Jumat, 16 Juli 2010

Wahai Jiwa yang Tenang ......

“Jadilah seperti laut, biarlah semua singgah dalam hidupmu... berdenting,, dan kemudian ditelan oleh kedalaman samudera dan ombaknya”...... nukilan kalimat ini, saya dapat ketika saya mengikuti relaksasi yang dilakukan dengan panduan seorang teman. Latihan sederhana itu adalah bagian dari acara silaturahmi yang diadakan bersama dengan teman-teman lama saya. Ternyata di dalam keceriaan acara hari itu, begitu banyak pelajaran yang sudah saya petik. Betul kata seorang teman saya, “Pelajaran, kita dapatkan seperti rejeki. Tidak terduga-duga dari mana datangnya”. Asal kita mau membuka hati, maka hati kita akan bertindak sebagai magnet yang akan menyerap pelajaran-pelajaran berharga dari sekeliling kita.

Kalimat sederhana itu seolah-olah merubah pola pikir saya. Bukan karena kalimatnya tentu. Karena saya sudah berkali-kali mendapatkan kalimat serupa di beberapa artikel. Malah saya pernah membagikannya pada beberapa teman dan beberapa milist. Tapi tidak seperti hari ini. Saya menerima kalimat tersebut seperti sebuah mukjizat. Mukjizat tentang sebuah kesadaran baru dan kemampuan baru bahwa “Kitalah kontrol atas segala pikiran, mood dan perasaan dalam diri kita sendiri”. Sebuah slogan klasik yang hampir semua orang sudah menghafalnya. Tapi saya yakin, melaksanakannya tidaklah semudah mengatakannya. Inilah mukjizat yang hadir, ketika kita sedikit saja melepas keangkuhan, merasa tak berilmu, dan membuka qolbu untuk menerima pelajaran.

Perasaan sebenarnya adalah refleksi dari apa yang kita fikirkan. Sehingga mengontrol apa yang boleh dan tidak boleh kita fikirkan adalah kunci dari pengendalian perasaan atau pengendalian “mood”.
Apa yang dipikir berulang-ulang dan fokus, akan membesar dalam gambaran otak. Masalah kecil yang selalu kita fikirkan, bagi otak itu adalah masalah besar. Oleh karena itulah tidak mengherankan jika banyak orang berselisih faham dan bersitegang hanya bermula dari hal-hal kecil. Hal-hal kecil yang dipersepsikan dan diperbesar oleh otak mereka masing-masing.

Maka sudah selayaknya kita tidak membebani otak dengan hal-hal yang sesungguhnya tidak perlu kita pikirkan. Seperti : cemooh orang lain, urusan orang lain, hal-hal yang tidak dapat kita rubah, kejadian-kejadian yang sudah ber lalu, keluhan-keluhan, makian-makian, kebohongan-kebohongan.
Tidakkah kita ingin disapa Allah seperti tertulis dalam firmannya : Wahai jiwa-jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam surga-Ku” (QS Al-Fajr [89]:27-30)

Ketenangan jiwa bukanlah sebuah hadiah yang bisa kita minta. Jiwa yang tenang adalah hasil dari sistem kerja otak yang tenang dan terkendali. Otak yang terpola bekerja tanpa kendali, akan menyebabkan kelelahan tanpa hasil. Sedangkan orang yang mampu memberikan perhatian penuh kepada satu hal dalam satu kesempatan, akan mendapatkan hasil optimal dalam setiap hal yang dikerjakannya.
Jadi jangan biarkan otak kita menjadi liar. Bergerak kesana kemari tanpa kendali. Di suatu saat ada di masa lalu dengan kesedihannya dan dalam hitungan detik beralih ke masa depan dengan ketakutannya. Kita bukannya tidak memikirkan masa lalu, kita hanya tidak mengingat-ingatnya. Dan kita bukannya tidak membuat rencana untuk masa depan, kita hanya tidak terperangkap pada apa yang akan terjadi masa depan. Kita hidup seratus persen di hari ini, maka kerahkankan semua kemampuan, daya dan pikiran kita hanya untuk hari ini. Hanya dengan seperti itulah kita bisa disebut benar-benar hidup.

Memori bagi otak adalah kenyataan. Memori yang kuat tentang suatu kejadian, menyebabkan tubuh merespon dengan respon yang sama dengan pada saat kejadian itu terjadi.

Yang lebih mengherankan, ada orang yang memonumenkan kenangan pahit masa lalunya. Ada seorang suami yang tetap menyimpan bangkai mobil yang telah menewaskan anak dan istrinya. Sepanjang tahun, dia mencoba untuk memperbaiki mobil itu. Upayanya sepanjang tahun itu, memberikan sedikit harapan. Dan dia menyukai itu.
Dan pada tanggal yang sama setiap tahunnya, dia akan menghancurkan kembali mobil itu, seperti gambarannya tentang kecelakaan yang merenggut nyawa orang-orang yang dia cintai. Setelah itu dia akan menangis sejadi-jadinya.....seolah-olah kecelakaan itu baru saja terjadi. Kesedihan, keputusasaan, rasa sakit, termasuk ritme denyut jantung yang terpacu kencang, keringat yang mengalir deras dan air mata yang tidak terbendung. Semuanya seperti nyata terjadi kembali. NYATA. Otak benar-benar tidak dapat membedakan apakah ini nyata atau hanya kenangan yang diulang-ulang.

Dan banyak dari kita juga mengalami hal yang sama. Otak kita begitu senang mengembara. Kita seperti sedang berada di belakang kemudi sebuah mobil, tapi kita tidak punya kemampuan untuk mengendarainya. Mobil itu tetap harus melaju kencang. Dia berbelok ke kanan kekiri sesuai keinginannya sendiri. Mengerikan.....sangat mengerikan,,ketika sebagai pemegang kendali, kita tidak punya kemampuan untuk mengendalikan.

Banyak masalah sebenarnya adalah tidak nyata. Yang sebenarnya bisa diselesaikan hanya dengan sejenak melepaskan pikiran kita. Sejenak meletakkannya di luar diri kita, sehingga kita bisa memandangnya dan membedakan mana masalah yang nyata dan masalah yang tidak nyata. Masalah yang tidak nyata tidak membutuhkan penyelesaian, hanya diperlukan sedikit kemampuan untuk memilahnya dan melepaskannya.
Pikiran yang liar, akan menyebabkan tubuh bereaksi tanpa kendali. Denyut jantung akan terpacu dengan cepat secara tiba-tiba. Berbagai macam hormon diproduksi secara acak, untuk merespon permintaan otak untuk suatu kondisi yang tidak nyata. Ketegangan otot, kelelahan, meningkatnya tekanan darah, jantung berdebar-debar, berkeringat, sesak nafas sampai gatal-gatal akan menjadi reaksi lanjutan dari pikiran-pikiran yang dibiarkan liar tanpa kendali.

Karena itulah demi kesehatan tubuh dan jiwa kita, sejak sekarang mulailah belajar mengendalikan pikiran. Bersyukurlah untuk semua hal indah yang terjadi dalam hidup. Biarkan dia hidup abadi dalam diri kita, untuk selalu memberikan reka ulang untuk semua semangat, keceriaan, kebahagiaan dan rasa damai. Dan buang segera segala sesuatu yang menyedihkan,memalukan,mengerdilkan dan semua hal buruk.....segera setelah kejadian itu berlalu dari hidup kita. Kita cukup mengambil pelajaran dan hikmah darinya. Setelah itu, kunci dia rapat-rapat dalam peti memori.

Banyak manusia menangis
Karena mereka mengira akan kelaparan di hari esok
Mereka merasa akan tertimpa penyakit tahun depan
Mereka berpendapat dunia akan berakhir seratus tahun lagi
Sesungguhnya orang yang umurnya bukan di tangannya
Tidak boleh menggadaikan sesuatu
Dengan sesuatu yang tidak dipunyainya
Orang yang tidak tahu kapan dia akan meninggal
Tidak boleh menyibukkan diri
dengan memikirkan sesuatu yang belum datang !
Tinggalkan urusan besok sampai datang waktunya
Jangan anda tanya kabarnya
Dan jangan anda tunggu-tunggu kehadirannya
Karena anda sedang sibuk dengan hari ini
Jadikan hari-harimu bahagia selalu.
(Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah)


Salam, Feb Amni

I Lΐƙέ Ɣ☺ur Ş̅hΐϞέ

Jangan pernah lelah
Jangan pernah menyerah
Walau jauh...
Walau lemah...
Walau terengah-engah...
Aku akan tetap menghampiriMu.

Jangan bosan dengan cintaku yang timbul tenggelam
Jangan putus asa dengan hasratku yang terombang-ambing.

Hatiku masih lurus menatapMu
Mengharap kilauMu, menyelimutiku.

Suatu saat..... Entah kapan ??
Aku akan rela....
Diri ini melebur dalam sinarMu
Sinar KeagungganMu.


Feb Amni

Rayakan Hidup,, Abadikan Cinta.....

Andai aku tak bisa lagi melihatmu,
Tak apa......
Aku masih bisa menangkap bayanganmu dalam terpaan sinar mentari.

Andai kita tak lagi bicara,
Tak apa......
Kita masih punya hati yang bisa terhubung.

Andai tak ada lagi senyummu untukku,
Aku bisa melihatmu di senyum setiap orang.

Andai tangan ini tak bisa lagi meraihmu,
Akan kuraih mereka yang membutuhkanku, atas namamu.

Dimanapun kamu......
Tenanglah !! ......
Bahagialah !! .....
Tak ada yang bisa merenggutmu dariku
Karena aku mengabadikanmu,
Dalam ada dan tiadamu.....


Feb Amni

Setan,, Mengelabuiku....

Kapan setan berhenti bekerja ??
Untuk apa dia bersemangat
Bukankah cuman neraka imbalannya...

Apakah dia tak lelah merayuku ?
Sudah kupasang muka termasamku
Dengan wajah tanpa riasan
Dan tanpa keramahan
Tetap saja dia memujiku....

Andai aku cantik ....
Aku akan percaya rayuannya
Menukar imanku dengan dunia.

Akhirnya aku bisa bersyukur
Dengan muka pas-pasanku
Karenanya kuyakin, Setan hanya mengelabuiku....


Salam, Feb Amni

Jumat, 02 Juli 2010

MengAwetkan Uang

Beberapa teman yang ingin memulai untuk membuka usaha sendiri, kerap kali bertanya pada saya “ Bagaimana sih memulai wiraswasta? “. Saya kerap kali juga merasa tidak cukup kompeten untuk memberikan jawaban akurat. Tapi terkadang terpaksa juga saya jawab sesuai dengan apa yang saya tahu dan yang sudah saya alami dan saya rasakan dalam menjalankan bisnis sendiri.

Mungkin tidak dapat dipungkiri, bahwa feeling bisnis terkadang terlahir karena kita berada di lingkungan dengan pola pikir yang sama. Atau kita dilahirkan dari keluarga yang juga pedagang atau pembisnis. Tapi bukan berarti, mereka yang dilahirkan atau di besarkan dari keluarga bukan pedagang tidak dapat memulai bisnis sendiri.

Menurut pemikiran saya, jika disederhanakan sebenarnya berniaga atau berwiraswasta adalah mengambil peluang untuk menolong orang lain. Atau dengan kata lain kita menggambil kesempatan untuk membantu orang lain keluar dari kesulitannya.

Jadi untuk melihat peluang bisnis apa yang bisa kita ambil, bisa dimulai dari seberapa banyak orang yang dapat anda tolong. Semakin sering orang lain mengandalkan kita untuk bidang-bidang tertentu, maka hampir dapat dipastikan pada bidang tersebut ada peluang bisnis yang dapat diusahakan. Jika kita sukses menolong orang lain pada salah satu bidang, maka insyaallah akan kita peroleh kesuksesan untuk bisnis pada bidang yang sama.

Saya teringat dengan kisah pertama kali saya dikenalkan dengan dunia wirausaha. Di awal tahun 1992, ketika saya baru memasuki mahligai pernikahan dengan berbagai keterbatasan ekonomi. Gaji suami yang tidak bisa dibilang besar, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok rumah tangga kami. Pada akhir bulan sekitar tanggal 25, uang belanja tinggal tersisa rp 20.000 saja. Padahal kebutuhan saya, untuk makan waktu itu sekitar rp10.000 per hari. Satu lembar uang dua puluh ribuan itu sempat saya pandangi beberapa lama. Di dalam hati saya berdoa agar Allah menberi jalan keluar untuk masalah saya ini. Sempat juga terlintas dalam benak saya, batapa bahagianya \saya jika saat itu ada orang yang berbaik hati memberi saya uang rp 40.000 saja.

Otak saya berfikir keras untuk mencari jalan keluar dari masalah ini. Hingga akhirnya saya putuskan untuk memutar uang untuk belanja besok, sebagai modal usaha. Sembari belanja saya akhirnya memutuskan untuk membeli semua kelengkapan untuk membuat es mambo. Tapi dengan cita rasa yang agak berbeda. Karena teringat dengan berapa segarnya asinan khas Bogor, maka malam itu saya membuat es mambo rasa asinan. Lengkap dengan buah dengan cita rasa asam, pedas dan manisnya yang menyegarnya. Tidak disangka ternyata, dagangan saya sangat diminati. Sampai akhirnya saya harus membeli beberapa termos lagi untuk menitipkan es mambo asinan bogor tersebut ke beberapa warung. Akhirnya tidak saja kebutuhan belanja bulan itu yang tertutupi, tapi saya juga bisa menabung sedikit-sedikit untuk tambahan modal.

Itulah cerita, pertama kali saya dikenalkan dengan dunia usaha. Sejak saat itu otak saya terbiasa berputar-putar untuk mencari berbagai macam bentuk usaha yang bisa saya lakukan dari dalam rumah. Saya merasa nyaman dengan pola usaha semacam ini, karena saya tidak perlu meninggalkan anak-anak saya.

Dan sejak saat itu pula, kami sangat jatuh cinta dengan wiraswasta. Kami menyebutnya “cara mengawetkan uang”. Uang yang ditanam sebagai modal usaha tidak saja memberi manfaat tapi juga menjadi lebih awet, karena kami hanya mengambil keuntungan yang didapat, bukan modalnya.

Dan pelajaran yang paling berharga yang saya dapat dari berwiraswasta adalah “kita menjadi semakin dekat dan sangat membutuhkan Allah”. Coba anda bayangkan, bagaimana tingkat ketergantungan kita sebagai pengusaha jika dibandingkan dengan mereka yang menerima gaji tetap tiap bulan. Jika digambarkan dengan joke ringan, “tanpa berdoa kepada allah pun, mereka akan tetap menerima gaji tetapnya tiap bulan”. Walaupun gambaran ini tidak dapat digeneralisir, tapi dapat dijadikan contoh kecil.

Kami sebagai pengusaha, hidup dalam ketidakpastian. Walau semua langkah yang kami lakukan penuh dengan perhitungan dan pertimbangan, tetapi tetap sebanding dengan tingkat spekulasinya. Yang paling mungkin kita lakukan di setiap ikhtiar dan langkah yang kami lakukan adalah memohon agar Allah senantiasa melindungi dan merahmati usaha kami.

Ada kata-kata yang sangat berkesan dari teman abah saya seorang pengusaha kayu di balikpapan. Beliau mempunyai kebiasaan berdoa sangat lama dengan menggangkat tangannya tinggi-tinggi setiap sholat berjamaah di masjid. Ketika ditanya mengapa beliau selalu melakukan hal itu, katanya, “Saya seorang pengusaha, maka keberhasilan saya sangat tergantung dengan belas kasih Allah. Saya tidak akan menurunkan tangan saya dan berhenti berdoa sampai seolah-olah saya mendengar Allah berkata YA”.

Di awal-awal menjalankan bisnis ini, saya sempat berfikir untuk kembali ke dunia kerja yang penuh dengan kepastian. Gaji tetap dengan prestasi meningkat yang selalu berbanding lurus dengan peningkatan penghasilan. Hampir semua pengusaha mengalami masa-masa awal sebagai masa-masa tersulit. Pada masa-masa ini, saya mendapati bahwa niat baik tidak selalu berbuah baik. Perbuatan baik kita, tidak selalu mendapatkan balasan serupa dari patner kita. Saya juga belajar banyak dari kecurangan, permainan tipu muslihat, jegal menjegal, sabotase, kebohongan yang selama ini sangat saya hindari dalam pergaulan saya. Karena itulah saya selalu bilang kepada teman yang akan memulai usaha sendiri, “modal bukanlah hal utama untuk memulai usaha. Tapi untuk menjadi pengusaha kita butuh mental sekuat baja, tapi selentur karet”. Dibutuhkan kekuatan yang sangat besar tidak saja untuk mempertahankan usahanya tapi juga untuk bertahan dalam kebenaran di tengah kerasnya persaingan usaha.