Senin, 12 November 2012

Mampu itu Pilihan


Sebelum Lebaran Haji kemarin, saya dan abah sempat berdialog dengan seorang tukang sayur yang menyerahkan seekor kambing untuk “korban” di mesjid dekat rumah kami.  Kata abah beliau ini setiap tahun selalu “berkorban”.  Walaupun pekerjaannya cuma tukang sayur kecil yang omzet seharinya cuma ada dikisaran rp 50.000 sampai  rp 70.000.

“Pakde hebat,, bagaimana caranya bisa berkurban tiap tahun tanpa absen ?”

“Ya nabung Nduk… kalau uangnya sudah cukup, pakde beli anak kambing yang harganya masih 300.000 an.  Setelah itu pakde pelihara.  Dikasih makanannya ya sayur mayur sisa dari jualan ini.  Nanti pas Lebaran Haji kan kambingnya sudah besar dan siap dijadikan kambing kurban”

“Waaahh,,, hebat bener pakde ini”

“Apanya yang hebat tho nduk,, orang lain juga banyak yang berkurban.  Ini kan cuma salah satu cara saja untuk memenuhi salah satu anjuran Allah”.

Subhanallah…. Saya benar-benar terkagum-kagum dan terkesima dengan ketulusan bapak tua ini untuk berupaya memenuhi hak Allah walaupun dalam kondisi yang tidak bisa dibilang sangat lapang.  Padahal di  sisi sebelah sana, masih banyak orang yang tidak ingin berkurban dengan berbagai alasan.  Ada yang karena tahun ini banyak sekali kebutuhan anak-anak sekolah,  karena uangnya habis buat beli mobil baru, rumah baru atau waah, lagi cekak nih tabunganya habis setelah jalan-jalan ke eropa.  

Memang tidak ada yang salah …… karena Allah memberikan keringanan, bahwa “ kurban”  hanya diwajibkan untuk mereka yang mampu.  Jadi kita sendiri yang diberi kebebasan oleh Allah untuk menentukan apakah kita tergolong mampu atau tidak mampu. 

Semangat bapak tua tukang sayur itu akhirnya saya coba tularkan di majelis taklim surau kami.  Karena setelah kami berhitung untuk harga kambing paling murah rp 1.500.000, maka satu orang hanya perlu menyisihkan uang kurang dari 5000 rupiah per hari.  Ketika saya menanyakan kepada ibu-ibu di taklim itu, siapa yang mampu ?.  Maka hampir seluruhnya bersemangat untuk  mampu.   Maka sejak saat itu kami sepakat untuk menggalakkan “Tabungan Kurban”.


Jadi mampu atau tidak mampu adalah pilihan.  Dan untuk mampu membutuhkan upaya.  Membutuhkan perencanaan.  Waah... bisa dibayangkan ya tahun depan berapa banyak kambing yang akan dikurbankan di kampung kami.

Kegiatan itu secara kebetulan ternyata sejalan dengan salah satu kegiatan amal bakti Yayasan kami, Yayasan Insan Indonesia Berkarya (IIB).  Sejak beberapa bulan lalu kami telah menitipkan masing-masing  2 ekor kambing betina +  1 ekor kambing jantan untuk keluarga-keluarga yang kurang mampu.   Tiga ekor kambing itu akan dititipkan selama  1 tahun.  Dan jika dalam satu tahun itu kambing tersebut berkembang biak, maka anak-anaknya adalah hak dari keluarga yang memeliharanya.  Kalau ada kasus dimana dua kambing betinanya sama-sama mandul tentu kami akan pertibangkan kemudian. 

Hehe….ini bukan sekedar bisnis (*membaca pikiran mereke yang berkata “ahhh, dasar pengusaha”).  Kami menyebut ini sebagai kewirausahaan sosial, meminjam istilah Muhammad Yusuf, pelopor Grameen Bank, India.  Yang menyebutkan bahwa kewirausahaan sosial adalah bisnis sosial yang mengubah tujuan bisnis dari pencarian laba menjadi penyelesaian masalah ekonomi,  sosial dan lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat.  Atau dengan kata lain menggubah goal bisnis dari laba menjadi manfaat.  Dan tidak ada yang salah ketika akhirnya manfaat itu membuahkan laba. 

Kami hanya ingin suatu saat nanti, mungkin tidak lama lagi.  Di tahun depan atau 2-3 tahun yang akan datang warga desa kami akan dengan semangat sama-sama meneriakkan bahwa “Kami mampu”.  Karena Allah, Bersama Allah, dan untuk Allah…..kami MAMPU.
Semoga Allah memberkahi upaya kami untuk mendekat kepadaNya…..aaamiiiin

“Demi Allah, dunia ini dibandingkan akherat ibarat seseorang yang mencelupkan jarinya ke laut.  Air yang tersisa di jarinya ketika diangkat itulah nilai dunia (HR. Muslim).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar