Sabtu, 24 November 2012

Menata Pamrih


Hari  ini sungguh sangat melelahkan.  Dua hari lagi semua berkas persyaratan siswa PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) sudah harus diserahkan ke Dinas Pendidikan untuk didaftarkan sebagai peserta Ujian Nasional.  Dari 30 siswa yang terdaftar, baru ada 7 orang siswa yang menyerahkan berkas kelengkapannya.   Sms pemberitahuan sudah, ditelpon satu persatupun sudah.  Tidak ada pilihan lain kecuali mendatangi rumah mereka satu persatu.  Maka jadilah hari ini 50% karyawan  harus diliburkan dan mendadak jadi sukarelawan.  Mereka berbagi area untuk mendatangi  rumah-rumah siswa. 

Tidak terbayang sebelumnya bahwa impian kami  untuk menyelenggarakan sekolah non formal gratis ini akan seberpeluh ini.  Awalnya saya fikir, karena gratis maka akan selalu mendapat  sambutan yang antusias, respon yang positif ,dan  semangat belajar  yang tinggi.  Kami tingggal menyiapkan sarana dan prasarana, menyusun kurikulum dan mencari guru yang berkualitas.  Dan dengan otomatis terbukalah harapan baru untuk mereka-mereka yang putus sekolah.  

Ternyata perjuangan untuk memperoleh ijin operasional dengan menyusun proposal yang super tebal  dan penyusunan kurikulum yang membuat kepala pening tidak seberapa dibandingkan dengan  perjuangan mengelola semangat  peserta didik.  Jadi terngiang kata-kata anak sulung saya “Mama yang seharusnya tetap menjaga semangat untuk tidak pernah turun.  Karena mama yang tahu tujuan dari proses belajar ini.  Sedangkan mereka (peserta didik) sebenarnya tidak tahu apa manfaat selembar ijazah yang akan mereka dapat untuk meninggatkan taraf hidup mereka”.  Jadi merasa malu dan menyadari bahwa sebenarnya kamilah para pengurus dan sukarelawan yang sedang menitipkan kepentingan-kepentingan kami di dalam kebutuhan mereka akan pendidikan gratis.   Kepentingan-kepentingan yang sengaja kami selipkan karena kami tahu Allah akan selalu membalas kebaikan dengan kebaikan. Akan membukakan jalan bagi mereka yang memberikan jalan bagi saudaranya.  Dan akan melapangkan hidup mereka yang menghindarkan saudaranya dari kesempitan. 

Walaupun janji Allah akan selalu benar, tapi selayaknya kami malu bahwa semangat kami berbuat tidak sesemangat  ketika kami mencanangkan niat untuk membangun sekolah non formal ini.  Semangat yang ternyata mudah kendur hanya karena kurangnya respon positif. Semangat yang tetap memerlukan bahan bakar dari luar berupa semangat siswa didik.  Semangat yang masih membutuhkan ucapan terimakasih.  Dan semangat yang masih berpamrih selain kepadaNya.  Padahal kepentingan yang kami titipkan di sela niat baik itu begitu banyak dan besar-besar.  Hehe, pasti Allah tersenyum melihat tingkah kami yang tidak pernah dewasa dalam mengelola pamrih.  Padahal Allah telah berpesan “Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. [QS. Al-Baqarah : 195]”.

Jadi dimana letak pamrih ?.  rasanya sangat tidak manusiawi jika kita melakukan sesuatu tanpa pamrih sama sekali.  Maka yang kita lakukan akan terasa kosong dan tidak bermakna.  Ayat diatas dengan jelas membuat iming-iming agar kita berpamrih.  Karena Allah bilang bahwa “Aku menyukai orang-orang yang berbuat baik”.  Artinya kita berbuat baik adalah dengan pamrih agar Allah suka dengan apa yang kita lakukan.  Jadi berpamrihlah !.  tapi hanya pada Allah. 

Tentu yang kami lakukan ini hanyalah hal yang sangat kecil dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh rekan-rekan lain dari berbagai sektor kehidupan. Tapi sepertinya hampir di semua lini akan ada cerita yang hampir sama tentang niat baik yang selalu diuji.  Guru yang keihlasannya  belum juga dihargai secara layak .  Tukang sampah yang pengorbanannya selalu dipandang sebelah mata.  Kami hanyalah orang-orang kecil yang sekedar ingin turut berbuat dan menjadi bagian dari solusi bagi bangsa ini.  Walaupun yang kami lakukan hanya sebatas apa yang terjangkau oleh tangan kami.

Semoga Allah meridhoi upaya kami ini……Aamiin

Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar