Kamis, 26 Januari 2012

Syukur..

Saya senang mengulang-ulang cerita ini untuk menyederhanakan definisi rasa syukur.

Pada suatu hari abunawas menerima tamu seorang pemuda yang tampangnya sangat lusuh. Terlihat sekali dari bahasa tubuh dan raut mukanya bahwa kehidupannya sungguh amat berat. Tanpa ditanya pemuda itu membuka percakapannya dengan keluh kesah yang bertubi-tubi, “Abunawas, tolong berilah aku saran. Hidup ku ini sungguh berat. Aku memiliki rumah kecil yang didalamnya dihuni oleh 5 anggota keluarga. Aku, istriku dan tiga orang anakku. Istriku tiap hari tidak pernah berhenti menggomel dan anak-anak tidak bosan-bosannya menangis dan berteriak-teriak. Setiap pulang ke rumah, kepalaku rasanya mau pecah”.

“Ahh, masalah kecil itu. Pergilah kamu ke pasar dan belilah 2 ekor kambing dan 6 ekor ayam”.
“Untuk apa Abunawas ?”
“Peliharalah di dalam rumahmu”
“Mengapa harus di dalam rumah. Rumahku kecil Abunawas !”.
“Lalukan saja. Seminggu lagi kembalilah ke sini”

Setelah satu minggu kembalilah pemuda itu menemui abu nawas. Kondisinya semakin lusuh dan tidak bertenaga.
“Bagaimana keadaanmu ?”, tanya Abunawas
“Aku tidaaak tahan lagi Abunawas !!!! Hidupku seperti di neraka. Rumah bau, Kotoran kambing dan ayam ada dimana-mana. Anak-anak menjadi sakit karena udara menjadi pengap dan juga kurang terawat. Istriku bukan lagi mengomel, tapi juga ikut menangis dan berterik-teriak bersama anak-anak”.
“Kalau begitu keluarkanlah dua ekor kambing dari dalam rumahmu. Dan kembalilah seminggu lagi ke sini”
“Baiklah”,kata pemuda itu sambil berlalu dari rumah Abunawas

Seminggu berlalu dan pemuda itu kembali kepada Abunawas.
“Bagaimana keadaanmu ? “ tanya Abunawas
“Sudah jauh lebih baik Abu. Walaupun masih terganggu dengan berisiknya kokok ayam dan bau kotorannya”.
“Kalau begitu keluarkan semua ayam itu dari dalam rumahmu !”, ujar Abunawas.
Pemuda itu hanya menggangguk dan berlalu.

Seminggu berlalu,, dengan wajah berseri-seri dan senyum yang mengembang, pemuda itu menemui Abunawas.
“Waah, sepertinya hidupmu sudah jauh lebih baik pemuda. Aku suka melihat senyum dan wajah cerahmu”.
“Benar Abunawas. Hidupku serasa di surga. Anak-anak bermain dengan gembira. Istriku melayaniku dengan bahagia. Setelah semua kambing dan ayam itu aku keluarkan dari rumah, hidup kami menjadi normal kembali. Sehat dan bahagia”.
“Syukurlah, aku turut berbahagia bersamamu”.

Tidak ada yang berubah dari kehidupan pemuda itu sebelum dan sesudah bertemu Abunawas. Tetap hidup di rumah yang kecil dengan 3 orang anak dan seorang istri. Tetapi kerumitannya hidup bersama sepasang kambing dan ayam di dalam rumah, mengajarinya tentang hakekat rasa syukur. Hidup yang semula tidak dapat disyukurinya, seketika berubah menjadi anugrah. Hidup serasa berada surga, ketika lepas dari kerumitan bersama ayam dan kambing. Anak-anak tampak lebih lucu dengan kerewelan dan kebawelannya. Dan istrinya pun menjadi tampak lebih cantik setalah 3 minggu tidak sempat lagi merawat diri dan rumahnya.

Kita biasanya lupa mensyukuri kesehatan. Setelah jatuh sakit, barulah kita merasa betapa berharganya nikmat sehat itu. Banyak yang tidak menyukuri arti kehadiran keluarga. Setelah terpisah jauh, barulah terasa bahwa anugrah terindah selama ini adalah kebersamaan dalam keluarga.

Sesungguhnya kekayaan dan kebahagiaan sejati ada di dalam rasa bersyukur.

Semakin pandai kita bersyukur semakin terasa bahwa hidup kita ditakdirkan untuk bahagia dan membahagiakan. Di awal pelajaran bersyukur yakinilah bahwa tidak ada yang ditetapkan Allah untuk makhluknya kecuali kebaikan. Setelah itulah barulah terasa bahwa hidup adalah hadiah dari Allah. Setiap kebaikan akan dibalas dengan berlipat-lipat kebaikan. Setiap bersyukur, maka Allah akan menambah nikmatnya. Seperti yang dijanjikan Allah dalam kitab sucinya "Jika kamu bersyukur pasti akan aku tambah (nikmat-Ku) untukmu dan jika kamu kufur maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih" Q.S. Ibrohim (14): 7.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar