Hati ini dibolak-balikan menurut kehendaknya”

Dan diperkuat dengan sebuah firman Allah dalam Al Anfal 24 : ”.........Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan”.

Ayat ini mengisyaratkan bahwa hanya Allahlah yang menguasai hati manusia. Jadi mungkinkah kita masih bisa berjalan dengan angkuh, jika hati yang didalam dada kita sendiri, bukanlah kita penguasanya. Bagaimana kita bisa merasa memegang kendali terhadap orang lain, jika kita sesungguhnya bukanlah pengendali bagi diri kita sendiri. Jadi apapun yang terjadi di usia ini, itu hanyalah salah satu upaya Allah untuk memanggil kita mendekat. Sekuat apapun guncangan yang terjadi, selama kita menggenggamNya, maka Dia tak akan melepaskan kita.

Dan kita hanya bisa melantunkan doa Nabi, ”Ya mugholibal ghulub tsabit qolbi ala diinik” (Wahai zat yang membolak balikkan hati, teguhkan hatiku di dalam agamamu)

Salam,, Feb Amni

Jumat, 15 Januari 2010

Teman Khayal...

Anak saya yang kedua, Algi, punya teman khayal. Saya baru tahu kalau dia punya temen khayal pada saat dia sudah duduk di bangku TK. Yang Saya tahu dari anakku yang satu ini bahwa dia adalah anak super manis, tidak hanya raut wajahnya tapi juga semua tindak tanduknya. Ditengah kekalangkabutan saya dengan kehiperaktifan kakaknya, Si Algi selalu memberi kita sentuhan-sentuhan kesejukan dengan senyum dan perhatiannya.



Algi mempunyai kemampuan sosial yang boleh dibilang diatas rata-rata. Setiap ada saudara datang, maka dia yang pertama kali menyambut dengan senyum manisnya. Dari umur 5 tahun Algi sudah terbiasa menawarkan bantuan untuk orang-orang disekitarnya. Saya ingat waktu kelas 1 SD, dengan uang sakunya yang cuma seribu rupiah, dia bisa menolong beberapa orang yang menangis di kelas karena ditinggal oleh ibu-ibunya. Maklum baru penyesuaian di bangku SD. Setiap kali saya tanya, “Tadi jajan apa, Nak ?”. “Ndak jajan, mama karena di kelasku ada anak yang nangis. Jadi aku kasih aja uangku supaya dia ndak nangis lagi.” Atau kadang dia bilang “ Aku beli permen untuk dikasih ke temen-temen yang nggak bawa bekal”.



Kadang saya berpikir inilah yang disebut “Allah menguji kita sesuai dengan kemampuan kita”. Algi adalah semua kebalikan dari sang kakak. Coba bayangkan sejak umur 3 tahun dia sudah mulai bisa mandiri. Begitu mudahnya merawat Algi. Makan bisa dia lakukan sendiri, memilih baju dan keperluan tetek bengek lainnya bisa dia tangani di usia yang masih balita. Dan ketika sudah duduk di kelas 3 SD, jadwal hariannya juga membuat saya terkagum-kagum. Anak sekecil itu sudah bisa bangun malam untuk meneruskan mengerjakan PRnya atau sekedar membaca buku yang terlewatkan di siang hari. Terkadang dilanjutkan dengan mengikuti kami sholat malam. Algi juga mengambil alih tugas pengasuhan saya kepada sang adik hampir 30 %. Dari mulai mengawasi PR adik, mengawasi makan siang adik di sekolah, mengontrol sholat adik dan menemani adik di setiap kesempatan. Subhanallah…Algi adalah gambaran ideal seorang anak….Alhamdulillah.



Algi dengan teman khayalnya bisa bermain berjam-jam dengan atau tanpa teman dengan asyiknya. Algi yang emosinya sangat stabil seolah-olah ada yang membisiki dirinya dengan kalimat-kalimat yang menyejukkan hati. Algi yang selalu tergerak untuk berbuat baik kepada orang disekitarnya. Kebaikan yang dilakukan Algi, terkadang seolah-olah tidak mungkin keluar dari nalar seorang anak kecil. Seperti ada yang selalu membisikinya ide-ide hebat untuk melakukan hal-hal baik. Algi yang selalu tenang, dan gembira dengan dirinya sendiri.



Pada saat TK, saya pernah melihat Algi asyik mewarnai sebuah gambar di teras belakang rumah. Pada saat menjelang magrib, hujan lebat dan petir sahut menyahut. Kakaknya sudah sibuk dengan bunyi-bunyian yang hiruk pikuk, untuk mendramatisir situasi supaya semakin gaduh. Algi tetap bahagia dengan dirinya sendiri.



Setelah memberi pengertian sedikit kepada sang kakak untuk meredam gejolak hatinya, saya mencoba mendekati Algi. ” Sedang apa, sayang?”. ” Mewarnai ini, Ma. Tapi yang sebelah sini yang mewarnai temenku”, katanya. Deg.....ditengah suasana yang mulai temaram dan soundtrack suara petir yang memekakkan telinga.....jawaban algi membuat merinding bulu kuduk saya.

”Temennya dimana sekarang?” tanya saya.

”Ada Ma....tapi dia nggak mau ketemu mama”, jawab Algi.



Saya tidak lanjutkan pertanyaan saya. Kepala saya sudah terasa tidak nyaman. Lebih baik segera saya bawa masuk anak manis saya ke dalam rumah.



Sejak kejadian itu saya tidak pernah ungkit-ungkit lagi keberadaan temen khayal si Algi. Tapi tetap dalam pantauan dan pengawasan saya. Khawatir ada hal-hal aneh yang terjadi. Tapi beberapa tahun lalu saya pernah tanyakan ke Algi,......dia bilang temennya pergi ikut nenek kakeknya ke Malang. “Dia sudah nggak betah di sini ma”. Saya tidak meneruskan pertanyaan saya, dan sejak saat itu saya tidak pernah lagi menanyakan keberadaan teman khayalnya.



Saya hanya sekedar penasaran saja membanding-bandingkan Algi dengan diri saya. Yang terpikir oleh saya apa bedanya temen khayal Algi dan temen khayal saya. Sejak saya pertama kali mengenal rasa gundah, saya secara sadar menggangkat salah satu sosok sebagai teman khayal saya. Dia adalah sosok yang saya ciptakan dalam imaginasi saya untuk selalu menghibur dan memberi dukungan pada saya. Sang sosok ini selalu berada di kubu saya, tidak pernah bersebrangan, tidak peduli apapun yang saya lakukan.



Dalam kondisi sesulit apapun, saya tidak pernah kehilangan senyum saya. Karena Sang Sosok akan berbisik pada saya ” Hai...you are a strong girl. Ayo tersenyum, tidak ada yang bisa kamu atasi dengan murung seperti itu”. Dan kalimatnya selalu mujarab. Saya selalu bisa membayangkan senyumnya dengan jelas. Dan selalu saya balas dengan senyum terindah yang saya miliki dan saya bagikan ke semua orang termasuk orang-orang yang menyakiti hati saya.



Ketika ada orang yang menjatuhkan mental saya, dengan kelakuan dan caci-makinya sekalipun.....saya masih bisa tersenyum. Karena Sang Sosok akan berbisik pada saya, ” It’s small thing, Lady. You are unbreakable. Duniamu tidak akan berubah dengan apa yang dia lakukan padamu”. Hooop, saya tanggap kalimatnya dengan jitu. Langsung masuk ke hati bagai tetes air madu ditengah dahaga.



Ahhh....nikmatnya hidup saya. Saya tidak pernah merasa sendiri.....karena teman khayal saya selalu setia menemani. Saya tidak pernah kehilangan semangat.....karena kata-kata Sang Sosok selalu diupgrade sesuai dengan kebutuhan saya.



Saya hanya berharap andai benar Algi mempunyai teman khayal, maka teman khayalnya adalah tidak bertuan, bener-benar teman khayal. Karena entah yang saya lakukan benar atau salah tapi teman khayal saya bertuan....antara ada dan tiada. Dialah sosok idola saya. Saya tidak pernah tahu tuannya ada dimana. Berpuluh-puluh tahun saya berteman dengan bayanggannya dan tidak ingin mencari dimana tuannya.



Setelah berpuluh-puluh tahun berteman dengan teman khayal saya....kadang saya berharap bisa menemuinya di alam nyata. Karena selama ini saya hanya berteman dengan bayangannya yang black and white....sesuai dengan tipe TV jaman saya menggangkatnya menjadi Sang Sosok. Saya berharap suatu saat nanti teman khayal saya akan bangga dengan saya yang sekarang. Saya yang telah didampinginya berpuluh-puluh tahun,..... sekarang sudah menjelma menjadi sosok wanita seperti yang dia inginkan.



Yang paling saya takutkan adalah ketika saya bertemu tuannya, Sang Tuan akan berteriak menyalahkan saya ” Saya tidak akan memaafkanmu, karena kamu telah mencuri bayangan saya”. Sampai hari ini saya belum dapat memikirkan kata maaf seperti apa yang akan saya sampaikan pada Sang Tuan.



Andai Sang Tuan bisa diajak untuk bernegosiasi, saya akan melamarnya lengkap dengan hantaran dan peningset.....agar Sang Tuan mau menjadi sahabat saya seperti bayangannya yang telah setia mendampingi saya berpuluh-puluh tahun.



Duuuuh...apa yang akan saya lakukan andai Sang Tuan tidak berkenan. Masih ada satu opsi lagi.....dengan ekspresi paling memelas yang saya punya, saya akan memohon , ”Jangan ambil hak saya untuk berteman dengan bayangan anda, Tuan”.



Andai tidak berhasil juga negosiasi saya, maka saya akan tetap menjadi ”Strong women”, seperti yang selalu dia inginkan. Dan saya akan kembali ke dunia saya, ....tetap dengan berjuta-juta terimakasih kepada Sang Sosok dan Tuannya yang telah membesarkan saya dan setia menemani saya berpuluh-puluh tahun. Dan teriring doa..............agar sang sosok dapat bersahabat dengan Tuannya seperti saya bersahabat dengannya berpuluh-puluh tahun, dalam motivasi, kesetiaan, persahabatan dan rasa damai.

Selasa, 05 Januari 2010

Belajar dari Ibrahim...

Dialah Ibrahim…
Sahabat Allah, pembangun jalan Musa, Isa dan Muhammad saw.
Simbul kemuliaan, martabat dan kesempurnaan manusia.

Setelah seratus tahun menjalani kenabian di tengah umat manusia, hidup sebagai pemimpin yang berjuang melawan kaum penyembah berhala, kaum jahiliah dan penindas..
Yang meraih kemenangan di semua front pertempuran dan berhasil dalam melakukan segala tanggung jawab.

Ibrahim telah menyerahkan hidupnya karena Allah, dan itulah sebabnya ia merasa sudah mematuhi Allah.

Tetapi untuk menjadi taat, dia harus menjadi bebas secara mutlak.
Kelemahan Ibrahim adalah perasaan cintanya kepada Ismail sang buah hatinya. Ismail Anaknya yang disayang, buah kehidupannya.

Karena kecintaannnya kepada Ismail maka Allah mencobanya dengan meminta Ismail. Dia harus memotong urat nadinya hingga ia tak bergerak lagi. Inilah yang Tuhan inginkan darinya.

Cobaan ini sungguh berat bagi Ibrahim.Lebih mudah baginya mengorbankan dirinya sendiri ketimbang putra semata wayang nya..yang telah dinantinya selama seratus tahun..pelipur dukanya..bunga hatinya..

Sebelum ia melaksanakan perintah itu, ia panggil Ismail buah cintanya.

Di Mina, di sebuah sudut yang sepi, Ibrahim berbicara kepada anaknya. Langit semenanjung Arabia tak sanggup menyaksikan percakapan yang bersahabat antara seorang bapak dan anaknya yang telah dinantikannya selama seratus tahun. Percakapan yang intim namun menyedihkan.

"Ismail anakku, aku telah bermimpi dan dalam mimpi itu aku menyembelihmu", ia mengucapkan kata-kata itu begitu cepat hingga ia pun tak dapat mendengarnya. Kemudian ia membisu lagi, tak kuasa ia menatap Ismail.

Ismail menyadari apa yang sedang berkecamuk dalam hati ayahnya..dan ia menenangkannya denganberkata " Ayah, patuhilah dan jangan ragu-ragu untuk memenuhi perintah Tuhan Yang Maha Kuasa.. Engkau juga akan mendapati diriku sebagai orang yang patuh dan dengan pertolongan Allah aku dapat menanggungnya"....

Ismail sang pemberani yang menerima kehendak Allah, tampak begitu tenang seolah tidak terjadi apa-apa.

Pisau telah tertempel di leher Ismail, Ayah dan anak pemberani telah menyerahkan total kehendaknya kepada kehendak Allah.
Demi Allah..segalanya untukMu ya Allah....

Sebelum pisau menggores nadi Ismail...tiba-tiba seekor domba datang membawa pesan."Wahai Ibrahim, Tuhan tidak menghendaki engkau mengorbankan Ismail. Domba ini dikirimkan kepadamu sebagai tebusannya. Engkau harus melaksanakan perintah ini.

Allah Maha Besar.
"Tuhan telah memuliakan Ibrahim dan Ismail sampai pada taraf mereka menyerahkan total semua kehendaknya hanya pada kehendak Allah…..

Ini adalah kisah tentang kesempurnaan manusia dan keterbebasannya dari sifat suka mementingkan diri sendiri dan hasrat-hasrat duniawi.

Sebagaimana Ibrahim. engkau harus memilih dan membawa Ismailmu ke Mina.

Siapakah Ismailmu?
Apakah ia istrimu, suamimu, anakmu, pekerjaanmu, kecantikanmu, kekuasaanmu, cintamu, bakatmu, kepandaianmu…....
Engkau yang tahu ...Aku tidak tahu...
Tetapi pastilah hal-hal yang sangat engkau cintai sebagaimana Ismail yang sangat dicintai Ibrahim.

Jangan engkau sendiri yang memilih tebusan, biarkanlah Allah Yang Maha Kasih yang menentukan dan memberikannya kepadamu sebagai hadiah...

Subhanallah...Maha Besar Allah..Maha Kasih Allah... (diintisarikan dari Note di FB Dina Adityareni)