Senin, 27 Juli 2009

Kemarin, Hari ini dan HARI ESOK

Hari ini adalah hari esok yang saya cemaskan kemarin.
Dan hari ini ternyata begitu menyenangkan, sampai saya heran, mengapa saya mencemaskannya kemarin.
Karena itu, hari ini saya tak akan mencemaskan hari esok
Mungkin juga tak ada hari esok.
Jadi hari ini saya akan hidup seakan tak ada hari esok.
Dan saya akan melupakan hari lalu.

Hari ini adalah hari esok yang saya rencanakan kemarin.
Dan hampir semua rencana untuk hari ini tidak berjalan seperti yang saya pikirkan kemarin.
Jadi hari ini saya lupakan hari esok dan hanya buat rencana untuk hari ini.
Tapi tidak terlalu berat

Hari ini saya akan membahagiakan orang lain
Saya akan bilang kepada kekasih, betapa saya mencintainya.
Saya akan berhenti merencanakan hari esok dan berencana membuat hari ini sebagai hari terbaik dari hidup saya.

Hari ini adalah hari esok yang saya takutkan kemarin
Ternyata hari ini tak ada yang menakutkan
Karena itu, hari ini saya akan menghilangkan rasa tahut pada sesuatu yang belum diketahui.
Saya akan merangkul sesuatu yang tidak dihetahui sebagai pengalaman pembelajaran yang penuh dengan peluang yang menyenangkan.
Hari ini tak akan seperti kemarin, saya tak akan takut dengan esok.

Hari ini adalah hari esok yang saya impikan kemarin.
Dan sebagian dari impian yang impikan kemarin menjadi kenyataan hari ini.
Karena itu hari ini saya akan terus mimpi tentang hari esok.

Hari ini adalah hari esok dari kemarin dimana saya tetapkan tujuan-tujuan
Beberapa dari tujuan itu tercapai hari ini.
Karena itu hari ini saya akan menetapkan tujuan yang sedikit lebih tinggi untuk hari ini dan hari esok.
Dan jika hari esok seperti hari ini
Saya pasti akan bisa mencapai tujuan-tujuan saya di suatu hari nanti.

....(NN)

Minggu, 26 Juli 2009

Cawan Kehidupan

Sekelompok alumni dari sebuah perguruan tinggi bersilaturahmi di rumah dosen mereka dulu, seorang profesor yang bersahaja. Mereka sangat menikmati perbincangan yang akrab dengan beragam topik. Sampailah mereka ke dalam perbincangan dengan topik ‘stress’. Sindrom tekanan hidup yang mereka alami. Dikeluhkan berulang-ulang, dan berapa diantaranya, saling menguatkan keluhan itu. Melihat perbincangan yang tidak sehat itu, sang professor tersenyum simpul dan meminta izin sebentar untuk ke dapur.

Sang professor bergabung kembali ke dalam ruangan dengan membawa nampan berisi beberapa jenis cangkir dan gelas serta sebuah teko berisi kopi hangat. Hal yang sangat tidak lazim adalah dibawanya cangkir dan gelas yang beragam itu. Ada yang diperbuat dari porcelain, plastik, kaca dan kristal. Ada yang kelihatan biasa dan ada pula yang kelihatan sangat mahal. Professor itu mempersilahkan mereka menuang sendiri kopi tersebut.

Setelah semua anak didiknya mengambil kopi masing-masing, professor itu berkata: "Mohon diperhatikan dengan teliti. Bukankah, semua cangkir dan gelas yang cantik dan mahal telah diambil, dan menyisakan cangkir dan gelas yang biasa dan kelihatan murahan. Ini adalah keadaan yang sangat biasa, yaitu kita menginginkan yang terbaik dalam hidup. Tetapi, tidakkah Anda semua menyadari, bahwa terletak pada cara pandang inilah, semua masalah dan ‘stress’ yang menakutkan itu berpangkal.”

"Apa yang sebenarnya Anda perlukan adalah kopi, bukan wadahnya, tetapi Anda semua lebih memperhatikan dan lebih tertarik untuk memilih wadah tercantik dan termahal. Dan yang lebih mengherankan lagi adalah Anda sibuk memperhatikan wadah yang telah diambil oleh orang lain". ”Kehidupan adalah kopi. Jabatan, uang, dan kedudukan di dalam masyarakat adalah wadah tersebut. Wadah itu hanyalah alat untuk menampung, dimana sesuatu yang akan ditampungnya adalah kehidupan itu sendiri. Kehidupan tidak berubah hanya karena alat tampungnya yang berubah. Kadangkala kita terlalu fokus kepada wadah yang kita pegang hingga kita gagal untuk menikmati kopinya. Dan yang lebih menyedihkan, Anda semua sibuk memperhatikan dan beriri hati atas wadah yang dipegang orang lain.”

”NIKMATI KEHIDUPAN YANG ADA UNTUK IBADAH "
Kebahagiaan itu sederhana dan harus diputuskan sekarang.
Maka ber-bahagia-lah.
Semoga keikhlasan anda bekerja hari ini bukanlah semata untuk mencari Cangkir yang gemerlap.

..... (NN)

Kamis, 23 Juli 2009

Rantai Kebaikan

By : Nia Oetomo

Pada suatu hari seorang pria melihat seorang wanita lanjut usia sedang berdiri kebingungan di pinggir jalan.

Meskipun hari agak gelap, pria itu dapat melihat bahwa sang nyonya sedang membutuhkan pertolongan.

Maka pria itu menghentikan mobilnya di depan mobil Benz wanita itu dan keluar menghampirinya.

Mobil Pontiac-nya masih menyala ketika pria itu mendekati sang nyonya.

Meskipun pria itu tersenyum, wanita itu masih ketakutan. Tak ada seorangpun berhenti menolongnya selama beberapa jam ini.

Apakah pria ini akan melukainya? Pria itu kelihatan tak baik. Ia kelihatan miskin dan kelaparan.

Sang pria dapat melihat bahwa wanita itu ketakutan, sementara berdiri di sana kedinginan. Ia mengetahui bagaimana perasaan wanita itu. Ketakutan itu membuat sang nyonya tambah kedinginan.

Kata pria itu, "Saya di sini untuk menolong anda, Nyonya. Masuk ke dalam mobil saja supaya anda merasa hangat! Ngomong-ngomong, nama saya Bryan Anderson."

Wah, sebenarnya ia hanya mengalami ban kempes, namun bagi wanita lanjut seperti dia, kejadian itu cukup buruk.

Bryan merangkak ke bawah bagian sedan, mencari tempat untuk memasang dongkrak. Selama mendongkrak itu beberapa kali

jari-jarinya membentur tanah. Segera ia dapat mengganti ban itu. Namun akibatnya ia jadi kotor dan tangannya terluka.

Ketika pria itu mengencangkan baut-baut roda ban, wanita itu menurunkan kaca mobilnya dan mencoba ngobrol dengan pria itu.

Ia mengatakan kepada pria itu bahwa ia berasal dari St. Louis dan hanya sedang lewat di jalan ini. Ia sangat berutang budi atas pertolongan pria itu.

Bryan hanya tersenyum ketika ia menutup bagasi mobil wanita itu. Sang nyonya menanyakan berapa yang harus ia bayar sebagai ungkapan terima kasihnya.

Berapapun jumlahnya tidak menjadi masalah bagi wanita kaya itu. Ia sudah membayangkan semua hal mengerikan yang mungkin terjadi seandainya pria itu tak menolongnya.

Bryan tak pernah berpikir untuk mendapat bayaran. Ia menolong orang lain tanpa pamrih. Ia biasa menolong orang yang dalam kesulitan, dan Tuhan mengetahui bahwa banyak orang telah menolong dirinya pada waktu yang lalu.

Ia biasa menjalani kehidupan seperti itu, dan tidak pernah ia berbuat hal sebaliknya.

Pria itu mengatakan kepada sang nyonya bahwa seandainya ia ingin membalas kebaikannya, pada waktu berikutnya wanita itu melihat seseorang yang memerlukan bantuan, ia dapat memberikan bantuan yang dibutuhkan kepada orang itu, dan Bryan menambahkan, "Dan ingatlah kepada saya."

Bryan menunggu sampai wanita itu menyalakan mobilnya dan berlalu. Hari itu dingin dan membuat orang depresi, namun pria itu merasa nyaman ketika ia pulang ke rumah, menembus kegelapan senja.

Beberapa kilometer dari tempat itu sang nyonya melihat sebuah kafe kecil. Ia turun dari mobilnya untuk sekedar mencari makanan kecil, dan menghangatkan badan sebelum pulang ke rumah. Restoran itu nampak agak kotor. Di luar kafe itu ada dua pompa bensin yang sudah tua. Pemandangan di sekitar tempat itu sangat asing baginya.

Sang pelayan mendatangi wanita itu dan membawakan handuk bersih untuk mengelap rambut wanita itu yang basah. Pelayan itu tersenyum manis meskipun ia tak dapat menyembunyikan kelelahannya berdiri sepanjang hari. Sang nyonya melihat bahwa pelayan wanita itu sedang hamil hampir delapan bulan, namun pelayan itu tak membiarkan keadaan dirinya mempengaruhi sikap pelayanannya

kepada para pelanggan restoran. Wanita lanjut itu heran bagaimana pelayan yang tidak punya apa-apa ini dapat memberikan suatu pelayanan yang baik kepada orang asing seperti dirinya. Dan wanita lanjut itu ingat kepada Bryan.

Setelah wanita itu menyelesaikan makanannya, ia membayar dengan uang kertas $100. Pelayan wanita itu dengan cepat pergi untuk memberi uang kembalian kepada wanita itu. Ketika kembali ke mejanya, sayang sekali wanita itu sudah pergi. Pelayan itu bingung kemana perginya wanita itu. Kemudian ia melihat sesuatu tertulis pada lap di meja itu.

Ada butiran air mata ketika pelayan itu membaca apa yang ditulis wanita itu:

"Engkau tidak berutang apa-apa kepada saya. Saya juga pernah ditolong orang. Seseorang yang telah menolong saya, berbuat hal yang sama seperti yang saya lakukan. Jika engkau ingin membalas kebaikan saya, inilah yang harus engkau lakukan: 'Jangan biarkan rantai kasih ini berhenti padamu.'"

Di bawah lap itu terdapat empat lembar uang kertas $ 100 lagi.

Wah, masih ada meja-meja yang harus dibersihkan, toples gula yang harus diisi, dan orang-orang yang harus dilayani, namun pelayan itu memutuskan untuk melakukannya esok hari saja. Malam itu ketika ia pulang ke rumah dan setelah semuanya beres ia naik ke ranjang. Ia memikirkan tentang uang itu dan apa yang telah ditulis oleh wanita itu. Bagaimana wanita baik hati itu tahu tentang berapa jumlah uang yang ia dan suaminya butuhkan? Dengan ke lahiran bayinya bulan depan, sangat sulit mendapatkan uang yang cukup.

Ia tahu betapa suaminya kuatir tentang keadaan mereka, dan ketika suaminya sudah tertidur di sampingnya, pelayan wanita itu memberikan ciuman lembut dan berbisik lembut dan pelan, "Segalanya akan beres. Aku mengasihimu, Bryan Anderson!"

Ada pepatah lama yang berkata, "Berilah maka engkau diberi." Hari ini saya mengirimkan kisah menyentuh ini dan saya harapkan anda meneruskannya.

Biarkan terang kehidupan kita bersinar. Jangan hapus kisah ini, jangan biarkan saja!


* Teman baik itu seperti bintang-bintang dilangit. Anda tidak selalu dapat melihatnya, namun anda tahu mereka selalu ada. *

...

Minggu, 19 Juli 2009

Jangan Pelihara Rasa Benci

By Apud Saepudin


Suatu hari, ketika Nabi saw sedang berkumpul dengan para sahabat di dekat ka'bah, seorang lelaki asing lewat di hadapan mereka. Setelah lelaki itu berlalu, Nabi berujar kepada para sahabat, ''Dialah ahli surga.'' Dan hal itu dikatakannya sampai tiga kali.

Atas pernyataan Nabi tersebut, timbul penasaran di kalangan para sahabat, terutama Abdullah bin Umar yang memang dikenal sangat kritis. ''Ya, Rasulullah,' ' tanya Abdullah, ''Mengapa engkau katakan itu kepada kami, padahal selama ini kami tidak pernah mengenalnya sebagai sahabatmu? Sedang terhadap kami sendiri yang selalu mendampingimu engkau tidak pernah mengatakan hal itu?'' Lalu sebagai seorang uswah, Nabi memberikan jawaban diplomatis yang sangat bijak. ''Jika engkau ingin tahu tentang apa yang aku katakan, silakan engkau tanyakan sendiri kepadanya.'' Karena rasa penasarannya sangat tinggi, suatu hari Abdullah bin Umar menyengajakan diri untuk berkunjung ke rumah orang asing itu.

''Ya, akhie,'' kata Abdullah, ''kemarin sewaktu engkau lewat di hadapan kami, Rasulullah mengatakan bahwa engkau seorang ahli surga. Apa gerangan yang menjadi rahasianya sehingga Rasulullah begitu memuliakanmu? '' Lelaki itu tersenyum, kemudian menjawab, ''Sesungguhnya aku tidak pernah melakukan apa-apa. Aku bahkan tidak memiliki kekayaan apa-apa. Baik ilmu maupun harta yang bisa kusedekahkan. Yang kumiliki hanyalah kecintaan. Kecintaan kepada Allah, kepada Rasulullah dan kepada sesama manusia. Dan setiap malam menjelang tidur, aku selalu berusaha menguatkan rasa cinta itu, sekaligus berusaha menghilangkan perasaan benci yang ada kepada siapa saja. Bahkan terhadap orang-orang kafir sekalipun.''

Memelihara perasaan benci dan marah, berarti menyimpan egoisme. Adanya perasaan benci, berarti adanya sikap untuk menyalahkan orang yang dibenci itu. Dan menyalahkan orang lain berarti membenarkan sikap dan tindakan sendiri. Padahal sikap semacam itu sudah sejak awal diklaim syetan pada penciptaan Adam as. Kisah tersebut memberikan gambaran kepada kita, bahwa perasaan benci, bukan hanya mengakibatkan fitnah dan permusuhan, tetapi juga dapat menimbulkan penyakit batin yang sangat fatal, sekaligus menjauhkan diri dari surga yang menjadi dambaan setiap mukmin. Sehingga sikap yang paling bijaksana adalah, selalu berusaha untuk mengintrospeksi diri, sekaligus menjadi orang yang pemaaf. Sebab itulah yang selalu dilakukan Nabi sepanjang perjalanan hidupnya. Sedangkan hidup Nabi adalah contoh bagi setiap mukmin.

(republika)

Selasa, 14 Juli 2009

? ? ? ?

Bagaimana kubisa menganggapmu tak berarti,
jika engkaulah yang mengajariku mencintaiNya dengan mencintaimu.
Bagaimana kubisa meremehkanmu,
jika engkaulah yang mengajariku mengimani yang gaib dengan mempercayaimu dalam ketiadaan.
Aku takkan dapat mengabaikanmu,
karena sebagian dari diriku adalah dirimu.

Engkau membesarkanku dalam ketiadaan.
Mengharapkanmu ada,
hanya akan menghancurleburkanku.

Minggu, 12 Juli 2009

Yang Menghadang

Ini masih cerita oleh-oleh. Cerita oleh-oleh dari pengajian rutin yang saya hadiri. Pengajian kali ini diisi oleh tausiah dari ustad Arifin Ilham. Ada cerita yang menarik perhatian saya.

Ketika Ustad Arifin Ilham (AI), baru tiba di bandara Soekarno-Hatta, ada seorang bapak-bapak paruh baya yang tampak letih karena telah lama menunggu kedatangan sang ustad. Dengan tergesa dihampirinya sang ustad. Dan tanpa basa-basi bapak itu berkata, ” Ustad, istri saya adalah jamaah dzikir ustad, dan saat ini sedang sakaratul maut. Kejadian ini sudah berlangsung 3 hari ustad. Tolonglah ikut kerumah saya. Saya membutuhkan pertolongan ustad”. Dengan sigap asisten ustad AI langsung mengingatkan bahwa jadwal ceramah berikutnya adalah 3 jam lagi. Maka setelah menimbang bahwa kepentingan bapak ini sangat pantas untuk mendapat perhatian, maka ustad AI memutuskan untuk bertandang ke rumah sang bapak tersebut.

Singkat cerita ketika sampai di rumah mewah sang bapak tadi, Ustad AI segera diantar ke sebuah kamar. Di kamar tersebut tampak seorang perempuan kurang lebih berumur 55 tahunan, tampak sangat lelah menahan sakit yang tidak terkira. Dalam derita sakitnya itu, sang ibu itu masih bisa merespon kehadiran ustadnya dengan sedikit isyarat senyum. Ustad AI segera menghampiri ibu itu. Tapi tidak seperti cerita-cerita yang kita ketahui ketika menghadapi orang sakaratul maut. Bukan sang ibu yang dibimbing untuk melafatskan kalimat tauhid, tapi sang bapak yang diminta Ustad mengenggam tanggan istrinya dan menirukan apa yang dikatakan Ustad AI, ”Bu,, saya sebagai suami, ridho dengan pengabdian ibu di dalam keluarga ini. Bapak ridho dengan apa yang sudah ibu lakukan semuanya untuk bapak dan anak-anak. Dan Bapak memaafkan semua kesalahan yang mungkin ibu lakukan kepada Bapak. La illahaillallah”. Kalimat ini ditutup dengan dengan sambutan lirih dari mulut sang ibu ”La illahaillallah”. Dan......sang ibu menghembuskan nafas terakhirnya dengan tenang setelah 3 hari merengang nyawa.

Allahu Akbar... Kita tidak tahu dosa apa yang dilakukan oleh sang istri. Tapi yang kita dapat lihat dari cerita nyata tersebut adalah ridho Allah menyertai ridho seorang suami. Terbayang oleh saya, begitu banyak kekurangan saya sebagai seorang istri. Saya masih sering lupa walaupun tahu,, bahwa modal terbesar saya untuk mencari ridho Allah, adalah di dalam rumah saya sendiri. Malah Nabi pernah mengisyaratkat tentang betapa agungnya kedudukan suami bagi seorang istri dengan sebuah hadist. ”Andai diijinkan manusia menyembah manusia tentu aku akan memerintahkan seorang istri untuk menyembah suaminya”.

Jaman berubah,,, emansipasi dipropagandakan dimana-mana, feminisme telah merambah seluruh penjuru. Semakin lama hadist ini semakin tergilas jaman. Tingginya kedudukan seorang suami adalah sepadan dengan tanggung jawab atas amanat yang diembannya, terhadap istri, anak dan masyarakatnya. Seorang istri dapat menghadang suami di depan pintu penghisapan dan berkata ” lakukanlah pertanggungjawabanmu, suamiku,, mengapa aku begini dan mengapa aku begitu. Apakah engkau sudah membimbingku dalam hal ini dan hal itu?. Apakah engkau telah memerintahkanku untuk itu dan untuk ini?". Maka sangatlah sepadan pengabdian yang harus dilakukan seorang istri dengan nilai pertanggungjawaban itu.


Salam,, Feb Amni

Rabu, 08 Juli 2009

Bila Seorang Ibu Boleh Memilih

http://www.gsn-soeki.com/wouw/

Anakku...

Bila ibu boleh memilih
Apakah ibu berbadan langsing atau berbadan besar
karena mengandungmu

Maka ibu akan memilih mengandungmu?

Karena dalam mengandungmu ibu merasakan keajaiban
dan kebesaran Allah

Sembilan bulan nak...
Engkau hidup di perut ibu
Engkau ikut kemanapun ibu pergi
Engkau ikut merasakan ketika jantung ibu berdetak
karena kebahagiaan
Engkau menendang rahim ibu ketika engkau merasa
tidak nyaman, karena ibu kecewa dan berurai air mata

Anakku...

Bila ibu boleh memilih apakah ibu harus operasi
caesar, atau ibu harus berjuang melahirkanmu
Maka ibu memilih berjuang melahirkanmu
Karena menunggu dari jam ke jam, menit ke menit
kelahiranmu adalah seperti
menunggu antrian memasuki salah satu pintu surga

Karena kedahsyatan perjuanganmu untuk mencari jalan
ke luar ke dunia sangat ibu rasakan Dan
saat itulah kebesaran Allah menyelimuti kita berdua

Malaikat tersenyum
diantara peluh dan erangan rasa sakit, Yang tak
pernah bisa ibu ceritakan kepada siapapun

Dan ketika engkau hadir, tangismu memecah
dunia Saat itulah...
saat paling membahagiakan
Segala sakit & derita sirna melihat dirimu yang
merah, Mendengarkan ayahmu mengumandangkan adzan,
Kalimat syahadat kebesaran Allah

Anakku...

Bila ibu boleh memilih apakah ibu berdada indah,
atau harus bangun tengah malam untuk menyusuimu,
Maka ibu memilih menyusuimu, Karena
dengan menyusuimu ibu telah membekali hidupmu dengan
tetesan-tetesan dan tegukan tegukan yang sangat
berharga Merasakan kehangatan bibir dan
badanmu didada ibu dalam kantuk ibu, Adalah sebuah
rasa luar biasa yang orang lain tidak bisa rasakan

Anakku...

Bila ibu boleh memilih duduk berlama-lama di ruang
rapat Atau duduk di lantai menemanimu menempelkan
puzzle Maka ibu memilih bermain puzzle
denganmu Tetapi anakku...

Hidup memang pilihan...
Jika dengan pilihan ibu, engkau merasa sepi dan
merana Maka maafkanlah

nak...

Maafkan ibu...
Maafkan ibu...

Percayalah nak, ibu sedang menyempurnakan puzzle
kehidupan kita, Agar tidak ada satu kepingpun
bagian puzzle kehidupan kita yang hilang

Percayalah nak...

Sepi dan ranamu adalah sebagian duka ibu
Percayalah nak...

Engkau adalah selalu menjadi belahan nyawa ibu...


....

JALAN CINTA (1)

Setiap cinta memiliki jalan untuk dilalui. Dan setiap jalan akan sampai kepada muaranya,, yaitu muara cinta, cinta illahiyah.

Cerita cinta Jalaludin Rumi dapat menjadi salah satu contohnya. Kematian ayahanda tercinta mengusik kenyamanannya. Kenyamanan dalam dekapan kasih orang yang sangat dikagumi dan dihormatinya. Segalanya seolah berakhir dan tercabut dari akarnya, bersamaan dengan kepergian kekasih hatinya. Cintanya tak lagi beralamat. Cintanya membutakannya. Empat puluh hari penuh, Rumi memusatkan diri dalam kedukaan. Dunia kehilangan pesona dan keindahan. Segala terenggut, sampai Rumi benar-benar merasakan, hanya ada dia dan Allah.

Demi cintanya, Rumi mengembara selama 6 bulan bersama istri, anak dan sahabat ayahnya untuk menimba ilmu dari seluruh penjuru dunia. Bimbingan sheikh Burhan, menyajukkan hatinya dan menghantarkannya kepada kemuliannya sebagai ulama besar yang dicintai dan dikagumi.

Tapi kerinduan dan cintanya belum terjawab, sampai dia berjumpa dengan sahabat sejatinya seorang darwis tua yang compang camping bernama Syams. Mereka adalah dua raga dengan satu jiwa. Jiwa yang sama-sama haus akan Allah. Setiap kehadiran sahabatnya adalah ajakan untuk mendekat kepada Allah. Cinta mereka lekat tak bersyarat. Bait-bait puisi cinta agung mulai mengalir, melalui persahabatan ini.

Apa yang telah engkau lakukan padaku ?
Ku seorang zahid,bebas dari dunia
Kini kakiku terangkat melawan kehendakku
Ku berusaha sembunyikan hatiku
Tapi kau temukan dan kau curi
Dan kini tiada yang tersisa dari diriku
Kecuali wayang yang terus berputar dan berputar terus. (*)

Dua kali Syams meninggalkan Rumi, sebelum kematian, memisahkan mereka secara abadi. Rumi merasakan kehilangan cintanya untuk kedua kalinya. Dan setiap kehampaan yang dirasakan karena cinta yang terenggut, selalu menghantarkannya kepada cinta dengan maqam yang lebih tinggi.

Debu dan pasir membara
Biarlah wajahmu menunduk sampai menyentuh pasir
yang panas dan debu jalanan, karena semua
yang terluka oleh cinta harus
tergambar di wajah mereka, dan goresan luka itu
harus terlihat. Biarlah goresan luka itu dikenali
orang-orang di jalan cinta. (*)

Dan Rumi mendapati kembali dirinya sendiri, hanya bersama Allah. Dan disadarinya bahwa ternyata cintanya pada sahabat terkasih hanyalah sebuah tabir. Tabir yang harus dibukanya sendiri. Dan dia dapati bahwa dirinya ternyata telah terkukung oleh Allah. Dari atas, dari bawah, dari belakang dan dari depan. Setiap sel dalam dirinya hidup berkat keilahian. Sehingga tidak ada ruang lagi yang tersisa untuk cinta yang lain.

Tidak banyak yang tahu bahwa pada akhir masa hidupnya, Rumi telah meninggalkan tarian berputar-putarnya, karena segala kegelisahannya telah terjawab. Allah telah bersemayam di hatinya. Dalam kesendiriannya Rumi menemukan bahwa dia tidak perlu mengejar Allah, Allah akan mengejar makhluknya. Setiap dia melangkah mendekat, Allah berlari menyambutnya. Allah tidak pernah melepas cintanya, walau makhluknya melupakan cinta kepadaNya. Dan setiap kali dia bertanya ”Allah, Engkau dimana??”. Maka Allah akan segera menjawab, ”Aku disini kekasihku”.

Rumi menemukan cinta ilahiyahnya melalui cinta kepada ayah, sahabat ayahnya dan guru spiritualnya.

Begitulah cinta menemukan jalannya. Setiap jalan harus dilalui, dengan riak kerinduan, kepedihan dan suka citanya. Setiap hati harus melalui berbagai cinta, dengan berbagai rupa dan tabiatnya. Setiap jiwa harus menggalami masa pasang dan masa surutnya bersama cinta. Biarkan jiwa menjalani rasanya, panas, dingin, membara, berkecamuk, tenang, menghanyutkan dan .... b u t a. Sampai suatu saat nanti jiwa akan menemukan muaranya dan menyadari ”hanya tinggal aku dan Allah”. Dan Rumi berkata "Bersukalah dalam sukamu kasihku,,, Biarkan aku damai dalam kebesaran Tuhan".

Wallahualam bissawab ..


Salam,, Feb Amni


(*) The Way of Love, Nigel Watts

JALAN CINTA (2)

Masih tentang jalan cinta, dengan nuansa cinta yang berbeda. Mabuk cintanya Zulaiha kepada budak suaminya, Yusuf. Cerita cinta yang sangat mengemparkan dan mengetarkan dunia. Sehingga Allah khusus menuliskan cerita cinta ini dalam Al Karim yang mulia. Cerita cinta yang penuh dilematik dan mengharu biru. Tanpa menuliskan detail ceritanya, saya yakin cerita ini telah melekat dalam hampir semua benak insan. Terutama pada benak-benak insan yang pernah merasakan bahwa cinta tak selamanya dapat diarahkan ke tempat yang benar dan tepat.

Tapi mungkin banyak yang belum menyimak betul ending dari kisah cinta ini. Pada saat Yusuf sudah menjadi orang yang berkuasa mendatangi janda Zulaiha. Dengan hormat dan lemah lembut Yusuf berkata. " Aku tidak dapat mencintaimu saat kau masih menikah, dan aku adalah budak suamimu. Namun kini aku bebas untuk menikahimu, dan aku akan melakukannya dengan suka hati karena cintamu kepadaku." Dengan mata berkaca-kaca, Zulaika menjawab, "Tidak Yusuf, cintaku kepadamu adalah tabir. Aku telah lama mencintai Sang Kekasih secara langsung. Aku tidak lagi membutuhkan apa pun dan siapapun di dunia ini."

Cintanya pada Yusuf hanyanya tabir, yang disingkapnya untuk menemukan cinta sejatinya, yaitu Cinta pada Illahnya.

Subhanallah, begitulah cinta menemukan jalannya. Tak ada yang tahu kemana dia akan mengarahkan mata panahnya. Setiap hati dipenuhi cinta. Dan setiap cinta mempunyai pancaran. Cinta memberikan kehangatan tidak hanya pada tempat bersemayamnya cinta, tapi juga pada siapa saja yang dilaluinya.

Cinta itu bagaikan api,, dan kerendahan hatilah yang menjadi kayu bakarnya.

Tak ada yang bisa memadamkan cinta. Tidak juga penolakan dan keperihan. Hanya kesombongan dan keangkuhan yang dapat memadamkannya.

Semoga kita juga akan menemukan jalan cinta untuk menuju muaranya, Cinta Ilahiyah.


Salam,,, Feb Amni

Selasa, 07 Juli 2009

Doa seorang perempuan

http://www.gsn-soeki.com/wouw/

Tuhanku...

Aku berdo'a untuk seorang pria yang menjadi bagian dari hidupku
Seseorang yang sungguh mencintaiMu lebih dari segala sesuatu
Seorang pria yang akan meletakkanku pada posisi kedua di hatinya setelah Engkau
Seorang pria yang hidup bukan untuk dirinya sendiri tetapi untukMu

Wajah tampan dan daya tarik fisik tidaklah penting
Yang penting adalah sebuah hati yang sungguh mencintai dan dekat dengan Engkau
dan berusaha menjadikan sifat-sifatMu ada pada dirinya

Dan ia haruslah mengetahui bagi siapa dan untuk
apa ia hidup sehingga hidupnya tidaklah sia-sia

Seseorang yang memiliki hati yang bijak tidak hanya otak yang cerdas
Seorang pria yang tidak hanya mencintaiku tapi juga menghormatiku
Seorang pria yang tidak hanya memujaku tetapi juga
dapat menasihatiku ketika aku berbuat salah

Seseorang yang mencintaiku bukan karena kecantikanku tapi karena hatiku
Seorang pria yang dapat menjadi sahabat terbaikku
dalam setiap waktu dan situasi
Seseorang yang dapat membuatku merasa sebagai
seorang wanita ketika aku di sisinya

Tuhanku...
Aku tidak meminta seseorang yang sempurna namun
aku meminta seseorang yang tidak sempurna,
sehingga aku dapat membuatnya sempurna di mataMu
Seorang pria yang membutuhkan dukunganku sebagai peneguhnya
Seorang pria yang membutuhkan doaku untuk kehidupannya
Seseorang yang membutuhkan senyumku untuk mengatasi kesedihannya
Seseorang yang membutuhkan diriku untuk membuat
hidupnya menjadi sempurna

Tuhanku...

Aku juga meminta,
Buatlah aku menjadi wanita yang dapat membuatnya bangga
Berikan aku hati yang sungguh mencintaiMu sehingga
aku dapat mencintainya dengan sekedar cintaku

Berikanlah sifat yang lembut sehingga kecantikanku datang dariMu
Berikanlah aku tangan sehingga aku selalu mampu berdoa untuknya
Berikanlah aku penglihatan sehingga aku dapat
melihat banyak hal baik dan bukan hal buruk dalam dirinya
Berikanlah aku lisan yang penuh dengan kata-kata bijaksana,
mampu memberikan semangat serta mendukungnya
setiap saat dan tersenyum untuk dirinya setiap pagi

Dan kami berdua dapat mengatakan:
"Betapa Maha Besarnya Engkau karena telah
memberikan kepadaku pasangan yang dapat membuat
hidupku menjadi sempurna."

Amin....