Kamis, 29 November 2012

Petaniku Sayang, Petaniku Malang


Bisakah kita bayangkan jika 20-30 tahun yang akan datang tidak ada lagi pemuda yang tertarik untuk menjadi petani, peternak, petambak atau nelayan.  Atau dengan kata lain sektor agraris mejadi hal yang tidak lagi menarik bagi generasi  muda.  Saat dimana generasi muda lebih memilih untuk bekerja  menjadi buruh, tukang ojek atau bekerja di sektor-sektor informal sebagai pedagang kecil-kecilan dan lain-lain.  Saat inipun sebenarnya sudah menggambarkan krisis ketertarikan tersebut.    Desa-desa mulai ditinggalkan.  Daerah-daerah pesisir dan pedalaman mulai kehilangan pemudanya.  Dan para petani, peternak dan nelayan mulai menasehatkan kepada anaknya, “Sekolahlah yang benar Nak, agar suatu saat nanti kamu dapat menjadi orang yang berhasil tidak seperti bapak yang hanya menjadi petani/nelayan”.   Petani/nelayan yang beruntung bisa menyekolahkan anaknya, berharap suatu saat nanti anaknya akan dapat menjadi pegawai  dan bukan menjadi petani/nelayan seperti dirinya.  Gambaran hidup menjadi petani atau nelayan menjadi menakutkan dan tidak menjadi alternatif pilihan hidup bagi generasi muda.

Jadi dapatkah anda bayangkan jika 20-30 tahun yang akan datang tidak ada lagi beras, ikan, sayur mayur dan buah-buahan yang  diproduksi di dalam negeri.  Semua harus diimport dan didatangkan dari negara lain.  Maka makan ikan asin dengan sayur bayam sekalipun akan menjadi sajian yang mewah.  Tidak ada lagi sayur mayur, buah, beras, ikan, ayam, atau telur yang bisa dibeli dengan harga murah. 

Bagi mereka yang punya uang mungkin bisa bilang tidak peduli.  Tapi masihkah mereka tidak peduli jika orang di sekitarnya menjadi orang-orang yang buas karena kelaparan.  Mudah-mudahan tidak ya.  Dan mudah-mudahan juga kondisi itu tidak akan terjadi.  Tetapi gambaran pahit itu bukan berarti tidak mungkin terjadi di negara kita yang gemah ripah loh jinawi ini.   Di negara yang digambarkan sebagai surganya agribisnis karena tanaman apapun bisa tumbuh dengan subur.  Tapi sumberdaya alam yang subur ini tidak berarti apa-apa tanpa ada yang menggarap.

Sebelum terlambat….maka sekaranglah saatnya peduli. 

Saya pun sebagai alumni IPB, sangat-sangat malu karena sejak dulu tidak memilih untuk menggeluti sektor pertanian sebagai lahan bisnis maupun lahan saya dalam berkarya.  Baru dua tahun belakangan ini, atas dukungan seorang teman, kami mulai membangun kembali semangat untuk menggerakkan sektor agraris.  Dimulai dari 1800m tanah yang diperuntukkan untuk budidaya ikan air tawar, peternakan ayam kecil-kecilan dan penanaman sayur-mayur secara tumpang sari. 

Kami membangun usaha ini dengan semangat membangkitkan kembali ketertarikan pemuda dalam sektor agraris.  Karena itu kami memilih bentuk usaha kemitraan antara pemodal dan Kelompok Tani.  Kami menamakannya Kelompok Tani Mina Insan Karya.  Kami mulai dengan menggabungkan 12 semangat anak-anak muda didalamnya.

Mudah ?....tentu tidak.  Setelah memasuki sendiri sektor ini, kami baru menyadari betapa kerasnya perjuangan petani/peternak.  Dengan modal yang tidak bisa dibilang kecil, kami harus berhadapan dengan tingkat spekulasi yang sangat tinggi.  Kondisi alam, cuaca, hama, penyakit menjadi hal yang bisa datang tiba-tiba seperti sebuah bencana alam.

Kami dapat pelajaran pertama dengan hilangnya benih-benih lele hanya satu minggu setelah ditabur karena air sungai yang meluap.  Kami tidak pernah menyangka bahwa kondisi empang yang cukup dalam, masih bisa meluap ketika hujan sangat lebat.  Setelah itu baru kami memasang paranet disekitar empang.

Sedih ? ….. iya.  Beberapa anggota Kelompok Tani malah memutuskan untuk keluar, karena merasa tidak yakin bahwa usaha budidaya ini akan berhasil.  Padahal pola usaha yang kami tawarkan sudah sangat memihak kepada petani penggarap.  Sebagai pemodal kami berkewajiban menyediakan tanah, benih dan pakan.  Dan sebagai petani penggarap mereka berkewajiban untuk memelihara dan merawat ikan yang kita budidayakan sampai siap dipanen.  Pada saat panen nanti pemodal hanya mendapatkan 30% dari keuntungan bersih dan petani penggarap mendapat sisanya. 

Jika anda bertanya apa yang kami dapatkan dalam hampir 2 tahun ini.  Secara materi…..tidak ada.  Tapi kami mendapat kepuasan atas terlaksananya idealisme kami untuk turut mengambil peran dalam lahirnya kembali petani-petani dan peternak-peternak muda.  Dan satu pelajaran yang sangat penting yang tidak akan kami lupakan adalah bahwa para petani dan peternak dan juga nelayan tentunya adalah pahlawan-pahlawan yang telah mengorbankan hidupnya untuk menjamin kelangsungan hidup kita semua.  Mereka rela jauh dari kemewahan.  Jauh dari kemajuan.  Jauh dari kenyamanan dan juga jauh dari rasa aman.  Hidup mereka seperti bertaruh.  Bertaruh dengan alam.  Bertaruh dengan cuaca dan bertaruh dengan hama dan penyakit.  Tidak ada yang dapat dipastikan dalam hidup mereka.  Ketika mereka berupaya sepanjang hidupnya untuk menjamin kita kenyang, mereka sendiri terkadang tidak tahu, harus makan apa besok.

Hiks….sedih.  Padahal masih banyak dari kita yang tidak pernah rela membayar lebih untuk semua sayur, buah atau ikan yang dijual dipasar.  Kita hanya ingin semua tersedia dalam harga murah.   Maka saat ini, ditengah hujan yang deras menguyur negri….. marilah kita ingat petani  yang sedang sibuk membajak tanah tanpa memperdulikan badannya telah menyatu dalam lumpur dan hujan.


Seharusnya menjadi hal yang aneh jika tanah yang subur dan luas ini tidak menjadi hal yang menarik untuk diusahakan sebagai lahan produksi.  Dalam sebuah lagu malah digambarkan “Tongkat dan batu pun jadi tanaman”.  Saya bukan orang pandai yang bisa merekomendasikan langkah-langkah akurat yang bisa diambil oleh pemerintah.  Saya hanya berharap suatu saat nanti pemerintah dan kita semua menjadi sangat  peduli terhadap sektor pertanian.  Dan suatu saat nanti petani-petani  kita dapat hidup sejahtera, dan dapat menggarap lahannya dengan bantuan teknologi modern.  Sehingga kita tidak perlu ketakutan dengan pepatah “tikus mati di lumbung padi” dan tidak ada lagi gambaran yang mengidentikkan petani/nelayan dengan kemiskinan.     

Tulisan ini saya buat hanya untuk menyentuh setiap hati agar peduli kepada petani/peternak dan nelayan.   Mudah-mudahan kepedulian itu akan menjadi tindakan nyata…..kecil atau besar, untuk menolong petani menjadi lebih sejahtera.   Dan juga membujuk para pemuda untuk kembali tertarik kepada sektor agraris.  Sehingga 10 tahun yang akan datang kita akan mendapati siswa-siswa di Sekolah Dasar menuliskan cita-citanya sebagai “petani”, “peternak” atau nelayan”

Senin, 26 November 2012

Melawan Luka


Hari ini dunia memperingati Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan.  Sejak 2001, jumlah perempuan korban kekerasan di Indonesia terus meningkat.  Data yang dilansir Komnas HAM Perempuan tahun 2011 menyebutkan, kekerasan terhadap perempuan mencapai 119.107 kasus yang terekam dari 393 lembaga pendamping di seluruh Indonesia.

Sembilan puluh enam persennya merupakan kekerasan domestik, pelakunya dekat dengan korban.  Dan diantara ribuan korban itu, sejumlah perempuan berupaya bangkit dari keterpurukan.  Mereka berjuang melawan luka.  Mereka berusaha mendapatkan kebebasannya dan keluar dari trauma panjang.

Saya menjadi teringat dengan sebuah kisah nyata tentang seorang perempuan muda bernama Riris,  yang sedang memulai karirnya.  Dia tidak bisa menolak ketika atasannya mengirimnya ke sebuah pulau terpencil, untuk mengumpulan data.   Sendiri.  Segala keperluannya disiapkan oleh seorang logistic officer.  Kita sebut saja namanya Rama.   Selain bertugas menyediakan keperluan Riris, Rama juga bertugas sebagai asisten pendamping .  Sehingga selama  tiga hari berada di pulau itu, Riris dan Rama harus segera menjalin kerjasama yang baik untuk mendapatkan data yang optimal dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.  Hanya mereka berdua.  Hari pertama dan kedua dapat dilalui dengan aman dan baik.  Tapi entah setan apa yang merasuki Rama di hari ke tiga.  Hampir dini hari Rama meminta ijin untuk memasuki kamar.  Dia bilang charnger handphone nya tertinggal, dan dia tidak bisa menunggu sampai pagi karena HP nya sudah low bat dan masih ada yang harus dikomuniasikan. 

Kelanjutannya seperti cerita-cerita di sinetron.  Rama merayu-rayu untuk diijinkan masuk.  Riris merasa segan dan mengijinkan Rama masuk.  Rama mengunci pintu.  Dan….. hal terburuk dalam kehidupan Ririspun tidak dapat dihindari.  Kebuasan nafsu Rama telah merenggut kehormatan Riris . Perlawanan, tendangan,  terikan, hibaan sampai dengan tangisan bercampur doa, tidak mampu memalingkan Rama dari nafsu setannya.

Hanya sesaat setelah nafsunya terlampiaskan, Rama tersenyum puas sambil meninggalkan kamar.  Meninggalkan Riris yang tiba-tiba merasa tidak berdaya dan sangat-sangat terhina.  Tidak ada orang waras yang bisa memahami apa yang dipikirkan oleh orang semacam Rama.  Tapi nyatanya dari tahun ke tahun tindakan kekerasan dan pemerkosaan tidak pernah menurun.

Riris mencoba bangkit dan menguatkan diri untuk kembali ke Jakarta.  Mungkin tidak banyak korban yang sekuat Riris.  Dia pergi ke kantornya dan menuliskan kronologis tindakan asusila yang dilakukan Rama.  Dia menghadap ke atasannya dan melaporkan kejadian buruk itu secara rinci. 
Rama dipecat dan tidak mendapat rekomendasi baik untuk pekerjaannya.  Dengan catatan itu Rama tidak akan pernah diterima bekerja di perusahaan manapun karena kelakuan bejatnya. 

“Aku memang bukan Tuhan yang mampu memaafkan siapa saja.  Memaafkan Rama bukan hal yang mudah bagiku.  Trauma kejahatannya masih terlintas hadir benakku.  Entah sudah berapa ribu kali aku menangis di hadapan psikiaterku.  Namun kenyataannya aku harus menerima  bahwa kejadian itu pernah terjadi dalam hidupku”, begitu kira-kira yang di tuliskan Riris disalah satu Diary nya.

Setelah delapan tahun berlalu, Riris menemukan email  Rama di inboxnya.
Dear Riris….
Aku masih menyimpan kartu namanu.  Aku ,masih ingat alamat emailmu dan aku juga masih ingat bagaimana kau tersenyum.  Sampai dengan saat ini, hanya kau satu-satunya wanita yang membuat kusadar akan kebrutalan nafsuku.

Riris….terima kasih telah membuatku menyadari betapa berharganya sebuah kehormatan bagi seorang wanita.  Walaupun kau tak mempidanakan kasusku tapi aku yakin ada pembalasan yang setimpal untukku di akherat kelak.  Aku menyadarinya saat aku menikahi seorang waita yang juga menjadi korban keganasan laki-laki seperti diriku.

Susah payah aku mengembalikan kepercayaan diri istriku.  Susah payah aku membantu memulihkan jiwanya akan trauma itu.  Aku benar-benar teringat dirimu Riris…. Tentu dengan susah payah pula kau menata hatimu kembali.

Sampai kapanpun kau boleh membenciku….aku tahu, maafpun mungkin tak akan cukup memperbaiki dan membayar semua kesalahanku yang dulu.  Aku ikhlas jika Allah menghukumku sedikit demi sedikit di dunia ini.  Aku hanya berharap semoga Allah selalu memberiku hidayah agar selalu berjalan dalam koridor syariatnya-Nya.

Terimakasih Riris, kamu sudi membaca emailku

                                                                                                                                                                Regard
                                                                                                                                                                Rama

Tanpa terasa air matanya menetes.  Email Rama membuat Riris menangis.  “Mengapa Allah membuat seseorang tobat lalu dibayar dengan kehormatanku.  Ohh… Apa Allah perlu bertanya kepada hambaNya untuk sebuah garis yang telah ditetapkanNya ?” .  Kalimat itu menutup sesegukannya.  Diusapnya air matanya dan hatinya terasa lebih lapang.  Kalimat itu  menandai bahwa dia memaafkan Rama.

Riris, perempuan hebat.  Tidak semua korban pemerkosaan bisa kembali bangkit.  Untuk membela dirinya.  Apalagi untuk kembali mewarnai hidupnya.  Hanya perempuan hebat yang dapat memaafkan orang yang telah merenggut kehormatannya.  Memaafkan adalah hal tersulit yang sekaligus menjadi awal dari melawan luka.

Bagi korban kekerasan terutama pemerkosaan, melewati hari adalah pekerjaan berat.  Sahabat psikiater saya pernah membagi tipsnya.  Bagi mereka melewati satu hari dengan “merasa” selamat,  itu sudah merupakan prestasi.  Karena itu biasanya mereka diminta untuk memfokuskan tujuan hidupnya hanya untuk sampai terbit matahari.  Maka ketika dia terbangun dan mendapati dirinya masih hidup, maka dia boleh merayakannya.  Boleh dengan menandai coretan bertanda bintang di tanggal kemarin.  Berjalan-jalan bertaman.  Minta di bacakan dogeng atau apa saja.  Dengan tidak lupa memanjatkan syukur bahwa Tuhan telah melindunginya di hari kemarin.

Bagi korban dengan tingkat trauma yang sangat tinggi.  Target kehidupan mereka semakin dipersempit.  Mungkin menjadi per 12 jam, per jam atau malah mungkin per 10 menit.  Sehingga dalam sehari penuh ,hari-hari mereka akan dipenuhi dengan ritual pengucapan syukur karena beberapa waktu telah terlalui.

Untuk kita yang tidak pernah mengalami trauma psikis, terapi tersebut mungkin kelihatan lucu dan tidak masuk akal.  Bagi kita, melewati hari adalah pekerjaan yang sangat mudah.  Kita bisa dengan bebas melakukan apapun yang kita mau.  Karena kita tahu apa yang kita mau.  Tapi bagi para korban kekerasan, melewati hari tanpa keinginan bunuh diri …. Itu adalah prestasi.

Mari kita berempati dengan para korban.  Mari mulai ikut mengkampenyekan “Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak”.  Kerena hanya dari perempuan yang berbahagia, terlahir anak-anak yang berbahagia.  Dan perempuan yang berbahagia akan menciptakan masyarakat yang lebih berbahagia.  Hormati perempuan karena kehormatan bangsa inipun ada di dalam kehormatannya.  Karena itulah ada filsafat kuno yang  mengisyaratkan bahwa “Perempuan adalah tiang Negara”.  Berdayalah perempuan-perempuanku.  Kami ada untuk membela kehormatanmu.

*Cerita tadi saya tulis ulang secara acak dari kisah korban-korban kekerasan dalam buku “Ya Allah beri Aku Kekuatan”  yang disusun oleh Aida Ma. 

Minggu, 25 November 2012

Sahabat Jiwa


Saya tidak percaya dengan proses reinkarnasi.  Tapi saya percaya, bahwa jiwa kita telah diciptakan berpuluh-puluh tahun lebih dulu sebelum jasad kita terlahir di dunia. 

Jauh sebelum kelahiran kita di dunia, jiwa kita telah berinteraksi dengan jiwa-jiwa lain di alam penciptaannya. Ada pula  jiwa-jiwa yang telah bersahabat.  Mereka telah demikian karib ∂aη  saling menggenal.  Tapi  pada saat terlahirkan di dunia belum tentu mereka dapat disatukan dalam satu komunitas yang sama.

Berbahagialah jiwa yang diijinkan bertemu dengan sahabat-sahabatnya dari alam penciptaannya.  Bergabungnya dua atau lebih sahabat jiwa adalah kekuatan yang luar biasa.  Sahabat jiwa adalah ibarat air, yang selalu menggalir lembut untuk mengisi setiap lubang dalam hati.   

Sahabat jiwa belum tentu menjadi pasangan di dunia nyata.  Bisa saja mereka hanya menjadi tetangga yang sangat peduli ∂aη  penuh kasih, atau  sahabat yang penyayang, atau kerabat yang tanpa pamrih.  Atau mungkin hanya tokoh yang kita kenal sepintas ∂aη  kemudian kita idolakan, atau siapapun yang tidak jelas identitasnya tapi seolah-olah telah kita kenal dengan baik. 

Mungkin dapat terwakili oleh puisi kahlil gibran berikut :
Sahabat adalah kebutuhan jiwa yang  mendapat imbangan
Dialah ladang kasih yang kau pungut buahnya dengan rasa terimakasih


Sahabat jiwa akan selalu hadir dalam jiwa dalam ada ∂aη  tiadanya.  Tak penting baginya ada dalam pengutamaan atau pengabaian,, ada dalam penghormatan atau kesia-siaan.   

Dia bisa menetap atau pergi.  Baginya tak penting bahagianya.  Baginya bahagia sahabatnya adalah utama.
Sahabat jiwa bisa tersakiti, tapi tidak mungkin menyakiti.

Kita pun bisa menghormati atau mengingkari keadaannya.

Sabtu, 24 November 2012

Menata Pamrih


Hari  ini sungguh sangat melelahkan.  Dua hari lagi semua berkas persyaratan siswa PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) sudah harus diserahkan ke Dinas Pendidikan untuk didaftarkan sebagai peserta Ujian Nasional.  Dari 30 siswa yang terdaftar, baru ada 7 orang siswa yang menyerahkan berkas kelengkapannya.   Sms pemberitahuan sudah, ditelpon satu persatupun sudah.  Tidak ada pilihan lain kecuali mendatangi rumah mereka satu persatu.  Maka jadilah hari ini 50% karyawan  harus diliburkan dan mendadak jadi sukarelawan.  Mereka berbagi area untuk mendatangi  rumah-rumah siswa. 

Tidak terbayang sebelumnya bahwa impian kami  untuk menyelenggarakan sekolah non formal gratis ini akan seberpeluh ini.  Awalnya saya fikir, karena gratis maka akan selalu mendapat  sambutan yang antusias, respon yang positif ,dan  semangat belajar  yang tinggi.  Kami tingggal menyiapkan sarana dan prasarana, menyusun kurikulum dan mencari guru yang berkualitas.  Dan dengan otomatis terbukalah harapan baru untuk mereka-mereka yang putus sekolah.  

Ternyata perjuangan untuk memperoleh ijin operasional dengan menyusun proposal yang super tebal  dan penyusunan kurikulum yang membuat kepala pening tidak seberapa dibandingkan dengan  perjuangan mengelola semangat  peserta didik.  Jadi terngiang kata-kata anak sulung saya “Mama yang seharusnya tetap menjaga semangat untuk tidak pernah turun.  Karena mama yang tahu tujuan dari proses belajar ini.  Sedangkan mereka (peserta didik) sebenarnya tidak tahu apa manfaat selembar ijazah yang akan mereka dapat untuk meninggatkan taraf hidup mereka”.  Jadi merasa malu dan menyadari bahwa sebenarnya kamilah para pengurus dan sukarelawan yang sedang menitipkan kepentingan-kepentingan kami di dalam kebutuhan mereka akan pendidikan gratis.   Kepentingan-kepentingan yang sengaja kami selipkan karena kami tahu Allah akan selalu membalas kebaikan dengan kebaikan. Akan membukakan jalan bagi mereka yang memberikan jalan bagi saudaranya.  Dan akan melapangkan hidup mereka yang menghindarkan saudaranya dari kesempitan. 

Walaupun janji Allah akan selalu benar, tapi selayaknya kami malu bahwa semangat kami berbuat tidak sesemangat  ketika kami mencanangkan niat untuk membangun sekolah non formal ini.  Semangat yang ternyata mudah kendur hanya karena kurangnya respon positif. Semangat yang tetap memerlukan bahan bakar dari luar berupa semangat siswa didik.  Semangat yang masih membutuhkan ucapan terimakasih.  Dan semangat yang masih berpamrih selain kepadaNya.  Padahal kepentingan yang kami titipkan di sela niat baik itu begitu banyak dan besar-besar.  Hehe, pasti Allah tersenyum melihat tingkah kami yang tidak pernah dewasa dalam mengelola pamrih.  Padahal Allah telah berpesan “Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. [QS. Al-Baqarah : 195]”.

Jadi dimana letak pamrih ?.  rasanya sangat tidak manusiawi jika kita melakukan sesuatu tanpa pamrih sama sekali.  Maka yang kita lakukan akan terasa kosong dan tidak bermakna.  Ayat diatas dengan jelas membuat iming-iming agar kita berpamrih.  Karena Allah bilang bahwa “Aku menyukai orang-orang yang berbuat baik”.  Artinya kita berbuat baik adalah dengan pamrih agar Allah suka dengan apa yang kita lakukan.  Jadi berpamrihlah !.  tapi hanya pada Allah. 

Tentu yang kami lakukan ini hanyalah hal yang sangat kecil dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh rekan-rekan lain dari berbagai sektor kehidupan. Tapi sepertinya hampir di semua lini akan ada cerita yang hampir sama tentang niat baik yang selalu diuji.  Guru yang keihlasannya  belum juga dihargai secara layak .  Tukang sampah yang pengorbanannya selalu dipandang sebelah mata.  Kami hanyalah orang-orang kecil yang sekedar ingin turut berbuat dan menjadi bagian dari solusi bagi bangsa ini.  Walaupun yang kami lakukan hanya sebatas apa yang terjangkau oleh tangan kami.

Semoga Allah meridhoi upaya kami ini……Aamiin

Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni)

Selasa, 13 November 2012

Katak yang Tuli


Pernahkah anda mendengar dongeng tentang katak kecil yang tuli.  Katak kecil yang berhasil mencapai puncak menara hanya karena dia tuli.  Semua katak-katak yang lebih besar dan kekar tidak ada yang pernah berhasil mencapai puncak menara.  Rahasia keberhasilannya cuma satu.  Ternyata katak kecil itu tuliiiii…. Sehingga dia tidak pernah mendengar komentar-komentar negatif yang selalu diteriakkan oleh penonton yang bisa melemahkan semangatnya. 

Kalau saya tidak salah ingat, dongeng ini sudah pernah saya tuliskan untuk sahabat saya ketika kami masih sama-sama duduk di bangku SMP.  Berarti sudah lebih dari 28 tahun yang lalu.  Cerita sederhana yang tetap selalu bisa dipakai untuk menyemangati diri maupun orang lain untuk selalu maju ke depan walaupun banyak orang yang berkomentar tidak menyenangkan. 

Kemampuan tidak mendengar itu walaupun kelihatan sangat sepele, ternyata juga butuh keahlian khusus.  Karena sebuah kesuksesan tidak diukur sebaik apa komentar orang lain terhadap apa yang kita lakukan, tapi sebesar apa manfaat yang bisa dirasakan orang lain terhadap apa yang sudah kita lakukan.  Sudah menjadi hukum alam ketika ada kelompok yang senang maka ada pula sekelompok yang mencibir.  Pekerjaan yang mustahil adalah ketika kita berupaya menyenangkan hati semua orang.

Itulah ajaibnya dogeng.  Efek yang ditimbulkan tidak mengenal batasan usia.  Dogeng memberi motivasi dan nasehat dengan cara yang indah.  Mendongeng itu seperti main-main.  Mendongeng itu kadang cuma dilakukan disela-sela waktu luang.  Tetapi bagi yang masih punya anak usia SD, jangan pernah menyepelekan kegiatan mendongeng yang sederhana ini.  Dulu ketika saya masih sibuk bekerja di luar, saya hampir tidak punya waktu banyak untuk mendongeng.  Tetapi saya tidak kehabisan akal.  Saya beli kaset-kaset kosong dan tape recorder kecil yang bisa dibawa-bawa dan disetel  dimana saja.  Suara saya ketika membacakan dongeng saya rekam  di 10 kaset.  Maka berkarier pun akhirnya tidak menjadi halangan untuk tetap bisa mendongeng.  Anak saya (sekarang usianya hampir 20th) masih  suka memutar kaset itu dan tertawa terbahak-bahak.  Dan jadilah kegiatan mendongeng di masa lalu itu bukti bahwa saya sangat-sangat mencintainya.

Dogeng bagi saya mempunyai arti penting.  Mendogeng adalah sarana untuk peduli.  Mendogeng  bisa dipakai utnuk merangkum semua ungkapan cinta, perhatian dan juga nasehat-nasehat. 

Masa kecil saya juga penuh dengan dogeng-dogeng.  Karena dogeng sampai saat ini saya selalu peduli  dan sayang hampir pada semua hewan.  Bukan hanya hewan piaraan, kodok dan semut pun saya sayang.  Dogeng pangeran kodok membuat saya tidak mungkin menendang atau melempar kodok keluar jendela, karena berharap suatu saat nanti masih ada kodok yang akhirnya berhasil menjadi pangeran……haha.

Bagi anak perempuan, dogeng adalah dunia keduanya.  Banyak sekali dogeng klasik yang menempatkan perempuan sebagai tokoh utama.  Walaupun di awalnya penuh dengan perjuangan dan pengorbanan tetapi pada batas waktu tertentu dia akan bahagia dan menjadi seorang putri. 

Cinderela dengan sepatu kacanya.  Walaupun hidup menjadi upik abu  tapi karena bantuan ibu peri, dia berhasil menemui pangerannya dan hidup berbahagia.  Atau Damar Wulan yang selendang  dicuri dan akhirnya terpaksa menikah dengan manusia.  Walau harus hidup di dunia tapi Damar Wulan tetap menjadi ratu di rumah si Joko Tarub.  Hanya karena Joko Tarub tidak lagi menjaga komitmen yang telah mereka sepakati, maka  mereka harus berpisah.  Joko Tarub menyesali kecerebohannya dan Damar Wulan kembali menjadi bidadari.  Atau Timun Emas, yang dikejar-kejar buto ijo tapi karena bekal senjata ajaib dari sang ibu, maka dia selamat. 

Dalam dogeng semua yang baik pasti akan menang.  Semua perjuangan pasti akan berhasil.  Dan semangat itulah yang diharapkan menular dan muncul pada diri anak-anak atau siapa saja yang membacanya.  Dogeng selalu menempatkan keberanian untuk memperjuangkan nasib.  Mendobrak ketidak adilan.  Keluar dari kesengsaraan.  Dan dogeng lah yang mengatakan dengan jelas bahwa kebaikan selalu mengalahkan kejahatan.  Setiap yang salah akan terhukum oleh perbuatannya sendiri.

Jadi jangan berhenti untuk  mendogeng.  Dan jangan pernah bosan mendengar/membaca dogeng.  Karena hidup kita pun hanyalah seperti dogeng.  Ketika kita telah sampai pada alam baqa nanti maka lika-liku hidup yang sedang kita lalui sekarang pun akan menjadi sepenggal dogeng.  Jadi tetaplah bersemangat untuk melakukan yang terbaik,  perjuangan terbaik,  perlawanan terbaik,  penggabdian terbaik.  Karena sesungguhnya kamera Allah tidak pernah lepas merekam semua yang kita lakukan.