Senin, 28 Juni 2010

Hati sebagai CerMin....

Sungguh unik kejadian kita sebagai manusia. Kita bukan seperti malaikat, yang hanya dikaruniai ketaatan. Dan bukan pula seperti setan, yang sepanjang usianya adalah bentuk dari kelaknatan. Manusia dikarunia akal dan ruh, yang selalu disuguhkan padanya untuk memilih antara jalan ketaatan dan jalan kefasik’an. Jadi di sepanjang usia yang dilalui oleh manusia adalah penuh dengan pilihan-pilihan untuk tetap pada ketaatan atau berpaling darinya. Dan setan seperti janjinya pada Robnya, dia akan melakukan segala daya upaya untuk menggoda manusia agar keluar dari ketaatannya.

Peristiwa ini seperti digambarkan oleh Abu Dzar Al Ghifari, “Hidupku, aku lalui dalam tiga fase. Fase pertama adalah fase dimana aku bergelimang dengan dosa dan segala kemungkaran. Dan aku tak ingin kembali ke dalam masa itu. Kedua, adalah fase yang paling membahagiakanku. Yaitu ketika aku menghadap yang mulia Nabiullah, untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Dan aku selalu merindukan masa ini, dimana diriku begitu bersemangat untuk meninggalkan segala kemungkaran menuju pada kemulyaan. Fase ketiga yang aku lalui sampe sekarang, adalah fase dimana aku selalu dihadapkan pada pilihan antara ketaatan dan kefasi’an.

Karena itulah mungkin kemudian orang membuat slogan bahwa “Hidup adalah pilihan”. Sebagai manusia kita mempunyai hak penuh atas pilihan-pilihan dalam hidup dengan berbagai resiko dan konsekuensi di dalamnya. Kita bebas memilih untuk menjadi sangat baik, sedikit baik, atau sangat jahat sekalipun.
Tapi sebelum menentukan pilihan, baiklah jika sejenak kita simak firman Allah berikut,“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa yang pada diri mereka ” QS 13:11. Allah tidak pernah menakdirkan sesuatu pada hambanya, kecuali kebaikan. Seperti nukilan dari puisi Emha Ainun Najib berikut :

Maha Agung Tuhan yaang menciptakan hanya kebaikan
Maha Agung Ia, yang mustahil menganugrahkan keburukan
Apakah yang menyelubungi kehidupan ini selain cahaya
Kegelapan hanyalah ketika taburan cahaya tidak diterima
Kecuali kesucian tidaklah Tuhan berikan kepada kita
Kotoran adalah kesucian yang hakikatnya tidak dipelihara.

Jadi tidak ada yang ditakdirkan Allah pada manusia,kecuali kebaikan. Tidak ada yang digariskan kecuali kemudahan. Kitalah yang menjadikan semua masalah dan kehidupan menjadi rumit, dengan melakukan hal-hal yang seharusnya tidak kita lakukan dan tidak melakukan hal-hal yang seharusnya kita lakukan. Kita dengan sengaja, mengurangi kepekaan hati dalam menyeleksi perbuatan-perbuatan salah dan dosa. Seperti penggambaran yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw., beliau bersabda, “Kebaikan adalah akhlak yang baik, sedangkan dosa adalah segala hal yang mengusik jiwamu dan engkau tidak suka jika orang lain melihatnya.” (Muslim). Dan dari Wabishah bin Ma’bad ra berkata, ′Aku datang kepada Rasulullah saw., maka beliau bersabda, “Apakah engkau datang untuk bertanya tentang kebaikan?” Aku menjawab, “Benar, wahai Rasulullah.” Lalu beliau bersabda, “Mintalah fatwa kepada hatimu sendiri. Kebaikan adalah apa yang karenanya jiwa dan hati menjadi tentram. Dan dosa adalah apa yang mengusik jiwa dan meragukan hati, meskipun orang-orang memberikan fatwa kepadamu dan mereka membenarkannya.”

Tidak selalu dorongan untuk melakukan kebaikan, mendominasi hati. Mungkin adakalanya suatu ketika kita merasa dorongan hati mengarah pada hal-hal yang salah. Itulah tantangan kita sebagai manusia. Sebagai hamba yang senantiasa terikat pada perjanjian dengan penciptanya. Mengikuti dorongan untuk melakukan sesuatu yang menjauhkan hati dari Illahnya adalah tindakan yang sangat bertantangan dengan kodrat penciptaan kita sebagai manusia. Dari sinilah asal muasal dari seluruh persoalan dan kerumitan hidup. Ketika Illah dan aturannya kita tinggalkan atau kita kesampingkan. Pada awalnya, mungkin pelanggaran kecil atau kelalaian yang tampak tidak berarti, tetapi semakin lama semakin besar dan menyesakkan hati. Seperti contohnya, ketika kita memutuskan untuk berbohong, maka runtutan di belakangnya adalah sederet upaya kebohongan-kebohongan yang lain. Yang tidak saja melelahkan jiwa tapi juga menguras tenaga dan pikiran.

Maka hati adalah rumah Allah. Rumah ini tidak akan baik, tidak akan kokoh dan tidak akan jujur, kecuali bila kita memperhatikan dan menyadari bahwa Allah selalu melihat kita. Maka apa yang akan kita lakukan jika Allah berkata,

Silahkan kalian bermaksiat, tapi jangan di bumi Allah
Silahkan kalian bermaksiat, tapi jangan lagi memakakan karunia Allah.
Dan silahkan kalian bermaksiat, asal jangan di dalam pengawasan Allah.....
Maka dimanakah,, kalian bisa melakukan maksiat ???

Dan ingatlah pula cerita, ketika Khidir meninggalkan Nabi Musa AS setelah Musa menentangnya sebanyak tiga kali. Khidir berkata, “Inilah perpisahanku dengan dirimu” (Al Kahfi: 78). Apakah kita masih bisa merasa aman dengan menentang Allah, jika membayangkan Allah akan berkata, “Inilah perpisahanku antara Aku denganmu”.

Maka tidak ada yang patut kita lalukan ketika hati berombang-ombing, kecuali kembali pada semua aturan Allah dan berpegang teguh pada Sang Penguasa Hati. Dengan menguatkan harapan melalui doa ,”Yaa muqollibal quluub tsabbit qolbiy ‘alaa diinika wa’ala thoo’atika”..wahai yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku untuk tetap konsisten dalam dien-Mu dan dalam menta’ati-Mu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar