Kamis, 27 Desember 2012

Belajar Bahagia dari Suku Baduy


Rumah kami sering kedatangan tamu dari suku Baduy Dalam.  Mereka menyebut suami saya sebagai kerabatnya.  Hehe…. Saya kurang tahu apa alasannya.   Mungkin karena mereka sama-sama berasal dari Banten.  Untuk sampai ke rumah kami di pamulang, mereka membutuhkan waktu tiga hari berjalan kaki.  Setiap hari mereka akan singgah bermalam ke tempat orang-orang yang mereka anggap  kerabat. 

Mereka datang tidak dengan tangan kosong.   Mereka selalu membawakan buah tangan, berupa hasil panen : pisang, durian, pete atau buah-buahan.  Buah tangan yang mereka bawakan memang tidak seberapa.  Tapi dapatkah anda bayangkan perjuangannya memanggul oleh-oleh itu sambil berjalan kaki selama  tiga hari tiga malam.

Perjalanan itu biasanya mereka lakukan sambil menunggu masa panen.   Mereka mengadakan perjalanan sekalian untuk menjual hasil  alam dan hasil kerajinan tangan berupa baju, dan tas, juga madu. 

Kebiasaaan suku Baduy berkunjung dan membawakan oleh-oleh juga tercermin dalam salah satu budayanya yang dikenal dengan  Seba .  Seba adalah kegiatan tahunan yang dilakukan untuk memberikan seserahan kepada Gubernur Banten.  Seserahan itu  dilbawakan oleh serombongan suku Baduy sebagai bentuk pengakuan kedaulatan Gubernur Banten.  Seserahan itu berupa : gabah, buah-buahan, sayur-sayuran serta beberapa ekor ayam.  Bukan jumlah dan nilai seserahannya yang menarik.  Tapi semangat untuk memberi.   Bahkan memberi  kepada mereka yang notabene lebih berkecukupan daripada mereka sendiri.   Pemberian itu, baik berupa seserahan adat atau oleh-oleh menjadi tanda bahwa Suku Baduy ini adalah masyarakat yang mandiri.  Keterasingan tidak menyebabkan mereka menjadi suku yang eksklusif, apalagi merasa terkucil dan tertinggal.

Walaupun saya tidak ingin menyebutkan bahwa keterasingan adalah suatu yang patut dicontoh, tapi saya ingin mengatakan bahwa dalam keluguan dan keterbatasan mereka,  banyak hal yang bisa menjadi pelajaran.

Seperti  istilah pamali dan teu meunang  yang selalu dipakai suku baduy dalam menjaga harmoni sosial.  Pranata yang sangat sederhana tapi terbukti ampuh  menahan gempuran apapun.  

Lojor teu meunang dipotong (panjang tidak boleh dipotong)

Pondok teu meunang disambung (penmdek tidak boleh disambung)

Kurang teu menang ditambah (kurang tidak boleh ditambah)

Leuwih teu meunang dikurang (lebih tidak boleh dikurangi)

Inti dari istilah-istilah tersebut adalah mensyukuri  nikmat.  Ikhlas.  Sederhana, tegas dan lugas.  Tidak silau hijaunya rumput tetangga.  Apalagi dengan melakukan hal negatif.  Karena itu pasti merusak diri dan pihak lain.  Yang ada digunakan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan. 

Cobalah perhatikan wajah dan ekspresi  mereka jika kebetulan anda berpapasan atau berkesempatan berdialog.  Wajahnya selalu tampak ceria dengan senyum tulus yang ikhlas.  Bukan senyum kepura-puraan.  Bukan juga senyum sinis atau meremehkan.  Keluguan mereka dalam berfikir tergambar jelas di wajahnya yang juga tampak polos dan bahagia.
 
Itulah orang Baduy dalam kesederhanaan pola hidup dan juga pola pikirnya,  mereka sungguh menikmati hidup.  Sederhananya kebahagiaan orang Baduy.  Bahagia dalam kesederhanaan dan menyederhanakan kebahagiaan.  “Bersikaplah bahagia maka engkau akan bahagia”.  Tentu mereka tidak pernah tahu resep Dale Carnegie tentang kebahagian  tersebut, tapi sepertinya mereka telah mempraktekkannya dengan sangat baik.

Di dalam Islam itulah yang disebut sebagai Qona’ah. Qana’ah artinya rela menerima dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki. Qana’ah  itu bukan malas.   Qana’ah itu selalu giat bekerja dan berusaha, dengan selalu bertawakal kepada Allah dari awal hingga akhir ikhtiarnya.  Sikap  itu akan mendatangkan rasa tentram dan menjauhkan diri dari sifat serakah dan tamak. 

Nabi berpesan, “Sesungguhnya beruntung orang yang masuk Islam dan rizqinya cukup serta  merasa cukup dengan apa yang telah Allah berikan kepadanya”. (H.R.Muslim) 

Dan dalam suatu riwayat, Hakim bin Hizam r.a.berkata, “Saya pernah meminta kepada Rasulullah SAW dan beliaupun memberi kepadaku. Lalu saya meminta lagi kepadanya, dan beliaupun tetap memberi. Kemudian beliau bersabda : „ Hai Hakim ! harta ini memang indah dan manis, maka siap yang mengambilnya dengan hati yang lapang, pasti diberi berkat baginya, sebaliknmya siapa yang mengambilnya dengan hati yang rakus pasti tidak berkat baginya. (H.R.Bukhari dan Muslim ) 

Maka Qona’ah adalah bersyukur.  Bukan kita bersyukur karena diberi kebahagian, tapi karena syukurlah kita menjadi bahagia.  Walaupun tidak pernah mudah, tapi syukur tetap menjadi panduan dasar untuk selalu menapaki hidup yang berkah dan berbahagia.

Rabu, 26 Desember 2012

Energi Mulut :-)


“Waaah, wanita ini cantik banget “, gunam saya dalam hati. Walaupun bukan cantik alami, tapi polesan dan keahliannya berdandan membuat saya terkagum-kagum.  Dengan bibir super merah dan riasan mata warna warni, wanita itu tampak paling mencolok di tengah kerumunan ibu-ibu pengajian yang berebut memilih belanjaan di salah satu outlet susu murni di puncak, Bogor. 

Tiba-tiba .....”Apa sssiiih buuuuu, dorong-dorong .....sabaaar dong.  Sadar gak siiih kalau keteknya bau !!”.  

Gubbbbrak..... suaranya walaupun tidak terlalu keras, tapi cukup untuk membuat banyak orang  menghentikan aktifitas belanjanya dan mulai mencari sumber  suara cempreng itu.  Tapi saya tanpa mencari-cari tahu persis, dari mana kalimat super jelek itu berasal.  Karena  sumber suara itulah yang fisiknya sedang saya kagumi beberapa detik yang lalu.  Kekaguman yang tiba-tiba menguap entah kemana. 

Waah.... seperti  itu rupanya yang digambarkan dalam pepatah jawa  “Ajining diri dumating ing lathi” (kehormatan seseorang  berasal dari lidah/kata-katanya). Apa yang telah diusahakanmya untuk mempercantik diri dengan polesan lipstik, rambut kriwel-kriwel, dan badan super wangi menjadi kehilangan arti ketika kata-katanya tidak secantik bibir pemiliknya. 

Dalam pepatah lain…. “Mulutmu Harimaumu”, begitu tulis Putu Setia dalam tajuknya di harian Tempo ketika mengomentari aksi asal komentar seorang politikus terhadap  Gus Dur, mantan Presiden RI.  Komentar garangnya yang menyebut Gus Dur dulu  lengser karena tersandung kasus korupsi Buloggate dan Bruneigate.  Komentar itu memicu kemarahan berbagai  pihak.  Yang ujung-ujungnya mengharuskannya meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat, pengikut dan keluarga beliau.  Pasti bukan adegan yang mengharukan jika kemudian politisi tersebut harus  sungkem  kepada Ibu Shinta Nuriyah Wahid  sebagai bentuk permintaan maaf.  Jauh dari kesan kegarangan komentar sebelumnya.  Maka, harimau itu telah mengalahkannya. 

Itulah hebatnya mulut.  Hebatnya kata-kata.  Kata-kata bukan sekedar suara kosong seperti lolongan anjing atau kokokan  ayam.  Kata-kata juga bukan hanya semata sarana komunikasi yang menjadikan dua orang atau lebih mengerti maksud dan tujuan masing-masing.  Lebih dari itu, kata-kata adalah jati diri kita.  Segala apa yang kita katakan mencerminkan siapa diri kita sebenarnya.  Utuh, seutuh-utuhnya.  Mulai soal pengetahuan, etika, pergaulan, latar belakang keluarga dan budaya.  Hingga keyakinan dan agama.  Maka…..kata-kata adalah cara pandang dan kehidupan kita.  Kita akan ternilai seperti apa di hadapan orang lain sepenuhnya terukur melalui cara kita berbahasa. 

Berbahasa tidak sesederhana memilih kata-kata.  Tapi juga menyangkut cara menyampaikannya , mengekspresikannya dan memilih intonasi yang akan digunakan.  Bahasa adalah etika.  Bahasa adalah pesona.  Dan bahasa adalah kekuatan.

Karena itulah bangsa Arab mengumpamakan  “Mulutmu adalah pedangmu”.  Sehebat itukah ?...... ya.  Lantaran, setiap kata membawa energi yang sangat besar yang mampu menjadikan sesuatu atau seseorang berpikir atau berbuat kearah yang dituju oleh kata-kata itu.  Artinya, apa yang yang keluar dari mulut kita adalah senjata yang dapat dipakai untuk melukai, membela diri, membela orang lain ataupun berperang memperjuangkan sesuatu. 

Dalam salah satu cerita hikayat diceritakan seorang  pemuda yang merasa bersalah karena sudah menyebarkan berita yang salah tentang saudaranya.  Maka dia menghadap seorang alim ulama dan meminta petunjuk atas kesalahannya itu.  

“Aku telah menyebarkan berita yang salah tentang saudaraku.  Bagaimana aku harus memperbaikinya ?”

“Sebelum meminta maaf padanya maka pergilah ke pasar dan belilah bulu ayam.  Tebarkan dia di sepanjang jalan menuju rumahmu”, ujar ulama itu.

Pemuda itu pergi ke pasar dan menjalankan perintah ulama tersebut.  Dan segera kembali menemuinya.

“Aku sudah menjalankan perintahmu.  Apa yang harus kulakukan selanjutnya ?”.

“Kembalilah ke pasar, sambil mengumpulkan kembali bulu-bulu ayam yang tadi sudah engkau sebarkan”.

Walaupun tidak yakin apa yang dia lakukan akan berhasil.  Pemuda itu tetap menjalankan sesuai perintah ulama itu.  Dia mengejar dan mencari-cari bulu-bulu ayam yang sudah beterbangan.  Semua dia lakukan dengan sepenuh hati, karena rasa bersalahnya itu sangat menyiksanya.  Sampai hampir senja, dia hanya mampu mengumpulkan 5 lembar bulu ayam dari beratus-ratus bulu ayam yang telah disebarkannya. 

Dengan langkah gontai, dia kembali menemui ulama itu.

“Aku hanya dapat menangkap 5 lembar bulu ayam.  Sebagian besar bulu ayam telah terbang sangat jauh hingga tidak lagi kuketahui dan tidak terjangkau olehku”.

“Seperti  itulah kata-katamu.  Sekali engkau menyebarkannya, maka engkau tidak akan dapat menangkapnya kembali”.


Karena itu mari berhati-hati dengan mulut kita.  Yang dalam kesantunannya berbahasa secara  nyata dapat menghantarkan seseorang menuju kehormatannya.  Tapi di lain pihak, mulut juga dapat menghancurkan atau mengkucilkan seseorang.  Karena mulut dengan kemampuannya berkata-kata menyimpan energi  dahsyat yang bisa menyulap dunia menjadi membahagiakan atau menyengsarakan.

“Tidak ada suatu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”( QS. Qaaf: 18)

'Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaklah ia berkata-kata yang baik atau diam.'' (HR Bukhari dan Muslim).

Jumat, 21 Desember 2012

Kiamatpun Berlalu


Kemarin seorang karyawan menelpon saya, “Bu, besok kita libur ndak ?  Kan isuenya mau kiamat ?”.  

“Ndak…. Tapi kamu boleh masuk jam 8.30.  Malam nanti jangan lupa tahajut dan mandi besar ya”, jawab saya sekedarnya sambil menutup telpon.

Saya tidak berniat becanda dan tidak juga merasa serius dengan apa yang saya ucapkan.  Saya sedang tidak ingin merasakan apa-apa setelah berbagai deraan peristiwa yang menguras tenaga dan pikiran di akhir tahun ini.  Saya malah merasa bersyukur ada isue kiamat di bulan bulan Desember ini, sehingga mengharuskan saya untuk selalu punya alasan untuk beruntung.   Sebesar apapun yang terjadi rasanya akan luluh dengan kalimat “Masih untung kan tahun ini tidak jadi kiamat”.  Coba kalau jadi,  cerita hari ini tentu tidak pernah ada.  Perjuangan, keteguhan, air mata ataupun ketulusan tidak akan ada artinya jika benar hari ini kiamat. 

Karena ingat bahwa ada isu kalau hari ini kiamat, maka setidaknya kemarin, kita sudah berjuang  sebaik mungkin untuk melalui hidup dalam benar.  Walau tidak dikhususkan, setidaknya kemarin berpuluh-puluh kalimat istiqfar sempat tergunam.  Setidaknya kemarin ada sujud yang sedikit lebih panjang , untuk memohon ampun dan kasih sayangNya. 

Walau tidak yakin bahwa hari ini 21 Desember 2012 menurut suku Maya akan terjadi kiamat, setidaknya kita tetap diingatkan bahwa suatu saat nanti,  kiamat itu pasti datang.  Entah ketika kita masih ada di bumi  ini, atau sudah di alam kubur.  Walau hari ini tidak jadi kiamat, tidak selayaknya juga, jika kita kemudian menafikan bahwa janji adanya kiamat adalah isapan jempol semata.  Kiamat itu pasti.  Tanda-tandanya pun ditulis dengan rinci dalam kitab suci dan berbagai hadist Nabi.  Hanya waktunya yang tidak pernah kita tahu.  Diteropong dengan ramalan apapun, keterbatasan manusia tidak akan dapat menentukan kapan datangnya kiamat. 

Yang bisa kita lakukan hanya selalu mempersiapkan diri.  Selalu memohon ampunanNya.  Selalu berusaha sekuat tenaga untuk mematuhiNya.  Karena semakin hari tanda-tanda kiamat kecilpun semakin nyata terjadi di bumi ini.  Kata Nabi, “Salah satu tanda kiamat semakin dekat, ketika banyak orang bodoh menjadi pemimpin”.  Dalam kesempatan yang lain disebutkan, ketika banyak perempuan menyerupai laki-laki atau sebaliknya.  Juga ketika banyak orang tua yang menjadi budak bagi anaknya sendiri.  Ketika zina merajalela.  Ketika banyak ulama yang meninggal dunia.  Ketika semakin banyak saksi-saksi palsu.  Dan masih banyak lagi…..dan rasa-rasanya semuanya sudah lengkap dan sempurna terjadi di jaman sekarang ini.

Andai hari ini  kiamat…. Sudahkah kita siap ?.  Bekal apa yang  telah kita persiapkan untuk dibawa pulang. 
Andai hari ini kiamat…. Tidak ada lagi kamu, aku, mereka dan juga dia.
Aaahh….saya sedang tidak ingin menasehatkan apa-apa.   Karena hari ini saya benar-benar merasa sangat sangat kecil…..lebih kecil dari butiran debu sekalipun. 

“Hai manusia, bertakwalah kepada Rabbmu; Sesungguhnya keguncangan hari Kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat keguncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah segala kandungan wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal mereka sebenarnya tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat keras.” (QS.al-Hajj:1-2).

Kelas Kepribadian


Di sekolah anak saya yang kedua, di kelas satu SMA, pembagian kelas mereka diseleksi berdasarkan 4 tipe kepribadian .  Seleksi kepribadian didapatkan dari  hasil psikotes dan wawancara dengan psikolog.  Sehingga terbentuklah empat kelas :  
1. Kelas Koleris : berisi murid-mirid dengan tipe pribadi yang suka kemandirian, tegas, berapi-api, suka tantangan, bos atas dirinya sendiri.
2. Kelas Sanguinis : yang terdiri dari murid-murid yang  suka dengan hal praktis, happy dan ceria selalu, suka kejutan, suka sekali dengan kegiatan social dan bersenang-senang.
3. Kelas Phlegmatis :  terdiri dari murid-murid yang suka bekerjasama, menghindari konflik, tidak suka perubahan mendadak, teman bicara yang enak, menyukai hal yang pasti.
4. Kelas Melankolis : terdiri dari murid-murid yang  suka dengan hal detil, menyimpan kemarahan, Perfection, suka instruksi yang jelas, kegiatan rutin sangat disukai.

 Awalnya saya merasa aneh dengan pembagian kelas semacam ini.  Karena saya tidak dapat membayangkan bagaimana hebohnya kelas anak-anak sanguinis dan betapa senyapnya kelas anak phlegmatis.  Tetapi setelah berjalan hampir enam bulan saya baru melihat banyak perubahan positif yang terjadi pada anak saya yang plegmatis.  Dia cenderung lebih terbuka, spontan, ceria dan sudah bisa mengajukan sanggahan serta argumen.  Kemajuan besar, karena biasanya anak kedua saya ini cenderung pendiam dan menjadi pendengar yang baik.

“Gimana  Nak,  suasana  belajar di kelas phlegmatis ?”
“Sangat sangat  tenang Ma.  Sampai gurunya aja ndak tahu muridnya sebenernya sudah paham atau belum…..hehe.  Kalau ada kesempatan disuruh bertanya ada sih beberapa yang angkat tangan.  Ternyata cuma mau ijin mau ke belakang”
“Hahaha”,  saya ikut terbahak-bahak membayangkan betapa membosankannya menjadi guru di kelas itu. 
“Kalau di kelas Sanguinis gimana ?”, tanya saya penasaran
“Waaah, kalau kelas itu sih, super heboh.  Ramainya sampai kedengeran dari kelas sebelah.  Yang paling serius kelas Melankolis, banyak pertanyaan.  Tapi yang paling alot ya kelas Koleris,  semua pengen jadi ketua kelas….haha”.
Waaah…. Seru juga ternyata berada diantara teman-teman dengan tipe kepribadian yang sama.  Dari sini saya baru tahu ternyata dengan bersama dan mengamati teman yang setipe, mereka baru benar-benar dapat mempelajari kepribadiannya sendiri.  Sangat alamiah jika kita sulit melihat kekurangan sendiri.   Merasanya paling bener, paling baik dan paling menyenangkan….. hehe pokok’e narsis pool.   Segala yang  jelek rasanya ndak ada hubunganya dengan diri sendiri.  Tapi dengan berinteraksi dengan mereka yang memiliki tipe kepribadian yang  sama,  maka kita dapat melihat sifat-safat mana yang paling nyebelin, bikin  eneg dan bikin ndak nyaman orang lain.

Mungkin awalnya akan terasa tidak menyenangkan karena tipe kepribadian yang sama lebih banyak kemungkinan untuk berbenturan.  Karena itu biasanya kita cenderung tidak memiliki teman dekat dengan tipe  yang sama.  Tetapi dengan pengelompokan kelas ini mereka dipaksa untuk berinteraksi secara intens dengan teman-teman yang  tipe kepribadiannnya sama.  Bergaul dengan teman yang setipe seperti  layaknya bercermin.   Seperti mengambil jarak dari diri sendiri, untuk dapat menilai secara logis kelebihan dan kekurangan dari kepribadaian kita sendiri.

Sifat yang paling kita benci, sesungguhnya juga kerap dilakukan oleh orang-orang dengan tipe kepribadian yang sama.  Dengan bersedia berkumpul dengan orang-orang dengan setipe, maka kita akan tahu dan mencoba meminimalisir sifat-sifat negatifnya sendiri.  Setiap tipe memiliki kelemahan dan keunggulan masing-masing. Misalnya tipe koleris identik dengan orang yang berbicara “kasar” dan terkadang tidak peduli, sanguin pribadi yang sering susah diajak untuk serius, phlegmatis sering kali susah diajak melangkah yang pasti dan terkesan pasif, melankolis terjebak dengan dilemma pribadi “iya” dimulut dan “tidak” dihati, serta cenderung perfectionis dalam detil kehidupan serta inilah yang terkadang membuat orang lain cukup kerepotan.

Setiap tipe kepribadian walupun dapat dirumuskan sifat-sifat dan laku bawaannya, tetapi sesungguhnya setiap individu tetap unik.   Setiap kita dengan tipe kepribadian manapun, mempunyai pesonanya sendiri-sendiri.  Dan seperti halnya magnit, maka seseorang cenderung mengagumi kepribadian yang berlawanan.  Si melankolis biasanya saling kagum dengan saquinis.  Si koleris akan bersahabat sejati dengan si plegmatis. 
Tiap manusia tidak bisa memilih kepribadiannya, kepribadian sudah hadiah dari Tuhan sang pencipta saat manusia dilahirkan.  Walaupun secara teori kepribadian dasar dari seorang anak ketika lahir ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor genetik dan kondisi ibu pada saat bayi di dalam kandungan.  Karena itulah masa di dalam kandungan adalah sekolah paling dini yang dilalui oleh manusia.  Kondisi kejiwaan dan emosional ibu sangat mempengaruhi kararter dasar dari bayi yang dilahirkan.  Sebagian besar bayi yang lahir dari ibu yang depresi akan membawa sifat ini ketika dilahirkan.  Sifat ini akan terbawa sampai dewasa, kecuali dia mendapatkan sentuhan kasih sayang dan kebahagiaan dari pengasuhnya pada tahun-tahun pertama. 

Nah, karakter nya dimana? Saat tiap manusia belajar untuk mengatasi kelemahannya dan memperbaiki kelemahannya dan memunculkan kebiasaan positif yang baru maka inilah yang disebut dengan karakter. Misalnya, seorang koleris murni tetapi sangat santun dalam menyampaikan pendapat dan instruksi kepada sesamanya, seorang yang sanguin mampu membawa dirinya untuk bersikap serius dalam situasi yang membutuhkan ketenangan dan perhatian fokus. Itulah Karakter. Pendidikan Karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian dan lain-lainnya. Dan itu adalah pilihan dari masing-masing individu yang perlu dikembangkan dan perlu di bina, sejak usia dini.
Karakter tidak bisa diwariskan, karakter tidak bisa dibeli dan karakter tidak bisa ditukar. Karakter harus dibangun dan dikembangkan secara sadar hari demi hari dengan melalui suatu proses yang tidak instan. Karakter bukanlah sesuatu bawaan sejak lahir yang tidak dapat diubah lagi seperti sidik jari.  Dalam perkembangannya, karakter  sangat dipengaruhi oleh  pendidikan dan lingkungan. 

Nabi Muhammad SAW, memiliki empat  karakter dalam dirinya.  Yaitu : sidiq (jujur) , amanah (dapat dipercaya), fatonah (cerdas) dan tabliq (menyampaikan).  Inilah yang disebut holistic karakter, karakter yang utuh/menyeluruh.  Tidak banyak yang bisa mengadaptasi keempat kararter tersebut secara sempurna.  Tapi setidaknya kita dapat menjadikan Nabi sebagai panutan utama dalam pembentukan karakter.

Karakter adalah bagian dari kepribadian.  Dalam kehidupan, kita harus menghadapi banyak hal di luar kendali kita, namun karakter tetap merupakan hasil pilihan kita sendiri.  Karakter adalah bagian kecil dari bermilyar-milyar komponen pelengkap diri kita.  Tetapi karakter adalah pondasi dasar bagi terbangunnya genersi yang tangguh.  Tanpa karakter kuat, seseorang tidak tahu mau kemana mengarahkan masa depannya.  Karena itu sangat penting bagi kita juga generasi muda bangsa ini untuk memahami karakternya sendiri dan juga karakter-karakter unggulan lainnya.  Mengabaikan pembentukan karakter sama saja dengan mengabaikan hak kecil yang sangat penting.  Sun Tzu menasehati : karena sepotong paku tanggal, lepaslah sepatu kuda. Karena sepatu kuda lepas, kuda pun jatuh terjerembab.  Karena kuda terjerembab, informasi tak sampai ke garis depan, pasukan kalah perang.  Karena kalah perang, akhirnya Negara jatuh dan dijajah asing.   Seperti paku itulah karakter.  Dan paku memang kecil, tapi membangun karakter adalah masalah  buuuesar….