Sabtu, 15 Agustus 2009

penCITRAan

Ketika pertama kali memasuki dunia industri ini, kami memasuki dunia yang sangat abu-abu. Tidak ada yang benar-benar putih dan tidak ada yang benar-benar hitam. Benar dan salah sangat tidak jelas perbedaannya. Karena itu sejak awal kami bertekad, sesulit apapun, kami akan menanamkan pencitraan sebagai perusahaan yang berani untuk menjadi putih. Walau sulit, kami tetap yakin bahwa menjadi berbeda akan sangat terlihat indah pada waktunya. Beberapa marketing, sudah menyerah kalah....tidak tahan terhadap godaan untuk ikut menjadi abu-abu. Dan kami hanya dapat berkata, warna kami adalah warna kami, warnamu adalah warnamu.

Pencitraan ini adalah tantangan yang saat ini sebenarnya sudah mulai dapat menjadi tanda pengenal bagi perusahaan kami. Apalagi ditambah dengan, kamilah satu-satunya perusahaan dalam bidang yang sama yang pemiliknya adalah muslim. Akhirnya untuk menetapkan penerimaan karyawanpun, kami akan sangat peduli dengan warna mereka. Kadang kemampuan, malah bukan menjadi tolok ukur utama. Laboran handalan kami adalah anak muda yang belum siap pakai pada saat kami merekrutnya. Butuh enam bulan untuk mempersiapkannya. Tapi sekarang saya bisa berkata ”Saya bertanggung jawab penuh terhadap kesalahan yang dia perbuat.” Karena saya yakin dengan hasil kerja dan dedikasinya dalam melakukan pekerjaannya.

Beberapa bulan yang lalu, ada sebuah komplain yang sangat mengejutkan. Custumer kami (pabrik A) bilang bahwa, ”Edi coating ibu, encer, sepertinya dioplos dengan air. Kami minta diganti”. Kami coba recek ke lapangan. Ternyata hari itu, adalah hari yang sangat berat untuk bagian pengantaran ke arah barat. Ada 5 tempat, dengan total hampir 3 ton barang yang harus diantar dalam sehari. Sebenarnya kami telah menetapkan prosedur pengantaran yang cukup rinci. Cek dan recek barang yang diantar termasuk untuk mengukur kadar kekentalannya. Serta tandatangan penerima sebagai kesepakatan bahwa barang telah diterima dengan baik.

Rupanya hari itu ada prosedur yang terlewati, tidak dilakukan cek bersama antara pengantar dan penerima. Tapi untuk dugaan pengoplosan....kami sangat yakin bahwa staff kami tidak akan melakukannya. Sebenarnya terbersit kecurigaan bahwa ada tindak kecurangan dibagian gudang penerima. Sempat pula terfikir untuk mengkasuskan masalah ini. Tapi akhirnya setelah komunikasi panjang lebar dengan owner pabrik, kami memilih cara damai. Kami putuskan untuk mengganti barang yang sudah diantar dengan drum baru yang masih tersegel (200 lt, @ rp 60.000/lt), dengan jaminan bahwa pihak pabrik juga akan terus mengusut dugaan kasus kecurangan ini.

Maka saya ingat pesan paman saya bahwa, “Rejeki itu seperti aliran air. Air yang keluar, tidak selalu dapat diharapkan masuk kembali dari lubang yang sama. Tetapi setiap lubang selalu akan mendapat aliran air dari tempat yang lebih tinggi”.

Itu adalah salah satu harga yang harus dibayar untuk sebuah pencitraan. Dan hari ini, kembali Allah sedang mengajari saya hal yang sama, "Pencitraan" dengan cara yang berbeda. Kemarin, saya membayar pencitraan diri saya sendiri, dengan gelisah dan kegundahan. Hal itu disebabkan karena blog saya yang tidak populer ini….tiba-tiba terhubung dengan sebuah blog yang kurang santun (blog B). Karena kegagapan saya di bidang IT, hanya dengan modal keberanian coba-coba saya membuka blog ini. Saya sering menjelajahi beberapa blog dengan cara hanya mengklik “next blog” di sudut kiri atas. Beberapa blog sempet saya kunjungi, sebagian besar hanya sebatas halaman depan.

Saya kurang faham, apa yang terjadi, saya hanya tahu bahwa terdapat kesamaan entri judul pada tanggal yang sama antara blog saya dan blog B. Tapi sekarang untuk pencarian dengan goole atas nama saya, maka akan muncul koneksi antara blog saya dan blog B yang kurang santun itu. Hiiiii .... hati saya sempat panas, karena data tersebut sungguh mencoreng pencitraan yang telah saya bangun berpuluh-puluh tahun. Belum lagi, mengingat bahwa blog saya juga sering dikunjungi oleh teman-teman anak saya dan murid-murid keputrian saya.

Saya belum tahu apa yang harus saya lakukan. Yang saya tahu hanya bahwa, ”Allah akan terus memberi pelajaran pada saya untuk masalah pencitraan ini. Sampai saya benar-benar memahami bahwa "CITRA bukanlah apa yang dikatakan orang lain tentang kita. Tapi CITRA adalah apa yang kita lakukan untuk membangun diri kita sendiri”.


Salam,, Feb Amni

1 komentar:

  1. citra di mata Allah adalah bagaimana Mahluk menjalankan perintah nya dan menjauhi larangannya... , tetapi citra ini juga dinilai oleh mahluk lainnya.. , secara kasat mata... sudahkah kita melihatnya dari sisi Ilahi... ? sukses mbak !

    BalasHapus