Jumat, 18 Februari 2011

PERANG BESAR

Usai perang badar nabi berpesan pada sahabat-sahabatnya. “Masih akan ada perang yang jauh lebih besar daripada perang ini”. Dan para sahabat bertanya “perang apa itu ya Rosul”. Nabi menjawab, “Perang melawan hawa napsu”.

Mengapa besar ? karena napsu adalah bayangan dalam diri kita sendiri. Napsu ketika dipergunakan dengan tuntunan yang benar, maka dia adalah perhiasan dan penyemangat dalam kehidupan. Tapi dalam geloranya, manusia dapat dilumpuhkan dan dibuat tidak berdaya oleh napsunya sendiri.

Saya punya cerita yang menarik yang berkaitan dengan ini. Ada seorang penguasa alim dan ajudannya sedang menyaksikan iring-iringan hasil rampasan perang. Dalam iring-iringan itu selain harta benda juga ada wanita-wanita dan budak yang dijadikan tawanan.

Penguasa itu sejenak terpikat dengan salah seorang wanita yang ada di dalam iringan. Ajudannya menangkap pandangan kekaguman yang terpancar dari mata bagindanya. Maka dia berkata,”Apakah menurut Baginda, wanita itu cantik”. 

 “Ya benar, jika engkau menyukainya, aku akan menikahkanmu dengannya besok” ujar penguasa itu.

“Bukankah baginda menyukainya?”.

“Betul, aku menyukainya......karena itu aku ingin bilang kepada napsuku bahwa aku menggalahkannya”.

Cerita itu sangat sederhana, tapi kalimat terakhir dari penguasa yang alim itu selalu memberi saya inspirasi bagaimana hidup damai dan saling menghargai bersama napsu. Ketika napsu hampir berhasil menggalahkan kita, maka saatnya kita berkata pada diri sendiri, “BETUL, AKU MENYUKAINYA......KARENA ITU AKU INGIN BILANG KEPADA NAPSUKU BAHWA AKU MENGGALAHKANNYA”.

Makanan napsu adalah diperturutkan. Dan dia akan melemah dengan pengendalian. Kalimat itu selalu bisa menjadi penyemangat untuk selalu menang melawan hawa napsu. 

Napsu pada hal mubah (boleh) saja jika diperturutkan secara berlebihan bisa menjadi haram. Apalagi jika napsu terhadap hal haram. Tidak ada pilihan bagi kita, kecuali .......mengalahkannya !!.

Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa jika kita masih suka melalukan yang haram, maka kita susah melalukan hal-hal yang wajib. Dan yang masih bergelimang dengan hal-hal yang subhat (ragu-ragu) maka berat baginya melaksanakan ibadah-ibadah sunah. Dan seseorang yang masih memperturutkan hal-hal mubah secara berlebihan maka dia berada diantara dua hal tersebut.

Karena itulah ketika seseorang bergelimang maksiat, maka akan sulit/berat baginya untuk melaksanakan ibadah-ibadah wajibnya. Begitu pula dengan seseorang yang masih merasa nyaman dengan tindakan-tindakan subhatnya maka sulit baginya untuk melaksanakan ibadah-ibadah sunahnya.

Mari tersenyum manis pada napsu yang sejatinya adalah diri kita sendiri. Dengan menggatakan kepadanya,”BERSAHABATLAH DENGANKU ATAU AKU AKAN MENGALAHKANMU DENGAN MEMATAHKANMU”.


salam,, Feb Amni