Senin, 26 November 2012

Melawan Luka


Hari ini dunia memperingati Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan.  Sejak 2001, jumlah perempuan korban kekerasan di Indonesia terus meningkat.  Data yang dilansir Komnas HAM Perempuan tahun 2011 menyebutkan, kekerasan terhadap perempuan mencapai 119.107 kasus yang terekam dari 393 lembaga pendamping di seluruh Indonesia.

Sembilan puluh enam persennya merupakan kekerasan domestik, pelakunya dekat dengan korban.  Dan diantara ribuan korban itu, sejumlah perempuan berupaya bangkit dari keterpurukan.  Mereka berjuang melawan luka.  Mereka berusaha mendapatkan kebebasannya dan keluar dari trauma panjang.

Saya menjadi teringat dengan sebuah kisah nyata tentang seorang perempuan muda bernama Riris,  yang sedang memulai karirnya.  Dia tidak bisa menolak ketika atasannya mengirimnya ke sebuah pulau terpencil, untuk mengumpulan data.   Sendiri.  Segala keperluannya disiapkan oleh seorang logistic officer.  Kita sebut saja namanya Rama.   Selain bertugas menyediakan keperluan Riris, Rama juga bertugas sebagai asisten pendamping .  Sehingga selama  tiga hari berada di pulau itu, Riris dan Rama harus segera menjalin kerjasama yang baik untuk mendapatkan data yang optimal dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.  Hanya mereka berdua.  Hari pertama dan kedua dapat dilalui dengan aman dan baik.  Tapi entah setan apa yang merasuki Rama di hari ke tiga.  Hampir dini hari Rama meminta ijin untuk memasuki kamar.  Dia bilang charnger handphone nya tertinggal, dan dia tidak bisa menunggu sampai pagi karena HP nya sudah low bat dan masih ada yang harus dikomuniasikan. 

Kelanjutannya seperti cerita-cerita di sinetron.  Rama merayu-rayu untuk diijinkan masuk.  Riris merasa segan dan mengijinkan Rama masuk.  Rama mengunci pintu.  Dan….. hal terburuk dalam kehidupan Ririspun tidak dapat dihindari.  Kebuasan nafsu Rama telah merenggut kehormatan Riris . Perlawanan, tendangan,  terikan, hibaan sampai dengan tangisan bercampur doa, tidak mampu memalingkan Rama dari nafsu setannya.

Hanya sesaat setelah nafsunya terlampiaskan, Rama tersenyum puas sambil meninggalkan kamar.  Meninggalkan Riris yang tiba-tiba merasa tidak berdaya dan sangat-sangat terhina.  Tidak ada orang waras yang bisa memahami apa yang dipikirkan oleh orang semacam Rama.  Tapi nyatanya dari tahun ke tahun tindakan kekerasan dan pemerkosaan tidak pernah menurun.

Riris mencoba bangkit dan menguatkan diri untuk kembali ke Jakarta.  Mungkin tidak banyak korban yang sekuat Riris.  Dia pergi ke kantornya dan menuliskan kronologis tindakan asusila yang dilakukan Rama.  Dia menghadap ke atasannya dan melaporkan kejadian buruk itu secara rinci. 
Rama dipecat dan tidak mendapat rekomendasi baik untuk pekerjaannya.  Dengan catatan itu Rama tidak akan pernah diterima bekerja di perusahaan manapun karena kelakuan bejatnya. 

“Aku memang bukan Tuhan yang mampu memaafkan siapa saja.  Memaafkan Rama bukan hal yang mudah bagiku.  Trauma kejahatannya masih terlintas hadir benakku.  Entah sudah berapa ribu kali aku menangis di hadapan psikiaterku.  Namun kenyataannya aku harus menerima  bahwa kejadian itu pernah terjadi dalam hidupku”, begitu kira-kira yang di tuliskan Riris disalah satu Diary nya.

Setelah delapan tahun berlalu, Riris menemukan email  Rama di inboxnya.
Dear Riris….
Aku masih menyimpan kartu namanu.  Aku ,masih ingat alamat emailmu dan aku juga masih ingat bagaimana kau tersenyum.  Sampai dengan saat ini, hanya kau satu-satunya wanita yang membuat kusadar akan kebrutalan nafsuku.

Riris….terima kasih telah membuatku menyadari betapa berharganya sebuah kehormatan bagi seorang wanita.  Walaupun kau tak mempidanakan kasusku tapi aku yakin ada pembalasan yang setimpal untukku di akherat kelak.  Aku menyadarinya saat aku menikahi seorang waita yang juga menjadi korban keganasan laki-laki seperti diriku.

Susah payah aku mengembalikan kepercayaan diri istriku.  Susah payah aku membantu memulihkan jiwanya akan trauma itu.  Aku benar-benar teringat dirimu Riris…. Tentu dengan susah payah pula kau menata hatimu kembali.

Sampai kapanpun kau boleh membenciku….aku tahu, maafpun mungkin tak akan cukup memperbaiki dan membayar semua kesalahanku yang dulu.  Aku ikhlas jika Allah menghukumku sedikit demi sedikit di dunia ini.  Aku hanya berharap semoga Allah selalu memberiku hidayah agar selalu berjalan dalam koridor syariatnya-Nya.

Terimakasih Riris, kamu sudi membaca emailku

                                                                                                                                                                Regard
                                                                                                                                                                Rama

Tanpa terasa air matanya menetes.  Email Rama membuat Riris menangis.  “Mengapa Allah membuat seseorang tobat lalu dibayar dengan kehormatanku.  Ohh… Apa Allah perlu bertanya kepada hambaNya untuk sebuah garis yang telah ditetapkanNya ?” .  Kalimat itu menutup sesegukannya.  Diusapnya air matanya dan hatinya terasa lebih lapang.  Kalimat itu  menandai bahwa dia memaafkan Rama.

Riris, perempuan hebat.  Tidak semua korban pemerkosaan bisa kembali bangkit.  Untuk membela dirinya.  Apalagi untuk kembali mewarnai hidupnya.  Hanya perempuan hebat yang dapat memaafkan orang yang telah merenggut kehormatannya.  Memaafkan adalah hal tersulit yang sekaligus menjadi awal dari melawan luka.

Bagi korban kekerasan terutama pemerkosaan, melewati hari adalah pekerjaan berat.  Sahabat psikiater saya pernah membagi tipsnya.  Bagi mereka melewati satu hari dengan “merasa” selamat,  itu sudah merupakan prestasi.  Karena itu biasanya mereka diminta untuk memfokuskan tujuan hidupnya hanya untuk sampai terbit matahari.  Maka ketika dia terbangun dan mendapati dirinya masih hidup, maka dia boleh merayakannya.  Boleh dengan menandai coretan bertanda bintang di tanggal kemarin.  Berjalan-jalan bertaman.  Minta di bacakan dogeng atau apa saja.  Dengan tidak lupa memanjatkan syukur bahwa Tuhan telah melindunginya di hari kemarin.

Bagi korban dengan tingkat trauma yang sangat tinggi.  Target kehidupan mereka semakin dipersempit.  Mungkin menjadi per 12 jam, per jam atau malah mungkin per 10 menit.  Sehingga dalam sehari penuh ,hari-hari mereka akan dipenuhi dengan ritual pengucapan syukur karena beberapa waktu telah terlalui.

Untuk kita yang tidak pernah mengalami trauma psikis, terapi tersebut mungkin kelihatan lucu dan tidak masuk akal.  Bagi kita, melewati hari adalah pekerjaan yang sangat mudah.  Kita bisa dengan bebas melakukan apapun yang kita mau.  Karena kita tahu apa yang kita mau.  Tapi bagi para korban kekerasan, melewati hari tanpa keinginan bunuh diri …. Itu adalah prestasi.

Mari kita berempati dengan para korban.  Mari mulai ikut mengkampenyekan “Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak”.  Kerena hanya dari perempuan yang berbahagia, terlahir anak-anak yang berbahagia.  Dan perempuan yang berbahagia akan menciptakan masyarakat yang lebih berbahagia.  Hormati perempuan karena kehormatan bangsa inipun ada di dalam kehormatannya.  Karena itulah ada filsafat kuno yang  mengisyaratkan bahwa “Perempuan adalah tiang Negara”.  Berdayalah perempuan-perempuanku.  Kami ada untuk membela kehormatanmu.

*Cerita tadi saya tulis ulang secara acak dari kisah korban-korban kekerasan dalam buku “Ya Allah beri Aku Kekuatan”  yang disusun oleh Aida Ma. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar