Hari ini dunia memperingati Hari Anti Kekerasan terhadap
Perempuan. Sejak 2001, jumlah perempuan
korban kekerasan di Indonesia terus meningkat.
Data yang dilansir Komnas HAM Perempuan tahun 2011 menyebutkan, kekerasan
terhadap perempuan mencapai 119.107 kasus yang terekam dari 393 lembaga
pendamping di seluruh Indonesia.
Sembilan puluh enam persennya merupakan kekerasan domestik,
pelakunya dekat dengan korban. Dan
diantara ribuan korban itu, sejumlah perempuan berupaya bangkit dari
keterpurukan. Mereka berjuang melawan
luka. Mereka berusaha mendapatkan
kebebasannya dan keluar dari trauma panjang.
Saya menjadi teringat dengan sebuah kisah nyata tentang
seorang perempuan muda bernama Riris, yang
sedang memulai karirnya. Dia tidak bisa
menolak ketika atasannya mengirimnya ke sebuah pulau terpencil, untuk
mengumpulan data. Sendiri. Segala keperluannya disiapkan oleh seorang
logistic officer. Kita sebut saja
namanya Rama. Selain bertugas menyediakan keperluan Riris,
Rama juga bertugas sebagai asisten pendamping .
Sehingga selama tiga hari berada
di pulau itu, Riris dan Rama harus segera menjalin kerjasama yang baik untuk
mendapatkan data yang optimal dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Hanya mereka berdua. Hari pertama dan kedua dapat dilalui dengan
aman dan baik. Tapi entah setan apa yang
merasuki Rama di hari ke tiga. Hampir
dini hari Rama meminta ijin untuk memasuki kamar. Dia bilang charnger handphone nya tertinggal, dan dia tidak bisa menunggu
sampai pagi karena HP nya sudah low bat
dan masih ada yang harus dikomuniasikan.
Kelanjutannya seperti cerita-cerita di sinetron. Rama merayu-rayu untuk diijinkan masuk. Riris merasa segan dan mengijinkan Rama masuk. Rama mengunci pintu. Dan….. hal terburuk dalam kehidupan Ririspun
tidak dapat dihindari. Kebuasan nafsu
Rama telah merenggut kehormatan Riris . Perlawanan, tendangan, terikan, hibaan sampai dengan tangisan
bercampur doa, tidak mampu memalingkan Rama dari nafsu setannya.
Hanya sesaat setelah nafsunya terlampiaskan, Rama tersenyum
puas sambil meninggalkan kamar. Meninggalkan
Riris yang tiba-tiba merasa tidak berdaya dan sangat-sangat terhina. Tidak ada orang waras yang bisa memahami apa
yang dipikirkan oleh orang semacam Rama.
Tapi nyatanya dari tahun ke tahun tindakan kekerasan dan pemerkosaan
tidak pernah menurun.
Riris mencoba bangkit dan menguatkan diri untuk kembali ke
Jakarta. Mungkin tidak banyak korban
yang sekuat Riris. Dia pergi ke
kantornya dan menuliskan kronologis tindakan asusila yang dilakukan Rama. Dia menghadap ke atasannya dan melaporkan
kejadian buruk itu secara rinci.
Rama dipecat dan tidak mendapat rekomendasi baik untuk
pekerjaannya. Dengan catatan itu Rama
tidak akan pernah diterima bekerja di perusahaan manapun karena kelakuan bejatnya.
“Aku memang bukan Tuhan yang mampu memaafkan siapa
saja. Memaafkan Rama bukan hal yang
mudah bagiku. Trauma kejahatannya masih
terlintas hadir benakku. Entah sudah
berapa ribu kali aku menangis di hadapan psikiaterku. Namun kenyataannya aku harus menerima bahwa kejadian itu pernah terjadi dalam
hidupku”, begitu kira-kira yang di tuliskan Riris disalah satu Diary nya.
Setelah delapan tahun berlalu, Riris menemukan email Rama di inboxnya.
Dear Riris….
Aku masih menyimpan
kartu namanu. Aku ,masih ingat alamat
emailmu dan aku juga masih ingat bagaimana kau tersenyum. Sampai dengan saat ini, hanya kau satu-satunya
wanita yang membuat kusadar akan kebrutalan nafsuku.
Riris….terima kasih
telah membuatku menyadari betapa berharganya sebuah kehormatan bagi seorang
wanita. Walaupun kau tak mempidanakan
kasusku tapi aku yakin ada pembalasan yang setimpal untukku di akherat
kelak. Aku menyadarinya saat aku
menikahi seorang waita yang juga menjadi korban keganasan laki-laki seperti
diriku.
Susah payah aku
mengembalikan kepercayaan diri istriku. Susah
payah aku membantu memulihkan jiwanya akan trauma itu. Aku benar-benar teringat dirimu Riris…. Tentu
dengan susah payah pula kau menata hatimu kembali.
Sampai kapanpun kau
boleh membenciku….aku tahu, maafpun mungkin tak akan cukup memperbaiki
dan membayar semua kesalahanku yang dulu.
Aku ikhlas jika Allah menghukumku sedikit demi sedikit di dunia ini. Aku hanya berharap semoga Allah selalu
memberiku hidayah agar selalu berjalan dalam koridor syariatnya-Nya.
Terimakasih Riris,
kamu sudi membaca emailku
Regard
Rama
Tanpa terasa air matanya menetes. Email Rama membuat Riris menangis. “Mengapa Allah membuat seseorang tobat lalu
dibayar dengan kehormatanku. Ohh… Apa
Allah perlu bertanya kepada hambaNya untuk sebuah garis yang telah ditetapkanNya
?” . Kalimat itu menutup
sesegukannya. Diusapnya air matanya dan hatinya
terasa lebih lapang. Kalimat itu menandai bahwa dia memaafkan Rama.
Riris, perempuan hebat.
Tidak semua korban pemerkosaan bisa kembali bangkit. Untuk membela dirinya. Apalagi untuk kembali mewarnai hidupnya. Hanya perempuan hebat yang dapat memaafkan
orang yang telah merenggut kehormatannya.
Memaafkan adalah hal tersulit yang sekaligus menjadi awal dari melawan luka.
Bagi korban kekerasan terutama pemerkosaan, melewati hari
adalah pekerjaan berat. Sahabat psikiater
saya pernah membagi tipsnya. Bagi mereka
melewati satu hari dengan “merasa” selamat, itu sudah merupakan prestasi. Karena itu biasanya mereka diminta untuk
memfokuskan tujuan hidupnya hanya untuk sampai terbit matahari. Maka ketika dia terbangun dan mendapati
dirinya masih hidup, maka dia boleh merayakannya. Boleh dengan menandai coretan bertanda
bintang di tanggal kemarin. Berjalan-jalan
bertaman. Minta di bacakan dogeng atau
apa saja. Dengan tidak lupa memanjatkan
syukur bahwa Tuhan telah melindunginya di hari kemarin.
Bagi korban dengan tingkat trauma yang sangat tinggi. Target kehidupan mereka semakin dipersempit. Mungkin menjadi per 12 jam, per jam atau
malah mungkin per 10 menit. Sehingga dalam
sehari penuh ,hari-hari mereka akan dipenuhi dengan ritual pengucapan syukur
karena beberapa waktu telah terlalui.
Untuk kita yang tidak pernah mengalami trauma psikis, terapi
tersebut mungkin kelihatan lucu dan tidak masuk akal. Bagi kita, melewati hari adalah pekerjaan
yang sangat mudah. Kita bisa dengan
bebas melakukan apapun yang kita mau. Karena
kita tahu apa yang kita mau. Tapi bagi
para korban kekerasan, melewati hari tanpa keinginan bunuh diri …. Itu adalah
prestasi.
Mari kita berempati dengan para korban. Mari mulai ikut mengkampenyekan “Anti
Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak”. Kerena
hanya dari perempuan yang berbahagia, terlahir anak-anak yang berbahagia. Dan perempuan yang berbahagia akan menciptakan
masyarakat yang lebih berbahagia. Hormati
perempuan karena kehormatan bangsa inipun ada di dalam kehormatannya. Karena itulah ada filsafat kuno yang mengisyaratkan bahwa “Perempuan adalah tiang Negara”. Berdayalah perempuan-perempuanku. Kami ada untuk membela kehormatanmu.
*Cerita tadi saya
tulis ulang secara acak dari kisah korban-korban kekerasan dalam buku “Ya Allah
beri Aku Kekuatan” yang disusun oleh
Aida Ma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar