Minggu, 11 November 2012

Siramlah dengan Benar



Pada tahun 70-an sampai dengan pertengahan tahun 80-an, adu jotos antar pelajar diselesaikan dengan jantan.  Usai jam sekolah, arena baku hantam dibuat melingkar dikerumuni teman-temannya.  Yang siap duel berada di tengah-tengah.   Satu lawan satu.  Baju pun ditanggalkan tanda siap berlaga. 

Ada wasit yang tanpa ditunjuk sudah menjalankan tugasnya untuk memberikan aba-aba mulai.  Baku hantampun terjadi .  Bila terjadi seri atau tidak ada yang merasa kalah, perkelahian berlanjut esok.  Sampai kapan ?  sampai ada yang menyerah atau mengaku kalah.  Setelah ada yang kalah, lantas keduanya bersalaman lagi, tanda persoalan selesai.   Keesokan hari biasanya mereka sudah menjadi akrab kembali.

Pada masa itu aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar.  Aku sering menonton Masku  berkelahi dan ikut ramai bersorak-sorai.   Seolah-olah itu adalah pertandingan tinju profesional.   Beberapa teman ada yang nangkring di atas pohon atau memanjat pagar rumah orang.  Malah sebagian ada yang menonton dari atas atap  rumah.  Terkadang aku masih sempat berlari-lari memanggil teman-teman untuk sama-sama menonton.   Pernah suatu hari, Masku mengaku kalah karena bagian vitalnya tertendang  lawan.   Baru kali itu aku melihat Masku meneteskan air mata.  Bukannya ikut terharu, aku  malah sibuk menunjukkan pada teman-teman kecilku kalau Masku  menangis.  Spontan teman-teman kecilku bersorak “ Waaaa,,,, jagoannya bisa nangis juga !!! “.   Dengan nada sorak-sorai yang mengejek. Jadilah akhirnya,  adegan adu jotos hari itu ditutup dengan kejar-kejaran antara aku dan Masku yang merasa kesal dengan kelakuanku. Tapi meskipun kesal ketika tertangkap, badanku yang masih sangat mungil hanya menguyel-uyel dengan gemas dan menggendongku pulang diatas pundaknya. Maka jadilah bagiku Masku adalah gambaran tokoh ksatria yang walau suka berantem tapi tetap penuh kasih sayang....hehe.

Perkelahian di masa itu ibarat hiburan buat yang lain.  Biasanya perkelahian tidak terjadi secara spontan.  Tempat dan  jadwal adu jotos, dirundingkan antara dua belah pihak yang diwakili  oleh teman-teman yang bersangkutan.  Masalah yang menjadi pemicu sengketa pun juga dibicarakan.  Sehingga pihak yang bersengketa tidak melebar.  Sebatas antara dua orang laki-laki muda saja.  Tidak meluas menjadi perkelahian antar geng atau antar sekolah.

Fenomena seperti itu telah hilang.   Perkelahian antar remaja pada masa sekarang sudah kehilangan  jiwa ksatria nya.  Perkelahian di masa sekarang tidak lagi mengedepankan sifat-sifat kejantanan.  Tidak juga merupakan upaya untuk menyelesaikan pertikaian atau masalah.   Malah sebagian besar perkelahian tidak didasari pada ada atau tidaknya pertikaian, tapi hanya untuk melestarikan dendam.  Jantan atau pecundang.  Ksatria atau pengecut tidak lagi menjadi label yang ditakuti atau diharapkan.  Perkelahian tidak lagi punya arah.  Tidak punya tujuan.  Dan telah meninggakan rasa kemanusiaan.  Sebagian besar perkelahian dilakukan dalam kelompok besar atau keroyokan.   Karena itulah perkelahian antar remaja berubah istilah menjadi tawuran.  TEWUUUUR,  kata orang Malang.  Yang artinya ruwet,  tidak lagi punya aturan.

Kalau dulu cuma lebam-lebam karena kena jotosan lawan.  Sekarang  tidak puas jika lawannya tidak berdarah-darah.  Bahkan ada yang terbunuh.  Tangan kosong sudah tidak jaman.  Batu, sabuk, parang, pisau dan berbagai macam benda tajam digunakan untuk melukai lawan.   Lawan yang tidak berdaya malah menjadi bulan-bulanan.  Sasaran tidak selalu tepat.  Siapa saja yang sedang apes melintas ditengah kerumunan tawuran, dapat menjadi korban.   Kita hanya menggeleng-geleng seolah tak berdaya.  Fenomena apa ini ?.   Dulu satu lawan satu, kini keroyokan dimana-mana.  Dulu begitu ksatria, kini mental  pengecut menular sejak usia dini.

Aku tertarik untuk menuliskan dialogku dengan abah tentang fenomena ini. 

“Kenapa anak-anak sekarang jadi sadis-sadis gitu ya Bah ?.  Bukannya menyesal, malah merasa puas karena sudah menyakiti atau membunuh temannya.   Ini bener-bener sudah tidak bisa dinalar.  Seorang anak remaja sudah punya jiwa yang beringas seperti itu.  Apa yang salah ya kira-kira ?”.

“Anak itu ibarat bibit tanaman.  Kalau dia disiram dengan air yang bersih dan diberi pupuk yang sewajarnya, maka dia akan tumbuh normal.  Tapi jika air yang digunakan tercemar oleh bahan-bahan kimia berbahaya misalnya, maka benih tadi akan tumbuh abnormal.  Kalau sewajarnya daun padi itu memanjang seperti pedang-pedangan, maka padi yang bermasalah akan tumbuh dengan daun yang aneh.  Misalnya bulat-bulat atau malah keriting.  Sehingga orang yang melihat akan jadi bingung,  sebenarnya itu padi atau bukan.  Naah….seperti itulah manusia.  Anak yang diberi makan yang halal dan baik maka insyaallah dia akan tumbuh menjadi anak yang normal.  Artinya normal secara kodratnya sebagai manusia.  Tapi sebaliknya jika anak diberi makan haram dari segi materi ataupun cara mendapatkannya, maka dia akan tumbuh menjadi tidak selayaknya manusia.  Ada beberapa sifat non manusiawi yang  mewarnai perkembangannya.  Sehingga dalam kondisi yang sangat parah orang disekitarnya akan berkomentar kepadanya….."Kok ya ada manusia seperti itu’"  Komentar itu timbul karena perbuatan-perbuatan yang dilakukan olehnya sudah tidak manusiawi atau meninggalkan sifat-sifat kemanusiaannya”.

“ Waah, audzubillahimindzalik….”, komentarku sambil begidig.

“Tapi….Allah itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang.  Setiap kesalahan  yang sudah dilakukan oleh orang tua ataupun oleh anak itu sendiri akan bisa dihapus dengan taubat.  Baik dosa maupun dampaknya.  Karena itulah setiap hari kita selalu memohon ampun dan meminta perlindungan pada Allah dari kejahatan diri kita sendiri”.

“Ya bah…..”, ucapku dengan penuh syukur .  Semoga kami selalu diberi  kekuatan untuk menjalankan semua nasehat-nasehatmu. … aaamiiin.

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar