Senin, 20 Februari 2012

Pahlawan Kecilku



Masa kecilnya adalah kesabaranku..  masa remajanya adalah kekhawatiranku dan sekarang dia adalah kebanggaanku.

Tidak dapat terlupakan ketika kami memutuskan untuk memasukkannya  ke pesantren pada saat masih duduk di bangku SMP.  Sungguh berat..... bagaimana tidak menyesakkan, melepaskan seorang anak yang hiperaktif dalam pengasuhan orang lain yang notabene tidak kami kenal dengan baik. Hampir tak dapat kujawab pertanyaannya ketika  bertanya, “Kenapa aku harus ditaruh di pesantren Ma ?  Apa Mama dan Abi tidak sanggup mendidik Kakak”.   Ohh anakku,, hampir saja kamu melukai hati ibumu.  Dengan isak yang tertahan kujawab petanyaannya, “Bukanya tidak sanggup Nak, tapi kamu akan diasuh dan didik oleh orang-orang yang lebih baik dari Mama dan Abi.  Kami tidak pernah belajar menjadi orang tua, tapi Ustad-Ustad itu belajar untuk menjadi pendidik yang baik.  Mereka punya teorinya, Insyaallah dengan itu kamu akan lebih baik dalam pengasuhan mereka.” 

Waktu demi waktu berlalu.  Kesulitan demi kesulitan dapat teratasi.  Cerita demi cerita terangkai.  Ternyata segala apa yang saya khawatirkan tentang pendidikannya yang jauh di mata, tidak ada yang terjadi.  Anakku tetap baik-baik saja.  Semakin hari dia semakin bisa bersosialisasi. Ini adalah mukjizat bagi kami.  Bagaimana tidak, dalam perkembangan emosionalnya yang labil, Kakak baru bisa mengenal nama teman sebangkunya ketika dia duduk di kelas 4 SD.  Dia hidup dengan dunianya sendiri. Tetapi, ternyata kehidupan kebersamaan di dalam pesantren telah mampu merubahnya menjadi insan sosial.  Dia mulai senang berteman.  Dan mulai menikmati keberadaannya diantara teman-temannya.  

Dia pun mulai tumbuh dengan kedewasaannya dalam berfikir.  Berbagai peristiwa suka dan duka telah mengukir hati dan jiwanya.  Dan itu membuatnya menjadi anak yang bagi kami menakjubkan.  Ada satu hal yang sangat kukagumi adalah, anakku tidak pernah lepas dari lafal “bismilah”.  Dalam setiap kesempatan dan semua hal yang akan dia lakukan dia selalu melafadkannya dengan ikhlas dan dengan hatinya.  Kadang  malah kulihat dia mengucapkannya berulang-ulang dalam satu moment kegiatan yang sama.  Pernah suatu kali kutanyakan hal itu padanya,” Siapa yang mengajarimu melakukan itu Nak”.   

”Ustadku Mah” katanya.  “Apa kata ustadmu ?” tanyaku lagi.  
“Allah akan melindungi kita jika kita selalu mengawali segala sesuatu dengan bismilah.  Itu diajarkan ustad, ketika kakak habis patah tulang kemarin Mah.”
“Subhanallah....semoga allah merahmati ustad itu”, gunamku dalam hati.
Subhanallah,,, begitu indahnya pendidikan yang didasarkan pada niat baik untuk membangun generasi rabani.  Terpanjat doa agar Allah mengguatkan keikhlasan dan memberi Ustad-Ustad itu kekuatan untuk mencetak generasi-generasi yang agung dan bermanfaat.

Keputusanku untuk memasukkannya ke pesantren adalah keputusan besar dan sangat berat yang ternyata juga berbuah sangat indah.  Anakku yang hiperaktif telah tumbuh menjadi remaja yang menyenangkan dan pandai bergaul.  Tidak ada lagi yang patut kukhawatirkan dari perkembanganya.  Dia telah menjadi pemuda tanggung yang tanguh.   


Dia adalah sahabatku.  Pernah suatu kali pada saat Ridho duduk di kelas tiga SMP. Ada kejadian yang cukup mengguncangkan.  Aku begitu butuh teman, butuh tempat untuk berbagi.  Tidak ada yang bisa kukatakan padanya kecuali,”Jaga baik-baik dirimu ya Nak.  Jangan lupa belajar dan ibadah.  Mama dan Abi tentu tidak akan dapat mendampingimu setiap saat.  Suatu saat kamu harus hidup dengan dirimu sendiri.  Jika saat itu tiba, jaga adik-adikmu ya”
“Mama,  aku ada karena Mama dan Abi.  Karena itu percayalah semua akan baik-baik aja, dan aku janji gak akan mengecewakan Mama.”
Habis sudah kata-kata saya untuk menggambarkan keharuan saya.  Rasanya tidak ada lagi masalah yang perlu dikhawatirkan.  Karena aku telah mempunyai penggawal hati saya.  Sehingga sampai sekarang tidak berlebihan jika saya menyebutnya “Engkaulah pahlawanku, anakku”.  

Anak saya selalu bilang, ”Hidup ini pilihan Ma.  Kita bisa menjadi kerdil karena kita memilih untuk menjadi kerdil.  Kita menjadi penakut karena kita memilih untuk menjadi penakut.  Dalam setiap kehidupan Allah selalu menyediakan berjuta-juta pilihan dengan berjuta-juta skenario yang sudah ditetapkan”.
Aaahh,,, anakku begitu cepatnya waktu berlalu.  Kamu yang dulu selalu dalam dekapannku telah tumbuh begitu cepat, sehingga mamamu hampir tidak dapat mengenalimu.  Sejak kecil engkau telah mengajari mama kesabaran dan ketelatenan dengan segala tingkah polahmu.  Sekarang kamu telah bisa mengajari mama dengan kata-kata bijakmu


Tidak ada komentar:

Posting Komentar