Sabtu, 16 Februari 2013

Ikhlas itu Mandiri



Hari ini kucoba menenangkan diri di sudut hati terdalam.  Mencari makna dan menguatkan yakin bahwa memang semua ini yang  terbaik.  Ditipu oleh teman sendiri jauh lebih menyakitkan karena kita kehilangan dua hal sekaligus, financial dan pertemanan.  Aahh,, sedih ini belum juga bisa lenyap membayangkan betapa teganya, dia.  Kita sebut saja ES, yang telah mencampakkan segala harapan kami.  Walaupun dari awal kami yakin bahwa harapan kami adalah harapannya juga.  Harapan untuk dapat maju dan sejahtera bersama.  Tapi ternyata kepentinganya jauh melampaui kepentingan kami bersama.  

Mengupayakan ikhlas, hanya itu yang bisa kami lakukan.  Jadi teringat nasehat seorang sahabat “Ikhlas itu seperti  orang yang menarik busur untuk melesatkan anak panah.  Dibutuhkan kekuatan untuk mencapai tarikan yang maksimal.  Maka setelah dilepaskan, anak panah akan melaju dengan kecepatan  yang tidak terhingga”.   Ketika kita ikhlas menghadapi ujian ataupun cobaan, maka Allah sudah mempunyai rencana untuk melesatkan kita ke tempat yang jauh lebih baik, lebih tinggi dan lebih bermartabat.   Aamiiin….

Tiba-tiba lamunan panjangku dikagetkan oleh tepukan lembut dari suamiku yang sejak tadi duduk di sebelah.  “Besok pagi kita jenguk pak ES di penjara ya.  Jangan lupa siapkan oleh-olehnya.  Sekedar makanan dan kue-kue ringan"

“Haa,,, kok pakai bawa oleh-oleh”, selaku dengan raut muka terkejut .
“Bukannya dia sudah berkhianat dan menipu kita ? ”

“Apa yang dia lakukan kepada kita itu tanggung jawab dia.  Apa yang kita lakukan juga tetap menjadi tanggung jawab kita sendiri.  Masak kita mau kalah dua kali, dengan mengijinkan pak ES menentukan apa yang harus kita lakukan kepadanya”.

Aku hanya terdiam, walaupun dalam hati membenarkan dan menggagumi sosok lali-laki pendamping hidupku ini.  Rupanya ini satu hal yang tetap merekatkan kami selama ini, dia tidak terpengaruh oleh apa yang dilakukan orang lain.  Mungkin termasuk apa yang aku lakukan ya….hehe.  “Pantes sabar banget”, pikirku sambil mengucap hamdalah dalam hati.  Bersyukur bahwa Dia telah memilihkanku imam yang tepat untuk bersama-sama menujuNya.... insyaallah.


Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihat-Nya dan mereka mendirikan sembahyang. Dan barangsiapa yang mensucikan dirinya, sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allahlah kembali(mu) (QS  Al Fatir : 18)

Kamis, 14 Februari 2013

Berlindung dibalik Kerudung



Sedih ……ketika melihat  perempuan-perempuan yang terlibat kasus kejahatan besar, tiba-tiba tampil di depan umum dengan menggunakan kerudung atau jilbab.  Tidak tahu motivasi mereka apa, dalam memakainya.  Mulai dari kerundung yang hanya di diletakkan sekedarnya di kepala, sampai dengan kurudung panjang rapat plus cadar pula.  Seolah-olah mereka berlindung dari balik kerudung yang dikenakan.   Tiba-tiba merasa lebih benar.  Tiba-tiba mendadak menjadi lebih sholehah.  Tiba-tiba mendapat menyimbulan baru sebagai wanita yang lugu dan bebas dari segala pelanggaran peraturan.  Aaah, entahlah.  Tapi bagi kami, perempuan-perempuan berkerudung yang bukan tiba-tiba, hal ini sungguh menyakitkan. 

Jadi teringat ketika tahun 1988, pada saat saya dan beberapa teman memutuskan untuk berkerudung/berjilbab.  Bukan keputusan yang mudah.  Karena pada saat itu memakai kerudung adalah suatu yang masih sangat langka.  Berbagai issue negatif dihembuskan untuk meminimalisir keberanian perempuan  memakai kerudung.  Di berbagai media tersiar berita ada maling yang sengaja menyamar sebagai perempuan berkerudung.  Dia menjadi   bulan-bulanan masa kerena tertangkap tangan sedang menjalankan aksinya mencuri di pasar.  Ada juga issue, bahwa di Bandung ada perempuan berkerudung yang mendapat julukan “mawar hitam” yang berprofesi sebagai pelacur.   Mereka yang berkerudung dianggap sebagai orang yang menyembunyikan identitas di balik kerudungnya.  Bukan orang yang terbuka dan bukan orang yang moderat.

Mereka yang berkerudung harus selalu dicurigai mempunyai maksud tersembunyi di balik kerudungnya.  Doktrin itu masuk tidak hanya di kalangan orang dewasa.  Anak kecilpun mengerti bahwa mereka harus mengambil jarak dengan orang-orang yang berkerudung.  Pernah suatu kali ketika kami berada di supermarket, seorang anak kecil bertanya pada ibunya.  “Ma, kenapa mbak-mbak itu bajunya begitu ?.  beda sama kita”. 

Dan dengan tanpa berfikir dan merasa  bersalah, si Ibu menjawab enteng “Itu Ninja sayang, jangan deket-deket”.  

 Haaaaa,,,, mestinya kami marah.  Tapi yang kami lakukan  adalah memaklumi.  Memaklumi bahwa yang terjadi saat itu adalah salah satu konseksuensi  dalam memakai kerudung.  Kami hanya bergunam dalam hati “Terimalah kesabaran ini, sebagai ibadah”.  Duuuh, jika ingat saat-saat itu selalu muncul keharuan yang teramat sangat.  Terharu karena dulu kami pernah begitu sayang sama Allah.  Semoga Allah melestarikan rasa itu, walaupun saat ini berkerudung tidak lagi sesulit masa itu.    Tidak perlu rajin sholat untuk berani pakai kerudung.  Malah tidak perlu beragama untuk boleh memakai kerudung.  Tetapi ada yang hilang dari “ghiroh” berkerudung.  Ada yang hilang, nilai kesakralan berkerudung. Tapi apapun itu, syukur yang tidak terhingga ketika  berkerudung  pun menjadi tren,  dan mengenakan kerudungpun  sudah semudah memakai busana apapun.

Padahal dulu, di tahun 80 an, ada larangan “Tidak boleh memakai kerudung/jilbab di sekolah”.  Pemerintah khawatir seandainya pemakaian kerudung diijinkan di sekolah, maka  semua agama akan meminta ijin untuk memakai simbul agama mereka masing-masing. Di beberapa Koran muncul opini “Bisa saja nanti orang-orang Hindu akan minta diijinkan memakai tutup kepala dan baju adat seperti yang mereka pakai di Bali.  Atau orang Budha yang berhak memakai  hanya selembar kain kuning sebagai pengganti baju”.  Berbagai macam alasan dibuat yang intinya menguatkan argumen bahwa berkerudung mengancam kesatuan dan persatuan bangsa.  Hmmm,, sebagai anak remaja saya tidak paham benar tentang peraturan itu.  Saya hanya tahu bahwa peraturan itu harus ditaati kalau tidak mau repot.  Saya juga  tidak berani  untuk melawan arus walaupun di dalam hati sudah ada niat yang kuat untuk memakai kerudung/jilbab sejak baliq.  Tapi apa daya, saya merasa tidak cukup kuat untuk bertentangan dengan peraturan sekolah.  Beberapa teman yang maqom pemahaman agamanya lebih baik, mensiasati peraturan itu, dengan tetap memakai jilbab sampai ke sekolah dan melepaskannya ketika memasuki gerbang sekolah.  Duuuh,  terbayang betapa tersiksanya menghadapi dilema antara kata hati dan menentang peraturan.  Saya kagum pada mereka, perempuan-perempuan belia yang hebat karena berani  membela Allah pada saat kondisi dan lingkungan tidak mendukung. 

Ketika  sudah memasuki bangku kuliah, saya memutuskan untuk memakai kerudung/jilbab secara istiqomah.  Tidak sesegera setelah  masuk kuliah.  Masih butuh waktu hampir 4 bulan untuk menetapkan niat.  Diskusi dengan berbagai kalangan dan istiqoroh pun dilakukan.  Tidak semua pihak mendukung tekad saya.  Malah seorang sahabat  dengan terang-terangan mengatakan “Nanti kalau sudah kuliah jangan pakai kerudung  ya”.  Bimbang….. ketika memutuskan untuk memakai kerudung. Saya harus menyiapkan diri dengan berbagai konsekwensinya.  Termasuk konsekuensi  bahwa lapangan pekerjaan dan jodoh saya menjadi lebih sempit karena berkerudung.  Jangan bayangkan bahwa pada saat itu perempuan berkerudung bisa diterima eksis seperti sekarang ini.  Berbagai lapangan kerja dan instansi memasang plat 'perboden' untuk perempuan-perempuan berkerudung.  Masyarakat masih menganggap bahwa kerudung adalah lambang kefanatikan.   Dan menerima mereka sebagai pegawai dapat menimbulkan pandangan negatif terhadap perusahaan.  Perusahaan  akan dicap tidak modern dan mentoleransi kefanatikan. 

Tidak hanya perusahaan,  para orang tua pun juga banyak yang mempunyai pandangan yang sama.   Ada seorang  teman yang harus rela patah hati, gara-gara calon mertua tidak ingin punya menantu yang berkerudung.  Kondisi saat itu, tidak seperti sekarang.  Sekarang, sebagian besar calon mertua malah mengharapkan calon mantunya adalah perempuan-perempuan berkerudung.  Kerudung menjadi lambang keshalehan dan keluguan.  Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa banyak perempuan yang berkerudung saat ini bukan karena alasan syar'i.  
Ada hikmah terbaik yang saya dapat dari menyadari konsekuensi berkerudung pada saat itu. Daripada ditolak ketika melamar kerja gara-gara pakai kerudung,  maka saya bertekad bisa menciptakan lapangan kerja sendiri.    Saya tidak mau tergantung pada orang lain.  Cukup Allah bagiku.  Dan saya berkata Allah, “Terimalah aku menjadi simbul agamamu”.  Maka…..Bagi kami itu adalah berjihad.  Karena kami menyadari bahwa apapun yang akan kami lakukan, baik dan buruk akan disangkutpautkan dengan Islam hanya karena berkerudung.


Jadi terbayang kan bagaimana rasanya ketika kami menyaksikan mereka yang didakwa melakukan tindak kejahatan, baik itu korupsi, penipuan sampai dengan pembunuhan berlindung pada kerudung.  Yang bagi kami ketika akan memakainya, membutuhkan begitu banyak kekuatan, begitu banyak air mata dan begitu banyak perjuangan.  Akhirnya kami hanya menyadari, bahwa sampai saat ini pun perjuangan itu belum berakhir.  Kami harus bisa dibedakan dari mereka yang hanya  berlindung di balik kerudung.   Kami harus punya hati yang lebih baik, lebih tulus, lebih ikhlas dan lebih murni.  Kami harus punya manfaat yang lebih baik bagi masyaraklat, bagi keluarga dan juga diri sendiri.  Kami harus lebih kuat…..kuat membela yang benar, bertahan untuk benar dan  setia pada kebenaran.  Semoga Allah selalu menyinari kami dengan sinarNya, sehingga yang benar akan tampak sebagai kebenaran dan yang  bathil akan nyata sebagai kebatilan.  Dan Dia yang Maha perkasa berkenan menganugrahkan kekuatanNya untuk menjaga kami agar selalu melakukan yang benar dan menghindari yang batil……..aamiin