Pada tahun 70-an sampai dengan pertengahan tahun 80-an, adu
jotos antar pelajar diselesaikan dengan jantan.
Usai jam sekolah, arena baku hantam dibuat melingkar dikerumuni
teman-temannya. Yang siap duel berada di
tengah-tengah. Satu lawan satu. Baju pun ditanggalkan tanda siap berlaga.
Ada wasit yang tanpa ditunjuk sudah menjalankan tugasnya
untuk memberikan aba-aba mulai. Baku
hantampun terjadi . Bila terjadi seri atau
tidak ada yang merasa kalah, perkelahian berlanjut esok. Sampai kapan ? sampai ada yang menyerah atau mengaku
kalah. Setelah ada yang kalah, lantas
keduanya bersalaman lagi, tanda persoalan selesai. Keesokan hari biasanya mereka sudah menjadi akrab kembali.
Pada masa itu aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Aku sering
menonton Masku berkelahi dan ikut ramai bersorak-sorai. Seolah-olah itu adalah pertandingan
tinju profesional. Beberapa teman ada yang
nangkring di atas pohon atau memanjat pagar rumah orang. Malah sebagian ada yang menonton dari atas
atap rumah. Terkadang aku masih sempat berlari-lari
memanggil teman-teman untuk sama-sama menonton. Pernah suatu hari, Masku mengaku kalah
karena bagian vitalnya tertendang lawan. Baru kali itu aku melihat Masku meneteskan
air mata. Bukannya ikut terharu, aku malah sibuk menunjukkan pada teman-teman kecilku
kalau Masku menangis. Spontan teman-teman kecilku bersorak “
Waaaa,,,, jagoannya bisa nangis juga !!! “.
Dengan nada sorak-sorai yang mengejek. Jadilah akhirnya, adegan adu jotos hari itu ditutup dengan
kejar-kejaran antara aku dan Masku yang merasa kesal dengan kelakuanku. Tapi meskipun kesal ketika tertangkap, badanku yang masih sangat mungil hanya menguyel-uyel dengan gemas dan menggendongku pulang diatas pundaknya. Maka jadilah bagiku Masku adalah gambaran tokoh ksatria yang walau suka berantem tapi tetap penuh kasih sayang....hehe.
Perkelahian di masa itu ibarat hiburan buat
yang lain. Biasanya perkelahian tidak terjadi secara spontan. Tempat dan
jadwal adu jotos, dirundingkan antara
dua belah pihak yang diwakili oleh
teman-teman yang bersangkutan. Masalah yang
menjadi pemicu sengketa pun juga dibicarakan.
Sehingga pihak yang bersengketa tidak melebar. Sebatas antara dua orang laki-laki muda
saja. Tidak meluas menjadi perkelahian
antar geng atau antar sekolah.
Fenomena seperti itu telah hilang. Perkelahian
antar remaja pada masa sekarang sudah kehilangan jiwa ksatria nya. Perkelahian di masa sekarang tidak lagi
mengedepankan sifat-sifat kejantanan.
Tidak juga merupakan upaya untuk menyelesaikan pertikaian atau
masalah. Malah sebagian besar
perkelahian tidak didasari pada ada atau tidaknya pertikaian, tapi hanya untuk
melestarikan dendam. Jantan atau
pecundang. Ksatria atau pengecut tidak
lagi menjadi label yang ditakuti atau diharapkan. Perkelahian tidak lagi punya arah. Tidak punya tujuan. Dan telah meninggakan rasa kemanusiaan. Sebagian besar perkelahian dilakukan dalam
kelompok besar atau keroyokan. Karena itulah
perkelahian antar remaja berubah istilah menjadi tawuran. TEWUUUUR,
kata orang Malang. Yang artinya
ruwet, tidak lagi punya aturan.
Kalau dulu cuma lebam-lebam karena kena jotosan lawan. Sekarang tidak puas jika lawannya tidak berdarah-darah. Bahkan ada yang terbunuh. Tangan kosong sudah tidak jaman. Batu, sabuk, parang, pisau dan berbagai macam
benda tajam digunakan untuk melukai lawan.
Lawan yang tidak berdaya malah menjadi bulan-bulanan. Sasaran tidak selalu tepat. Siapa saja yang sedang apes melintas ditengah
kerumunan tawuran, dapat menjadi korban.
Kita hanya menggeleng-geleng seolah tak berdaya. Fenomena apa ini ?. Dulu satu lawan satu, kini keroyokan
dimana-mana. Dulu begitu ksatria, kini
mental pengecut menular sejak usia dini.
Aku tertarik untuk menuliskan dialogku dengan abah
tentang fenomena ini.
“Kenapa anak-anak sekarang jadi sadis-sadis gitu ya Bah
?. Bukannya menyesal, malah merasa puas
karena sudah menyakiti atau membunuh temannya.
Ini bener-bener sudah tidak bisa dinalar. Seorang anak remaja sudah punya jiwa yang
beringas seperti itu. Apa yang salah ya
kira-kira ?”.
“Anak itu ibarat bibit tanaman. Kalau dia disiram dengan air yang bersih dan
diberi pupuk yang sewajarnya, maka dia akan tumbuh normal. Tapi jika air yang digunakan tercemar oleh
bahan-bahan kimia berbahaya misalnya, maka benih tadi akan tumbuh
abnormal. Kalau sewajarnya daun padi itu
memanjang seperti pedang-pedangan, maka padi yang bermasalah akan tumbuh dengan
daun yang aneh. Misalnya bulat-bulat
atau malah keriting. Sehingga orang yang
melihat akan jadi bingung, sebenarnya
itu padi atau bukan. Naah….seperti
itulah manusia. Anak yang diberi makan
yang halal dan baik maka insyaallah dia akan tumbuh menjadi anak yang normal. Artinya normal secara kodratnya sebagai
manusia. Tapi sebaliknya jika anak
diberi makan haram dari segi materi ataupun cara mendapatkannya, maka dia akan
tumbuh menjadi tidak selayaknya manusia.
Ada beberapa sifat non manusiawi yang
mewarnai perkembangannya. Sehingga
dalam kondisi yang sangat parah orang disekitarnya akan berkomentar
kepadanya….."Kok ya ada manusia seperti itu’"
Komentar itu timbul karena perbuatan-perbuatan yang dilakukan olehnya
sudah tidak manusiawi atau meninggalkan sifat-sifat kemanusiaannya”.
“ Waah, audzubillahimindzalik….”, komentarku sambil
begidig.
“Tapi….Allah itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Setiap kesalahan yang sudah dilakukan oleh orang tua ataupun
oleh anak itu sendiri akan bisa dihapus dengan taubat. Baik dosa maupun dampaknya. Karena itulah setiap hari kita selalu memohon
ampun dan meminta perlindungan pada Allah dari kejahatan diri kita sendiri”.
“Ya bah…..”, ucapku dengan penuh syukur . Semoga kami selalu diberi kekuatan untuk menjalankan semua
nasehat-nasehatmu. … aaamiiin.
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar