Hari
ini sungguh sangat melelahkan.
Dua hari lagi semua berkas persyaratan siswa PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) sudah harus diserahkan ke Dinas Pendidikan untuk didaftarkan sebagai
peserta Ujian Nasional. Dari 30 siswa
yang terdaftar, baru ada 7 orang siswa yang menyerahkan berkas kelengkapannya. Sms pemberitahuan sudah, ditelpon satu
persatupun sudah. Tidak ada pilihan lain
kecuali mendatangi rumah mereka satu persatu.
Maka jadilah hari ini 50% karyawan harus diliburkan dan mendadak jadi sukarelawan. Mereka berbagi area untuk mendatangi rumah-rumah siswa.
Tidak terbayang sebelumnya bahwa impian
kami untuk menyelenggarakan sekolah non
formal gratis ini akan seberpeluh ini.
Awalnya saya fikir, karena gratis maka akan selalu mendapat sambutan yang antusias, respon yang positif ,dan
semangat belajar yang tinggi.
Kami tingggal menyiapkan sarana dan prasarana, menyusun kurikulum dan
mencari guru yang berkualitas. Dan dengan
otomatis terbukalah harapan baru untuk mereka-mereka yang putus sekolah.
Ternyata perjuangan untuk memperoleh ijin
operasional dengan menyusun proposal yang super tebal dan penyusunan kurikulum yang membuat kepala
pening tidak seberapa dibandingkan dengan
perjuangan mengelola semangat
peserta didik. Jadi terngiang
kata-kata anak sulung saya “Mama yang seharusnya tetap menjaga semangat untuk
tidak pernah turun. Karena mama yang
tahu tujuan dari proses belajar ini.
Sedangkan mereka (peserta didik) sebenarnya tidak tahu apa manfaat
selembar ijazah yang akan mereka dapat untuk meninggatkan taraf hidup
mereka”. Jadi merasa malu dan menyadari
bahwa sebenarnya kamilah para pengurus dan sukarelawan yang sedang menitipkan
kepentingan-kepentingan kami di dalam kebutuhan mereka akan pendidikan
gratis. Kepentingan-kepentingan yang
sengaja kami selipkan karena kami tahu Allah akan selalu membalas kebaikan
dengan kebaikan. Akan membukakan jalan bagi mereka yang memberikan jalan bagi
saudaranya. Dan akan melapangkan hidup
mereka yang menghindarkan saudaranya dari kesempitan.
Walaupun janji Allah akan selalu benar, tapi
selayaknya kami malu bahwa semangat kami berbuat tidak sesemangat ketika kami mencanangkan niat untuk membangun
sekolah non formal ini. Semangat yang
ternyata mudah kendur hanya karena kurangnya respon positif. Semangat yang
tetap memerlukan bahan bakar dari luar berupa semangat siswa didik. Semangat yang masih membutuhkan ucapan
terimakasih. Dan semangat yang masih
berpamrih selain kepadaNya. Padahal
kepentingan yang kami titipkan di sela niat baik itu begitu banyak dan
besar-besar. Hehe, pasti Allah tersenyum
melihat tingkah
kami yang tidak pernah dewasa dalam mengelola pamrih. Padahal Allah telah berpesan “Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik. [QS. Al-Baqarah : 195]”.
Jadi dimana letak pamrih ?. rasanya sangat tidak manusiawi jika kita
melakukan sesuatu tanpa pamrih sama sekali.
Maka yang kita lakukan akan terasa kosong dan tidak bermakna. Ayat diatas dengan jelas membuat iming-iming
agar kita berpamrih. Karena Allah bilang
bahwa “Aku menyukai orang-orang yang berbuat baik”. Artinya kita berbuat baik adalah dengan
pamrih agar Allah suka dengan apa yang kita lakukan. Jadi berpamrihlah !. tapi hanya pada Allah.
Tentu yang kami lakukan ini hanyalah hal yang
sangat kecil dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh rekan-rekan lain dari
berbagai sektor kehidupan. Tapi sepertinya hampir di semua lini akan ada cerita
yang hampir sama tentang niat baik yang selalu diuji. Guru yang keihlasannya belum juga dihargai secara layak . Tukang sampah yang pengorbanannya selalu dipandang sebelah mata. Kami hanyalah orang-orang kecil yang sekedar
ingin turut berbuat dan menjadi bagian dari solusi bagi bangsa ini. Walaupun yang kami lakukan hanya sebatas apa
yang terjangkau oleh tangan kami.
Semoga Allah meridhoi
upaya kami ini……Aamiin
“Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang
paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni)”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar