Sabtu, 20 Juni 2009

Teganya Hati

Ada seorang gadis yang buta yang karena kebutaanya dia sangat membenci dunia dan segala kehidupan di dalamnya, kecuali kekasihnya. Hidupnya hanya dihabiskan untuk dirinya sendiri dan keluh kesahnya. Hanya kekasihnya yang setia menemani dan menghiburnya.

Karena cintanya yang begitu besar kepada si gadis buta, sang kekasih melamar gadis buta itu. Tapi Gadis itu menolak, “Aku tidak akan menikah sebelum bisa melihat dunia ini”. Maka kekasih yang baik hati itu dengan segala daya mengupayakan agar si gadis buta mendapatkan donor mata.

Singkat cerita beberapa bulan kemudian si gadis mendapat donor mata. Setelah melalui serentetan proses operasi, maka si gadis dapat melihat atas ijin Allah. Kekasih yang mendampinginya sejak semula, adalah orang yang pertama kali dilihatnya dan didengar suaranya. ”Gadisku, sekarang engkau sudah bisa melihat dunia, maka maukah engkau menikah denganku ?”. Betapa terkejutnya gadis itu ketika kekasih yang dicintai dan selalu mendampinginya selama ini adalah lelaki yang buta. Gadis itu hanya bisa menggeleng dan menangis. Mungkin dia tidak punya kata-kata yang tepat untuk menyatakan ketidaksiapannya. Kekasih yang baik hati dengan pilu dan hati yang teriris segera berlalu, karena tidak ada lagi yang perlu diperjelas dari sebuah gelengan.

Beberapa hari kemudian si mantan gadis buta mendapatkan surat di meja ruang perawatannya. ”Selamat menikmati dunia kekasihku. Tolong kamu jaga baik-baik kedua bola mataku yang sekarang telah jadi bagian dari dirimu”.

Cerita ini saya peroleh di pengajian minggu lalu. Dan diakhir cerita sang ustazah menekankan dengan ”Begitulah hati manusia, dia dapat berubah setiap saat. Maka tidak ada manusia yang cukup layak untuk tempat menggantungkan sebuah harapan. Harapan besar berupa kebahagiaan atau harapan kecil berupa sekedar ucapan terima kasih. Maka cukuplah Allah sebagai tempat kita berpamrih”.

Saya yakin bahwa cerita tentang gadis buta itu, hanyalah cerita rekayasa, untuk menekankan betapa mudahnya hati manusia berpaling dan berubah. Tapi dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa berada pada posisi si wanita buta atau si kekasih. Mungkin dengan versi cerita yang berbeda. Ketika kita dalam posisi seperti peran si wanita buta maka kita menyebutnya sebagai pelaku. Dan peran sang kekasih kita sebut sebagai korban.

Dalam peran sebagai pelaku kita mempunyai kebebasan untuk mengambil pilihan keputusan. Seperti sang gadis yang dapat memilih untuk tetap bersama kekasihnya yang buta atau mengabaikan pengorbanan kekasihnya. Mungkin pilihan ini, jika kita jalani bukanlah sebuah pilihan yang mudah. Butuh banyak pertimbangan yang tidak hanya melibatkan keluarga tapi juga melibatkan kemahatahuan Allah. Dan tentulah sangat sulit membuat keputusan terbaik dengan tanpa mengabaikan hak orang lain.

Tapi alangkah malangnya sang kekasih jika dia hanya mendasarkan perbuatan super baiknya hanya untuk mendapatkan cinta dan angan-angan kebahagian bersama sang gadis. Dalam kondisi seperti itu maka sang kekasih sangat pantas jika menempatkan dirinya sebagai korban. Karena apa yang telah terambil darinya benar-benar telah hilang, tanpa harapan apapun.

Kondisi sebagai korban yang kehilangan segala-galanya, sebenarnya juga adalah pilihan. Pilihan ini adalah masalah mengolah rasa. Akanlah sangat berbeda menempatkan diri sebagai korban yang menyebabkan hati menjadi sempit dan tersakiti, dengan menempatkan diri sebagai orang yang rela berkorban. Dalam posisi kita rela melakukan pengorbanan demi kebaikan orang lain atau kebaikan diri kita sendiri, maka jiwa akan menjadi lebih besar dan lapang. Dan dari yang hilang, kita masih punya harapan untuk mendapatkan balasan dari Zat yang Maha Besar, berupa kebaikan yang berlipat ganda.

Hal inilah yang diisyaratkan Nabi dalam salah satu hadistnya ”Sungguh unik perkara kaum mukmin, karena semua yang dia alami adalah kebaikan. Jika dia memperoleh nikmat dan dia bersyukur, maka itu baik baginya. Dan jika dia dia ditimpa musibah dan dia bersabar, maka itupun baik baginya”.

Mudah-mudahan selalu ada kebaikan dari setiap apa yang harus kita lalui.... Amiin. Karena hanya Allah yang punya skenario yang maha Agung atas kehidupan kita. Waallahuaklam bishowab.

Salam,, Feb Amni

Tidak ada komentar:

Posting Komentar